36. Ada Derita Yang Menganga

9.4K 427 49
                                    

"Ra?"

"Apaan?" jawab Zahra ketus.

"Biasa aja dong jawab nya," Randy mendelik.

Mereka kini tengah berjalan beriringan di koridor menuju lapang.

Seperti janji Zahra, ia akan menemani Randy latihan futsal hari ini. Cowok itu sudah dibalut kostum futsal biru tua. Tampan. Keren. Zahra nyaman berada di dekat Randy, walau ia masih sering so jual mahal. Hati Zahra untuk siapa? Sampai saat ini masih Seza yang menghuni hatinya. Untuk diingat, melupakan tidak pernah semudah yang orang pikirkan. Walau Seza sudah cukup banyak menorehkan luka, tapi nyatanya sebuah rasa tidak bisa hilang dengan cepat begitu saja.

"Iya, apa?"

"Gua bawa sandwich, lu aja yang makan ah, gua malu bawa kotak makan ginian," Randy menyodorkan kotak makan berwarna biru gelap pada Zahra.

"Ih, Ren, gua kalo makan ginian suka langsung pengen ee! Enggak ah, males kalo harus ee di sekolah."

Randy bungkam. Benar-benar diam, hingga akhirnya mendengus samar, "lu gak malu apa ngomongin ee di depan cogan?"

"Kenapa harus malu?"

Randy berdecak, "emang gak ada manis-manisnya ya lu jadi cewek," gerutu Randy, " tapi gua suka," gumam Randy pelan.

Zahra tercekat, "lu bilang apa?"

"Hah? Engak-enggak, gak bilang apa-apa."

"Kalo suka ngomong aja kali. Laki apa banci lu?" Seza tiba-tiba muncul, berjalan cepat melewati mereka.

Randy mengerjap. Ia ingat kata-kata itu. Sangat mengingatnya. Ucapan itu pernah Randy lontarkan pada Seza saat di rumah sakit, dan kini Seza mengembalikan ucapan itu pada pemiliknya? Apa-apaan!

"Lu kok belum ganti? Latihan gabungan, bego!" seru Randy lantang, agar terdengar oleh Seza yang sudah berjalan semakin jauh entah kemana.

"Berisik lu anjing! Ini juga gua mau ganti baju!" Seza berlari, menuju kamar ganti. Sungguh, ingatannya sudah tidak baik. Sangat tidak baik. Bagaimana bisa ia melupakan latihan penting yang sejak lama ia tunggu-tunggu ini?

Randy menggeleng pelan. Ia sadar. Ini percakapan pertama mereka hari ini. Sejak kejadian kemarin, memang Randy dan Seza belum bertegur sapa lagi. Tidak bisa dipungkiri, Randy rindu Seza. Bukan! Ia tidak homo! Seza itu sudah bagai lebih dari sahabat, dia saudara. Dan Randy tidak tahan berada jauh terlalu lama dari Seza.

Randy tersenyum lega. Setidaknya Seza tidak marah pada dia yang sudah memaki nya kemarin. Melihat Zahra menangis membuat emosi Randy tidak stabil, dan akhirnya Seza yang kena ucapan menusuknya. Harusnya tidak. Tapi Zahra menangis juga gara-gara Seza.

Zahra tiba-tiba merebut kotak makan yang tadi Randy sodorkan, "yaudah sini gua yang pegang kalo lo malu."

Randy menoleh, lalu tersenyum simpul, hingga tangannya ia ulurkan untuk mengacak-ngacak puncak rambut Zahra, "anjing pintar."

"Sialan!" Dan akhirnya, tinjuan keras bak tenaga kuli mendarat dengan mulus di lengan Randy. Sakitnya tidak main-main. Sungguh.

. . .

Senja sudah merekah diluar sana. Sepi sudah menyelimuti ruangan ini, bahkan sekolah ini. Hanya beberapa siswa yang masih berlalu lalang di sekolah, dan Afra salah satunya. Ia baru menyelesaikan tugas makalah Rayyan, dan kini jari-jarinya terasa pegal hingga butuh untuk diregangkan. Afra menoleh pada Rayyan yang bersandar di bahunya, tertidur pulas dari tadi. Gadis itu menelan saliva nya susah payah, berusaha menormalkan degupan jantung yang dari tadi tidak bekerja dengan wajar. Afra menarik napas, hingga akhirnya menepuk-nepuk lutut Rayyan pelan, "Ray.. Rayyy.." gumam Afra pelan.

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang