Rinaian hujan berpendar dalam kelabu
Tersirat tanpa peringatan kala itu
Iringi damaimu yang tak akan pernah dapat berhenti kurinduDenting masa yang berlalu
Bukanlah hal yang mampu menyergap setitik peduliku
Di tengah sorotmu yang buatku yakin tengah berada dalam keabadian waktuRasamu sungguh nyata
Terukir dalam asa yang menggayut dengan kirananya
Terajut hebat dalam tiap aliran darah yang memompa
Juga terjerit kuat dalam bisu yang hanya inginkan bahagiaDan meski Tuhan sungguh akan meta
Kala itu, tak ada takdir yang tak kulupa
Begitu sadar terukir dengan cempela
Akan satu nyata yang tak akan berubah walau segalanya hancur tak tersisaBahwa ternyata, rasamu juga rasaku
Jadi tempat segala napasku berpadu dalam debar yang terus memacu
Embuskan satu bahagia walau semua akan segera berlalu
Juga tetap menuntutku 'tuk mengeladau angan walau tahu 'kan hancur dalam hitungan waktuRasamu juga rasaku
Walau jaharu ini tak pantas berada dalam johan para malaikat itu
Walau raga mala ini tak pantas menggapai sosok mengernamu
Juga harus kurengkuh erat nestapa kala segala asa terserkah dan begitu saja tersapuRasamu juga rasaku
Karena tanpa sadar, t'lah kau bangun kiani di hatiku
Timbulkan debar dengan gayutan kokoh yang tak mungkin dapat berlalu
Buatku sadar rasa yang sadu itu telah kurasa sedari duluRasamu juga rasaku
Namun jika percayamu tak dapat timbul akan hal itu
Bertanyalah pada hujan yang tercucur malu-malu dari langit kelabu
Yang dalam bisu percik manjanya pernah menjadi saksi rasa ini benar-benar selalu dan hanya ada untukmuRasamu juga rasaku
Walau radi tak pernah bisikkan kabar kedatangannya sejak kepergianmu
Dan para peksi kicaukan peringatannya akan ketiadaanmu
Hanya satu yang harus kau tahu; rasa itu tak pernah terkikis walau setitik saja untukmu30 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Untai Aksara Tentang Kita
PoetryKamu, aku, dan dunia ini, kita datang lalu pergi, iringi masa bersama sunyi, dalam juita yang pegari dan tak lagi. Akankah sang asa abadi, dapat jadi lebih dari, sekadar khayali?