Kertas usang itu
Tempat coret rindu bergumul menjadi satu
Hanya saksi bisu
Tentang rasaku yang makin bergelut liar seiring merayapnya waktuSegala asa
Yang tercetai begitu saja
Hanya satu pengiring hampa
Kala kamu perlina ditelan segala kuasaTeriakan nyata yang tetap pegari
Menelanku secara pasti
Membabat segala dogma dalam sanubari
Bahwa aku tak boleh menoleh pada kenang utopis lagiTapi bagaimana mungkin
Kulupa asa yang masih menyeligit klandestin
Juga euforia pertama yang mengawat teguh segala yakin
Jika hanya itu satu-satunya hal yang buatku merasa tak asing?Bagaimana mampu
Kulupakan kesempurnaan itu
Jika Sang Pemilik Waktu
Telah merenggut sumbernya dua tahun lalu?Kamu tak amerta
Kala itu, kulupa karena buncahan bahagia
Buatku lalai 'tuk menjaga rasa
Hingga buahkan teratu karena sekarang, kita hanya khayalan hampaJadi, biarlah
Aku memang telah alah
Biar kutelan karma segala salah
Asal senyummu dalam rapal kenangku masih tetap merekahKarena hanya dengan itu
Aku dapat mengenangmu
Dalam rindu yang terus bersorak syahdu
Menuntut hadirmu yang hanya ada di masa laluDan jika nanti saatnya sang kertas usang
Tak mampu lagi menampung rindu yang terus bermunculan
Biar kuukir nadi dengan rasa yang sama
Masa bodoh dengan segala belenggu yang makin menyiksa ragaJika memang hanya dengan itu semua
Ku mampu mendekap bahagia yang telah inca
Juga menggenggam erat hal yang kini terlalu aksa
Tak masalah dengan terus menghamba pada siksaTak apa tetap mendekap abu
Agar kertas usang ini tak bernasib sama sepertiku
Yang terus menggores rindu
Pada bayang khayali sepertimu14 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Untai Aksara Tentang Kita
PoetryKamu, aku, dan dunia ini, kita datang lalu pergi, iringi masa bersama sunyi, dalam juita yang pegari dan tak lagi. Akankah sang asa abadi, dapat jadi lebih dari, sekadar khayali?