Setelah perbincangan itu, mereka tidak berbicara satu sama lain. Di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang Amora menatap keluar jendela, memperhatikan bangunan-bangunan yang dilewati. Sesekali Raynald melirik ke arah Amora. Dalam penglihatannya, wajah Amora terlihat sedih. Ia pun menatap jari manis Amora, dimana cincin yang ia berikan lalu menatap wajah Amora kembali. Ia pun mendengus kesal. Akhirnya mereka pun tiba di depan butik milik Amora.
"Terima kasih banyak kak Ray. Hati-hati di jalan"
Ia mengatakan hal itu sambil tersenyum, menatap Raynald sebentar, sangat sebentar, lalu memalingkan penglihatannya ke bawah. Raynald tidak menjawab, ia tetap memandang lurus ke depan. Amora pun turun dari mobil lalu berjalan masuk ke dalam butiknya. Raynald memperhatikan sampai sosok Amora masuk ke dalam butiknya lalu menghilang. Raynald pun melajukan mobilnya ke rumah sakit karena ia memiliki jadwal operasi yang harus dilakukan.
****
Amora menutup pintu butiknya,lalu bersandar pada pintu tersebut. Semua perkataan Raynald mengenai keterpaksaan Raynald untuk menikahinya dan konsekuensi-konsekuensi pernikahannya kelak membuat hatinya tertohok untuk kesekian kalinya. Kakinya lemas, tubuhnya merosot ke lantai.
"Uuuuukh ... Kak Ray...."
Amora menangis. Ia meremas bajunya, tepat di dadanya. Perasaannya sakit. Walaupun ia bilang siap menerima segalanya, namun hatinya tetap sakit. Amora mendongak, menatap langit-langit.
"Tidak apa-apa Amora, tidak apa-apa. Ini semua untuk kak Ray"
****
Raynald berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit. Operasinya sukses seperti biasa. Ia berjalan mengenakan pakaian hijau khas operasinya lengkap dengan sneli putih kebanggaan para dokter. Ia duduk di kursi yang berada di taman belakang rumah sakit.
"Kalau memang konsekuensinya seperti itu, aku siap kak"
"A...apa?"
"Kalau memang dengan menikahiku kakak tetap bisa menjadi dokter, kita lakukan saja kak. Aku tidak apa-apa. Aku akan menerima semua konsekuensinya"
Raynald mengumpat kesal. Ia menutup matanya dan memijat keningnya.
"Apa dia itu sudah gila ya!"
"Apa? Siapa yang gila?"
Tiba-tiba seorang wanita muncul di belakangnya sambil memegang pundak Raynald.
"Astaga Ana! Kau bikin kaget! Kukira setan"
"Setan sepertiku sih pasti setan yang dicari-cari orang. Saking cantiknya"
Ana pun mengibaskan rambutnya, Raynald memandangnya dengan tatapan jijik.
"Tapi jomblo"
"Kamu tuh ya! Ngomong-ngomong siapa yang gila bro? Operasi sukses cetar membahana, kok mukanya kesal gitu? Hmm... apa karena dijodohin ya?"
Raynald menatap Ana dengan wajah kaget
"Kamu tau dari mana?"
"Ayahmu, dan sepertinya beberapa orang di rumah sakit ini juga sudah tahu. Dan kujamin sebentar lagi berita ini akan menyebar secepat angin tornado"
Raynald kembali mengumpat kesal. Melihat hal itu, Ana duduk disebelah Raynald dan memperhatikan pria itu.
"Kamu kenapa sih? Memang perempuan yang dijodohkan denganmu jelek?"
"Ngga"
"Terus? Ah... aduh tolong deh Ray, sudah umur. Perbaiki hidupmu. Hidup tenang, punya keluarga bahagia dengan banyak anak. Punya istri yang siap menunggumu pulang dari rumah sakit. Bukan main sana-sini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana (END)
RomansaLet's follow my account first . Ketika sebuah surat wasiat mempertemukan kembali keduanya setelah sekian lama. Membuat mereka terikat oleh janji sehidup semati, pernikahan. Sebuah surat wasiat dari sang kakek membuat Raynald Abigail Kuncoro, sang do...