Bab 11 Hari Itu

16.9K 835 22
                                    

Amora's POV

Aku duduk di bangku paling depan, memperhatikan ibu guru yang sedang menjelaskan materi matematika. Pelajaran matematika yang dibenci banyak teman-temanku, tapi entah kenapa aku suka. Di tengah pelajaran kesukaanku tersebut, tiba-tiba kepala sekolah muncul di pintu kelasku.

"Bapak kepala, ada apa?", tanya guruku yang heran melihat kepala sekolah yang muncul tiba-tiba dengan raut wajah yang cemas

"Maaf ibu guru, Amora harus izin pulang hari ini"

"Ada apa memangnya pak?"

Kepala sekolah menatap ibu guru dan aku bergantian lalu memberi kode agar ibu guru keluar dari kelas. Tampak kepala sekolah menjelaskan sesuatu yang membuat ibu guru terkejut. Ia menatapku, lalu berjalan menuju mejaku.

"Amora, ayo rapikan bukumu. Hari ini kamu harus pulang lebih cepat"

"Iya bu guru"

Aku memasukan semua buku dan alat tulisku lalu berpamitan pada ibu guru dan ikut bersama kepala sekolah. Kepala sekolah tidak membawaku pulang ke rumah, melainkan ke sebuah tempat lain.

"Rumah duka...."

Aku membaca plang tempat itu bingung. Itu tempat apa?

Kepala sekolah turun dari mobil, lalu membuka pintu mobilnya untukku.

"Ayo nak, kita turun"

Aku mengangguk, lalu turun. Kepala sekolah menuntunku ke dalam gedung. Disana banyak orang yang menangis. Aku semakin bingung. Kami semakin masuk ke dalam. Tampak ayahku menangis di sebelah sebuah peti. Ayah menatapku sambil menangis

"Amora sayang, kemari nak",

Aku mendekati ayah, ada perasaan aneh dalam diriku. Ayah memelukku erat dan terus menangis.

"Amora sayang, anakku, dengarkan ayah. Ayah akan selalu merawatmu. Ayah akan menjagamu seumur hidup ayah. Jadi jangan sedih ya sayang. Ayah mencintaimu"

Aku melepas pelukan ayah, melihat wajah ayah yang sudah basah oleh air mata. Aku menyeka air mata ayah.

"Ayah kenapa nangis?"

Ayah menggendongku, membawaku mendekati peti yang sejak tadi dikeliling oleh banyak orang dan ayah sambil menangis. Di dalamnya, kulihat ibu disana, tertidur?

"Ayah, kenapa ibu tidur disitu?"

Ayah tidak menjawab. Ia tetap menangis.

"Ayah....."

"Amora sayang, ibumu sudah tidak ada"

Aku terdiam. Apa maksudnya? Aku tidak mengerti. Perasaan di dalam diriku semakin lama membuat dadaku sesak. Aku menangis. Tangisku semakin menjadi saat mereka menutup peti ibu, membawanya pergi ke sebuah pemakaman, dan memasukan peti ibu kedalam sebuah lubang di tanah. Mereka pun mengubur peti itu

"Ibu....ibuuuuuu!!"

"Amora, tenanglah sayang.."

Ayah menahanku dan memelukku sambil menangis. Tangisku semakin menjadi-jadi. Tubuhku lemas, tiba-tiba pandanganku kabur dan menghitam.

Aku terbangun. Aku kini sudah berada di kamarku. Aku turun dari ranjang ku dan berlari menuju kamar ibu dan ayah. Tidak ada siapa-siapa.

"Amora..."

Aku membalikan tubuhku. Tampak ayah dengan mata sembab dan wajah yang kacau.

"Ayah, ibu mana?"

Renjana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang