Bab 26 Mana Mungkin

14.6K 766 54
                                    

Jangan lupa untuk selalu vote dan komentar yang banyak readers!

Hari yang dilewati Amora saat ini sungguh membuatnya bahagia. Raynald mengatakan ia telah dihukum satu kali dan Amora bingung, di bagian manakah ia dihukum. Tapi ia tak peduli. Toh hari ini ia sangat senang, seharian bersama Raynald. Sepanjang perjalanan pulang mereka sering diam, mengeluarkan beberapa pertanyaan biasa dan standar, namun tak setegang biasanya. Amora tersenyum sangat lebar sambil memeluk boneka teddy bear yang dibelikan oleh Raynald.

Sesampainya di rumah, mereka langsung naik ke atas menuju kamar masing-masing. Sebelum masuk ke kamarnya, Raynald terhenti dan menatap kearah Amora

"Hei kitty"

"Iya kak?"

"Mmm...Selamat malam..."

"Iya kak, selamat malam juga",balas Amora dengan senyum yang terbentuk di wajahnya

Raynald hanya mengangguk dengan wajah sedikit bingung lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia melepas jaketnya dan menaruhnya asal di atas ranjang. Ia menarik kursi, duduk disana dan menatap meja kerjanya. Meja kerja yang dipenuhi dengan banyak buku tebal dan kertas jurnal yang tersebar disana. Ia berfikir, bukan mengenai isi salah satu buku tebal yang ada disana ataupun penelitian yang terbukti atau tidak di dalam jurnal-jurnal tersebut. Ya, isi kepalanya dipenuhi oleh waktu yang dilewatinya hari ini dan wanita yang ada dengannya sepanjang hari. Amora. Amora Sarasvati. Ah tidak, bahkan tadi di café ia memanggilanya dengan nama Amora Sarasvati Kuncoro. Ya, Kuncoro, nama keluarga Raynald. Ia dengan lancarnya memanggil kitty dengan nama itu. Ia menggeleng kepalanya pelan, bingung, bingung dengan situasi yang ia lalui hari ini.

Ia mengambil sebuah figura foto putih yang sengaja ia telungkupkan di atas mejanya. Ia memandangnya. Isi kepala da isi hatinya berseturu tak jelas. Ia bingung. Dengan segera ia beranjak dari duduknya, mendekati jendela dengan figura foto yang masih berada di tangannya. Ia memandang keluar jendela, berharap perseteruan dalam dirinya bisa menghilang. Namun sebuah pemandangan diluar sana membuat dahinya berkerut. Sebuah mobil mercecedes benz hitam terparkir di sebrang rumahnya. Mesinnya menyala. Tak lama mobil itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Raynald memandangi kepergian mobil tersebut dengan kerut didahi yang semakin terbentuk

"Mobil itu...rasanya pernah kulihat. Tapi dimana?"

****

Beberapa hari berlalu, Raynald menghabiskan 2 hari di rumah untuk beristirahat. Rumah sakit memberikannya izin untuk mengembalikan kondisinya terutama wajahnya yang terluka dan lebam. Walaupun Raynald bersikeras untuk masuk, namun ayahnya memarahinya, meminta Raynald untuk beristirahat. Amora sendiri tetap membuka butiknya. Awalnya Amora berniat untuk diam di rumah, menjaga Raynald. Namun Raynald menolaknya, ia bisa ditinggal sendiri. Dan kini saatnya Raynald kembali menjalankan tugasnya, profesi yang paling dicintainya, dokter. Wajahnya lebamnya yang mulai berkurang telah ditutupi dengan foundation oleh Amora, agar tak terlalu mencolok dilihat pasien.

"Kau pergi jam berapa ke butik?"

"Jam 8 pagi aku berangkat kak"

Raynald mengangguk mengerti. Ini masih jam 6 pagi, dan Raynald memang sudah mau berangkat. Pagi ini ia yakini pasti macet.

"Kalau begitu aku berangkat duluan ya kitty"

"Iya kak. Hati-hati di jalan kakak"

"Ya"

Raynald pun memasuki mobil, berangkat dan meninggalkan Amora. Benar saja, jalanan macet. Jarak rumah dengan rumah sakit tidak terlalu jauh, namun karena macet ia menempuh perjalanan selama satu jam. Raynald tiba di rumah sakit pukul 7 pagi. Waktu bekerjanya pukul 8 pagi dan masih tersisa 1 jam lagi. Datang lebih cepat lebih baik bukan, ia dapat bersantai lebih dahulu. Ia mengenakan snelinya lalu keluar dari mobilnya. Entah kesialan apa menimpa Raynald, seorang anak laki-laki yang sedang lari kejar-kejaran dengan anak lainnya menubruk dirinya. Susu coklat yang anak itu pegang pun tumpah, mengotori sneli dokternya. Ia kaget, begitu pun anak yang menubruknya. Ia tak mungkin bertemu pasien dengan sneli kotor seperti ini. Kalau ia pulang akan menghabiskan waktu 2 jam untuk pulang pergi, dengan kata lain ia akan tiba di rumah sakit jam 9 pagi dan sudah pasti terlambat. Anak kecil yang menabrak dirinya gemetar, menatap muka Raynald yang tampak akan meledak bagai bom. Dengan keberanian penuh anak itu tersenyum walau ketakutan, ia menatap dengan tatapan memelas.

Renjana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang