51. Dia, dan Sepakbola (ENDING)

8.9K 498 129
                                    

"Tuhan... terimakasih, telah menciptakan dia, dan sepakbola."

. . .

Riuh sorak sorai suporter tak henti bergemuruh walau kini papan skor menunjukkan angka 0-1 dengan kekalahan Timnas Indonesia. Tidak. Ini belum kalah! Permainan baru berjalan lima puluh satu menit, masih panjang. Masih ada banyak waktu untuk membalikkan keadaan.

Lea menggigit bibir bawahnya resah, menatap cemas ke arah lapangan yang di dominasi para pemain yang sibuk berlari memperebutkan bola. Bahkan ia harus berdiri, berjinjit susah payah, karena sungguh... orang-orang di depannya juga berdiri. Mana badannya pada tinggi, lagi. Gadis itu berdecak dalam diam, andai saja tiket VIP murah. Hehe.

Mendadak jantung Lea berdebar menggila. Benar-benar risau saat dilihatnya pertahanan garuda tengah kocar-kacir menahan gempuran. Cukup disiplin para pemain belakang, namun serangan lawan begitu sengit menekan dengan taktik yang menawan. Terus menggocek, mengoper, mengobrak-abrik pertahanan garuda, hingga akhirnya menemukan celah, menciptakan peluang, dan tanpa pikir panjang, tendangan keras segera mengantar bola menyentuh jala galang!!! Loncatan kiper Indonesia yang sudah terbang bagai superhero bahkan masih belum mampu membekukan laju bola.

Lemah. Lesu. Gol kedua yang dicetak pada menit ke lima puluh tiga oleh striker lawan benar-benar membuat hancur. Kecewa, tapi bukan berarti berhenti untuk mendukung.

Bukannya berangsur senyap, sorak suporter justru bergetar semakin hebat. Menyalurkan kekuatan dalam teriakan penuh dukungan. Memberikan kepercayaan dalam seruan mendebarkan.

Sementara disana, para pemain terdiam kecewa melihat pemain lawan berselebrasi merayakan kemenangan sementara mereka.

"Ah, anjing!" Gerutu Randy yang berdiri disamping Zahra. Greget guys... harap dimaklum.

"Masukin Seza, coach!" Teriaknya lagi. Padahal jika dipikir-pikir, dengan akal sehat, yang masalahnya saat ini Randy gak tau punya, gak tau enggak. Sekenceng apapun dia teriak, gak bakal tuh yang namanya nyampe ke kuping pelatih timnas.

Kecuali kalo teriaknya emang pas di telinganya. Kalo enggak, kurang lebih jarak 5 meter dari pelatihnya. Secara, ini berisik banget, woy!

. . .

"Aduh!" Seza refleks mengacak rambutnya kala striker lawan berhasil mencetak gol kedua yang mengubah skor menjadi 0-2.

Sial.

Ia hanya mampu duduk di kursi cadangan, memandangi teman-teman nya yang tengah berjuang. Menantikan kepercayaan yang akan diberikan pelatih kepadanya dengan darah yang dari tadi sudah berdesir tak karuan. Ini partai final dalam tournament bergengsi di Asia! Ia ingin sekali dimainkan dalam laga ini. Membantu teman-teman, berjuang bersama untuk garuda.

Seza berdecak samar, Indonesia benar-benar harus menang! Setelah berhasil menahan skor imbang di kandang lawan pada leg pertama, harusnya kita dapat unggul di leg kedua, saat kita menjadi tuan rumah. Satu langkah lagi gelar juara menjadi milik kita. Jangan sampai lengah!

Ia lirik sekilas pelatih yang terlihat sedang berpikir keras. Ia percaya pada setiap keputusannya. Ia menghormatinya, sangat.

"Seza!"

Seza mendongak.

"Kamu main!"

Seza membulatkan mata, benar-benar gembira atas apa yang ia dengar, "Siap, coach!"

Why Stay Away?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang