Napasmu terembus ria
Itulah saat kita masih mendaga
Bentang Tuhan hingga tak tinggalkan setitik pun sisaDan kala takdir mulai membelungsing
Segala bahagia benar-benar tak lagi menyingsing
Bersama sorot penuh kasihmu yang tak akan pernah dapat kembali teperlingBahagia kala damaimu seolah amerta
Bahagia kala nestapa seolah lengkara menggapai kita
Juga bahagia kala gemersik hujan jadi latar segala tawaKarena dunia pernah benar-benar cabar 'tuk pisahkan kita
Masa pernah benar-benar hanya jadi pengiring segala bahagia
Dan pendar mentari pernah benar-benar kalah basir dengan gelakan tawaKarena kala itu
Kita adalah dua yang melebur jadi satu
Dengan juta rasa yang hanya punya satu anju
Hingga buncahkan bahagia yang benar-benar membelenggu"Kita" pernah jadi kata lain dari "bahagia"
Kalahkan indahnya rona jingga dari gugurnya patera
Laksana dunia hanya milik kita berdua
Hingga "bahagia" itu pernah benar-benar jadi kata lain dari "amerta"Tanyakan saja pada dua cangkir kopi yang temani kita malam itu
Pada gemintang yang tak tampak karena tersaing senyummu
Juga pada sang hujan yang tetap bergejolak iringi bahagiaku
Maka seluruh dunia akan percaya aku dan kamu pernah menjadi satuWalau kini mereka takkan percaya lagi
Karena sosokmu tak lagi pegari
Dan segalanya jadi terlalu ajun 'tuk dapat kupercayaiBahagia hanya mampu menyapaku dengan gabir
Karena tak dapat kurapai lagi satu pun jir
Yang mampu membuat semua kungkungan ini menyingkirDan kini, "bahagia" hanya kata lain dari "nestapa"
Karena kamu bukan lagi suatu nyata
Buat segala asa itu benar-benar perlina
Menyadarkanku "amerta" hanya kata lain dari "lengkara"29 Desember 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Untai Aksara Tentang Kita
PoesiaKamu, aku, dan dunia ini, kita datang lalu pergi, iringi masa bersama sunyi, dalam juita yang pegari dan tak lagi. Akankah sang asa abadi, dapat jadi lebih dari, sekadar khayali?