Bab 22 Keegoisan yang Menghancurkan?

15.3K 779 27
                                    

Flasback

Raynald POV

"Enaaaald...Enaaaald...."
Suara seseorang terdengar memanggil dan memaksaku untuk menyudahi mimpiku. Mataku terbuka pelan, tampak dia sudah berada di samping ranjang ku

"Ibu..."

"Sayang, ayo bangun. Hari ini kan senin, Enald harus ke sekolah"

Aku menggeliatkan tubuhku malas, menarik selimut ku sampai menutupi setengah wajahku.

"Ukh.. sebentar lagi bu.. 5 menit lagi ya.."

Ibuku menarik selimut dari tubuhku. Ia melipat tangannya di depan dada.

"Ya ampun.. ayo bangun nak. Nanti telat lho"

"Ibuuu...aku masih ngantuuuk"

"Kamu ini! Katanya mau jadi dokter. Jadi dokter itu harus rajin bangun pagi. Nanti kalau ada pasien pagi-pagi bagaimana?"

Aku dengan ogah-ogahan bangun dari ranjang empukku. Aku mengucek dan membelalakkan mataku agar tidak kembali tertutup rapat. Iya aku harus bangun, kalau jadi dokter nanti aku harus siaga.

"Ayo mandi sana. Ini seragammu ibu gantung disini ya"

Aku hanya mengangguk. Ibu menggantungkan baju seragam putih abu-abuku di pegangan pintu lemari.

"Kalau sudah siap, langsung turun dan sarapan. Ayahmu juga sebentar lagi siap."

"Oh ayah sudah pulang bu?"

"Iya, tengah malam tadi ayahmu tiba dirumah."

"Begitu. Baiklah bu"

Ayah memang belakangan ini jarang di rumah karena perjanjian kerja sama antara rumah sakit ayah dengan beberapa rumah sakit di luar negeri yang mengharuskannya pergi ke beberapa negara di Asia. Dan aku ingin menjadi dokter bukan karena ayahku memiliki rumah sakit yang nanti dengan mudahnya dapat aku tempati sebagai tempat kerjaku.

Aku ingin menjadi dokter karena dengan pekerjaan itulah aku dapat menolong orang lain dengan kemampuan dan tanganku sendiri. Melihat orang lain dapat sembuh dan kembali kepada keluarganya bukankah hal yang indah untuk dilihat? Dan ucapan terima kasih akan lebih terasa menyenangkan  dibandingkan pundi-pundi uang yang kau dapatkan. Entahlah, mungkin bisa dikatakan sebagai kepuasan batin. Dan lagipula dia bilang aku cocok jadi dokter. Mengingatnya membuatku semakin semangat untuk menjadi dokter.

"Sayang, kok malah senyam senyum? Ayo mandi cepat!"

"Oh..iya iya Bu..."

Ibu mengelus kepalaku pelan lalu keluar dari kamarku. Aku pun pergi mandi dan bersiap. Aku turun ke bawah dan berjalan menuju meja makan sambil membawa tas ransel ku dan beberapa buku modul tebal. Ayah sudah duduk di meja makan, membaca halaman demi halaman koran. Sedangkan ibu sibuk merapikan makanan di atas meja.

"Selamat pagi ayah"

"Oh.. halo dokternya ayah! Bagaimana sekolahmu hm? Aman terkendali dok?"

"Iya pak direktur! Aman terkendali!"

"Hahaha! Semangatlah Ray, sebentar lagi kan ujian masuk perguruan tinggi. Banyak belajar boleh, tapi istirahat juga harus. Jangan seperti tadi malam, tidur saja sampai memeluk buku"

"Eh tidur memeluk buku?"

"Ayahmu sesampainya di rumah langsung mengecekmu di kamar, dan ternyata Enald tertidur sambil memeluk buku"

Renjana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang