Tiga hal yang paling aku suka. Warna biru, sepakbola, dan Seza.
- Alea Afsheen
. . .
Malam semakin pekat. Lelah semakin menguat. Luka semakin tersirat. Lea menghembuskan napas pelan saat mobilnya telah sampai dengan selamat di parkiran rumah sakit. Ia akhirnya bisa bernapas dengan normal setelah tadi rasanya begitu tertahan akibat kecepatan mobil yang ia lajukan terlampau kencang. Tanpa memikirkan lelah, Lea segera keluar dan berlari masuk ke dalam bangunan cukup besar itu. Sekedar ingin mencari suster atau dokter yang ada disana. Siapa saja. Yang penting bisa menolong Seza.
"Sus, tolong, di mobil saya ada pasien yang butuh pertolongan segera, tolong bantu dia, sus," sergap Lea pada dua orang suster yang berlalu di lobby depan.
"Kami menambah bantuan terlebih dahulu, tunggu sebentar!" suster itu segera bergegas untuk mengambil brankar dorong, sambil menambah dua orang perawat pria yang siap untuk membantu.
Mereka kembali bergegas ke hadapan Lea, "dimana?"
Lea langsung berlari memimpin empat orang perawat dengan sebuah brankar dorong yang mereka giring. Bahkan Lelah itu tak ia keluhkan. Luka itu tak ia pedulikan. Lea tetap berlari dengan kencang walau napasnya sudah memburu tak karuan. Walau tubuhnya sudah terlalu lemah untuk dipaksakan.
Lea berusaha ngatur napasnya saat telah berhasil berada di dekat mobilnya, "di dalam, tolong segera lakukan. Tapi hati-hati, dia menderita luka tusuk."
Keempat perawat itu mengangguk serempak. Mereka sudah mengerti, jika pasien menderita luka tusuk, maka harus sangat hati-hati dalam memindahkan tubuh pasien, jangan sampai tercipta sebuah goncangan yang akan membuat luka nya semakin parah.
Gadis itu menyandarkan tubuhnya yang sudah sangat lemas pada mobil. Sekilas wajah damai Seza melintas di hadapannya, kala para perawat itu mengeluarkan tubuh Seza dari mobil untuk dipindahkan ke brankar yang mereka bawa. Sebulir air mata kembali menghiasi wajah Lea, kala menyadari mata itu benar-benar terpejam. Hangat itu benar-benar menghilang. Sesak kembali menyelinap di dadanya, ia sangat takut untuk kehilangan! Ia tidak siap untuk kehilangan!
Tiba-tiba pandangannya memburam, Lea segera berjongkok untuk menetralisir rasa pusing yang menyerang. Napasnya terengah. Lelah sudah benar-benar mencapai batasnya. Lea menutup matanya dengan tangan, berusaha menahan sakit yang berdenyut di kepalanya. Ia rasa ini hanya efek dari tinjuan keras pembegal tadi di matanya, juga karena lelah yang dari tadi menyerangnya.
"Kamu tidak apa-apa?"
Lea mendongak pelan, melihat salah satu perawat laki-laki tadi berdiri di hadapannya. Ia menggeleng, "saya tidak apa-apa, tolong segera bawa dia saja."
Perawat itu mengangguk. Lalu segera membantu teman-temannya mendorong brankar yang ditiduri Seza ke dalam ruang UGD. Meninggalkan Lea yang tengah berjuang menahan sakit yang menyerang.
Perlahan ia bangkit, berusaha melangkah menyusul Seza yang telah dibawa ke ruang UGD untuk mendapat penanganan lebih lanjut oleh Dokter yang mampu untuk menanganinya. Tentu saja Lea tidak akan masuk kesana. Ia hanya akan menunggu di depan ruangan menakutkan itu.
Lea duduk di kursi yang berjejer di depan UGD. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menyesali perbuatannya yang membuat Seza celaka. Andai saja ia tidak memilih untuk pulang lewat sana, andai saja ia bertanya dulu pada Seza siapa wanita yang memeluknya, agar tidak ada kecemburuan di hatinya, agar tidak ada salah paham yang tercipta. Namun Lea dengan segala egonya, malah memilih untuk pergi, sengaja melewati jalan yang sepi untuk menenangkan hati yang perih. Lalu sekarang apa yang terjadi? Seza terbaring tak sadarkan diri karena dirinya yang kekanak-kanakan! Lea tak henti-hentinya menangis, menyesali perbuatannya yang membuat Seza terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Stay Away?
Teen Fiction"Salah gue cinta sama lo? gue bahkan gak tau, sejak kapan perasaan itu ada. Gua bahkan gak ngerti, kenapa gue bisa cinta sama lo. Gue bahkan gak pernah sadar, kalo gue takut kehilangan lo!" [Alea Afsheen Nindya] "Gue kira, gue gak suka dia. Tapi ter...