Membuka Pintu

6 0 0
                                    

Aku membuka pintu. Melihat senyummu, aku tahu ini rumahku.

Ada tawa kita saat masih berumur sembilan. Lebarnya tak keruan. Tak ada yojana yang memisahkan. Potretnya tergantung manis di dinding ruang. Jadi, aku yakin ini tempatku pulang.

Lebih ke dalam, ada dua cangkir kopi bersebelahan. Tertata sadu di atas meja. Tawarkan berjuta kehangatan. Iringi derai manja sang hujan yang tercucur malam-malam. Namun tetap tak mampu kalahkan sorotmu yang penuh kasih sayang.

Ke dalam lagi, aku mencari. Ada banyak patera berguguran di sana-sini. Mungkin tersepaikan hujan malam ini. Bagaimanapun, mereka punya kiani. Namun tetap saja, bukan mereka yang kucari.

Makin ke dalam, ketakutan makin menyergap. Mengerna yang dengan ugahari selalu berikan semesta tak kunjung kutemu sosoknya. Potret senyum lebar di ruang depan tak kutemu ada dan nyata.

Jadi, sekali lagi, aku tersenyum cemooh diri. Duduk di kursi yang tak hangat lagi. Mencecap pekat yang kehilangan hangat karena tak ditemani. Menatap jendela dan sapaan alobar yang nyata pegari. Memungut satu patera jingga untuk kemudian berdiri lagi.

Lalu, aku membuka pintu. Keluar dari sana karena tanpamu ... itu bukan lagi rumahku.

30 Oktober 2018

Untai Aksara Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang