- Percayalah, sebuah luka tidak akan sembuh dengan kebohongan."
- El-Loco Rayyan
. . .
"Jahat anjir serius!"
Ayra mendengus pelan saat respon Seza benar sesuai dugaan, "Za, gua bolos dua minggu cuma buat nungguin lo sadar. Kurang baik gimana?"
"Sehari lagi aja disini, gak bisa?" Tanya Seza pelan. Menahan pilu yang kian menjalar. Menatap sosok Ayra dengan dalam. Melupakan sekeping hati yang bisa saja tersakiti tanpa disadari.
"Kita udah kelas 12 bego! Harusnya gak boleh terlalu banyak bolos. Mana nanti gua harus ngejar pelajaran yang ketinggalan anjir! Gak kasian lu sama gua?"
Seza mendengus samar, "dianter siapa ke bandara?"
"Sama Om Arga kok!"
FYI, Arga itu ayahnya Seza. Bagi yang ingatannya masih kuat, pasti ingat :)
Seza akhirnya mendengus pasrah. Tak ada pilihan lain selain memeluk Ayra dengan erat sebagai bentuk perpisahan, "Hati-hati lu," Bisiknya dalam pelukan.
Ayra tak mampu menahan bendungan yang hampir pecah di pelupuk mata, ia semakin mengeratkan pelukan hangatnya. Seakan tak mau pergi dari sana. Seakan tak ingin berpisah cukup lama.
"Cepet sembuh lu!"
Seza terkekeh pelan, "Jangan mewek bego!"
Benar-benar! Sungguh, Ayra tak mampu lagi menahan tangis yang kian menyesakkan. Ia sesegukan pada bahu Seza yang menjadi tempatnya menenggelamkan wajah dalam-dalam. Memeluk sosok itu semakin erat seakan tak ingin meninggalkan. Lebay memang. Tapi rasanya benar-benar berat, meninggalkan Seza dalam kondisi seperti ini.
"Ayra... I'm fine! Jangan mewek anjir! Tar gua main ke Surabaya," Seza tak hentinya mengelus-ngelus punggung Ayra yang bergetar, memberi sedikit keyakinan pada gadis yang sudah begitu dekat dengannya sejak kecil, "Ayra, woy... don't cry!"
"So inggris anjir!" Ledek Ayra di sela acara sesegukannya.
Seza mendengus jengah, "Udah dong ah! Bahu gua basah nih!"
Ayra segera melepaskan pelukannya kesal, menyeka air matanya cepat, "Najis itungan."
Lea menunduk sekilas, lalu memalingkan muka dari keakraban dua saudara yang entah kenapa mengundang sesak yang begitu bergejolak. Harusnya rasa seperti ini tidak ada! Bodoh, kenapa juga Lea merasa tidak suka saat Ayra memeluk Seza dengan eratnya, kenapa juga ada rasa berbeda saat melihat mereka begitu dekat. Huh! Dasar hati, selalu tidak bisa diajak kompromi!
"Gua berangkat sekarang, ya... tar ketinggalan pesawat."
Seza mengangguk.
"Dah...." Ayra melangkah dengan lambaian tangan menggesek udara.
"Le, aku pulang ya!"
Lea menggangguk dengan senyum tipis terpatri di bibirnya.
Ayra keluar. Benar-benar hilang di balik pintu putih itu.
Menyisakan hening yang benar-benar bisu dalam ruangan. Meninggalkan dua insan yang sibuk menetralkan rasa yang tak tenang. Menciptakan canggung yang entah kenapa menjadi orang ketiga.
"Cemburu?"
Lea mengernyit samar, segera menoleh pada Seza yang menatapnya datar, "Dih! Najis!"
"..."
"Ngapain harus cemburu, lu siapa gua, hah?"
"I'm yours. And You are mine."
. . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...