47. Mempertanyakan Takdir

9.9K 420 51
                                    

"Main apa sih, Kamu?"

Rena tak bosan  mengelus-ngelus rambut spiky milik Rayyan. Tak bosan memandang penuh kasih sayang sosok Rayyan yang bermanja di atas paha nya. Sibuk mengutak-ngatik ponsel yang entah sedang main apa.

"Mobile legend Bun, mau nyobain gak? Seru kok."

Rena mendengus, "katanya kangen Bunda, tapi malah sibuk main game, gimana sih kamu."

"Kan Bunda nya udah ada disini, masa kangen mulu, sih."

"Pinter, ya...." Rena mencubit pangkal hidung Rayyan dengan gemas. Membuat cowok itu sedikit mengeluh karena pandangannya sekilas terhalangi oleh tangan putih Rena.

Tawa receh meriuh seketika. Tawa yang benar-benar menggambarkan bahagia antara ibu dan anak yang telah lama terpisah. Tawa yang paling menyiratkan lega tak terkira. Seolah segala hal yang mengusik jiwa hilang seketika. Seolah tak ada kata lagi selain bahagia.

"Assalamu'alaikum...."

Rayyan reflek menoleh. Rena sontak mendongak.

Lengang seketika.

Hening tiba-tiba.

Hanya tatapan yang mampu menjelaskan. Tatapan yang seolah terkunci pada satu titik hitam dalam bola mata pria yang baru saja masuk ke ruangan. Mata itu... mata yang sudah lama hilang, walau mungkin tak pernah lekat dari ingatan. Sosok itu... sosok yang pernah memberi bahagia, walau mungkin kini sudah tak serasa.

"Waalaikumsalam...." guman Rena pelan.

Rivan memalingkan wajah sekilas, menelan ludah pelan, "masih ingat punya anak?" Sinis. Benar-benar sinis. Menohok hati.

Rena mendengus pelan. Memilih untuk diam. Tidak mencoba menjelaskan. Karena ia rasa, semuanya akan tetap sama, ada atau tidaknya sebuah penjelasan.

Rayyan berdecak, "apaan sih, Pah."

Rivan menarik napas pelan, melepas lelah yang menyerang, "Afra udah ada kabar, Ray?"

Rayyan diam. Mematung. Membeku. Mengerjap, sial! Bagaimana bisa Rayyan melupakannya?! Secepat kilat ia bangkit dari posisinya, menampilkan raut panik yang tak terhindarkan.

"Astaghfirullah! Rayyan lupa, Pah!"

Rivan mengernyit, "kenapa bisa sampe lupa?"

"Gak tau! Mungkin karena Rayyan terlalu seneng ketemu Bunda, makanya... lupa sama Afra."

"Mau cari sekarang?"

Rayyan mengangguk pasti, "Bun, Rayyan cari Afra dulu, ya?"

"Afra? Siapa?"

"Temen Rayyan, Bun. Dia lagi sakit."

"Orangtuanya gak ada?"

Rayyan mendengus pelan, "panjang kalo diceritain. Rayyan pergi dulu, ya! daahh."

"Hati-hati, Ray," kata Rivan.

Cowok itu segera menyambar kunci motor yang tergeletak di atas meja. Secepat kilat berlari keluar, meninggalkan dua insan dalam kecanggungan yang tercipta. Meninggalkan hening yang tersisa.

Diam. Bisu. Lengang. Hening. Senyap.

Tidak ada yang membuka pembicaraan... hanya bungkam.

. . .

Sayup-sayup, remang suara mulai terdengar. Seiring dengan kelopak mata yang terbuka lemah, mengundang denyutan pening di kepala. Afra meringis lemah. Mulai mengedarkan pandangan perlahan, lalu mengernyit pelan. Ini bukan kamar yang biasa ia tempati di rumah Rayyan! Ini kamarnya! Siapa yang membawa dia kesini?!

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang