Suara rintik hujan semakin keras, pertanda semakin banyak rintik air yang jatuh ke bumi. Suara guntur mulai terdengar samar-samar jauh diatas sana. Perlahan mata Raynald terbuka, suara berisik diluar sana membuatnya terbangun dari tidurnya. Ia menegakkan tubuhnya. Lehernya terasa sakit. Bagaimana tidak, ia tertidur dengan posisi terduduk dilantai dengan tangan dan kepala di atas ranjang Amora. Bukankah itu posisi tak nyaman untuk tidur? Tapi itu lebih baik. Dengan kesadarannya yang tipis ia menggerak-gerakkan lehernya yang kaku dan pegal sambil melirik ke arah jendela.
"Astaga, pagi-pagi begini sudah hujan"
Ia mengucek kedua matanya. Matanya yang masih buram perlahan dapat melihat jelas. Wanita yang ia jaga semalam tidak ada di atas ranjang. Raynald melihat ke seluruh ruangan. Tidak ada. Ia pun berjalan menuju kamar mandi namun kamar mandi itu kosong.
"Kemana kitty? Apa dia di bawah?"
Dengan segera Raynald keluar kamar dan turun kebawah. Dapur, ruang tv, taman belakang, ruang tamu, sudah dicek dan Amora tidak ada. Raynald mulai resah dan bingung. Ia dengan segera mengecek garasi. Firasat tak enak Raynald benar, motor Amora tak ada di garasi. Raynald melihat ke arah luar rumah. Hujan semakin deras. Ia segera berlari ke atas menuju kamarnya, mengambil smartphonennya lalu menghubungi Amora. Tak diangkat. Berkali-kali Raynald menghubungi tapi tetap tak diangkat. Raynald meraup wajahnya kasar.
"Astaga kemana kau kitty?!"
Dengan segera Raynald mencuci wajahnya dan mengganti pakaiannya. Ia menyambar kunci mobilnya dan berlari keluar menuju mobilnya. Beberapa tempat untuk mencari Amora terfikir dikepalanya. Sambil tetap mencoba menghubungi Amora, ia memacu mobilnya di tengah hujan.
****
Hujan semakin deras membasahi seluruh tubuhnya. Namun Amora tak mempedulikannya. Ia tetap berdiam diri ditempat, terduduk disana. Matanya panas, tetesan air mata dipipinya beradu dengan tetesan air hujan yang jatuh dipipinya. Matanya menatap kosong ke arah makam kedua orangtuanya yang tepat ada dihadapannya. Dinginnya angin dan hujan sungguh tak terasa di tubuhnya. Bibirnya bergetar. Ia tetap tak mempercayai apa yang telah terjadi. Ia menatap lekat salah satu nisan makam yang masih baru. Ia membaca berulang-ulang nama yang ada disana. Ia menutup matanya, berharap nama itu salah. Ia membuka matanya dan membacanya kembali. Tidak, nama itu tidak salah. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, lalu menatap ke atas langit.
"Tuhan, katakan kalau ini bohong? Ayahku tidak Engkau panggil kan?"
Tak ada jawaban, hanya suara gaduh hujan yang terdengar di telinganya. Amora tersenyum miris, ia semakin mempererat pelukannya. Ia kembali menatap kedua makam tersebut. Entah apa yang harus di pikirkannya, kepalanya sungguh kosong. Air mata masih terasa mengalir keluar dari matanya.
Tiba-tiba tetesan hujan berhenti membasahi tubuhnya. Ia menatap ke depannya, tetap hujan. Ia menyadari ada seseorang di sampingnya. Ia mendongak ke atas. Tampak seorang pria berdiri, memayunginya. Ia menatap ke arah Amora dengan tatapan sedih dan tak tega.
"Kenapa kau hujan-hujanan?"
Amora tetap menatapnya dengan tatapan kosong, tak menjawab.
"Amora. Kau mendengarkanku kan?"
"Kak Alaric..."
"Ayo Amora, jangan disini. Nanti kau sakit. Kalau hujan sudah reda kita kesini lagi",ucap Alaric memohon sambil meraih tangan Amora.
"Alaric!"
Alaric melihat ke arah suara yang memanggilnya. Tampak Raynald berdiri disana dengan tubuh yang sudah basah kuyup karena hujan-hujanan. Amora yang menyadari suara tersebut melihat ke arah Raynald. Mata kosongnya bertemu dengan mata Raynald yang nampak sangat marah. Raynald berjalan mendekat, lalu merebut tangan Amora yang masih berada dalam genggaman Alaric.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana (END)
RomanceLet's follow my account first . Ketika sebuah surat wasiat mempertemukan kembali keduanya setelah sekian lama. Membuat mereka terikat oleh janji sehidup semati, pernikahan. Sebuah surat wasiat dari sang kakek membuat Raynald Abigail Kuncoro, sang do...