P.S. Puisi yang diparafrasakan adalah milik Uun (entah kenapa, username-nya enggak muncul waktu mau aku mention).
Nyata kala itu,
Ada segenggam kecil dogma yang tergantung di depan pintu
Yang hingga kini pun masih belum perlina ditelan waktu
Tetap mengetuk dengan anggun dan tersenyum dengan sayuKusunya, gadis itu harus berhenti
Berhenti meringkuk di balik punggung kokoh yang tinggi
Menelan rasa yang tetap pegari
Juga perih yang menggigit secara pastiAda secarik prinsip yang buat asanya alah
Terjatuh dengan kuyu di halaman rumah
Wajahnya ramah, senyumnya cerah
Buat sang gadis hasai terseret tak tentunya arahPintanya kala itu,
Dengan kicau peksi yang tegaskan kehendak sang waktu,
Sang gadis tak boleh lagi
Tak boleh lagi menggandeng kesana-siniKarena meski sang gadis tetap teratu
Nyata tetap mengangkat jemala dengan jemawa tanpa terkikis waktu
Dan terus mencekam dalam bisu
Bahwa segala asa sang gadis hanyalah khayal semuKarena angannya hanya haram yang dipaksakan
Rasanya hanyalah palsu yang dinyatakan
Mereka hanya melodi yang sumbang
Dan mereka hanya tetap padang ilalang yang gersangSemuanya utopia
Sumber napasnya adalah maha
Sedang sang gadis hanyalah sahaya
Lantas bagaimana dia dan sang mengerna pantas menjadi nyata?Jadi,
Akhir tetap memaksa kehendak hati
Untuk lebur dalam pedihnya radi
Atau tertawa dalam sadunya neraka khayaliKalian,
Silakan sama-sama merelakan
Karena nyanyian takdir terlalu nyaring untuk dapat dilawanAtau ... silakan sama-sama bertahan
Tertawa tanpa sadar beban
Sampai kalian tenggelam dalam pusar kenistaan29 Januari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Untai Aksara Tentang Kita
PoetryKamu, aku, dan dunia ini, kita datang lalu pergi, iringi masa bersama sunyi, dalam juita yang pegari dan tak lagi. Akankah sang asa abadi, dapat jadi lebih dari, sekadar khayali?