Amora menggeliatkan tubuhnya pelan. Ia membuka matanya perlahan dan melirik ke arah jam dinding. Sudah pagi. Namun ia tak lantas beranjak dari tidurnya. Ia tersenyum tipis, menatap pria yang tertidur dalam pelukannya.Ya, mereka berdua tertidur sambil saling memeluk di sofa. Raynald tertidur begitu tenang. Wajahnya begitu damai, seolah beban hatinya yang begitu berat kemarin tidak pernah ada.
Senyum Amora memudar perlahan. Satu hal yang menganggu pikirannya sejak kemarin, kenapa Raynald seperti itu? Suatu hal yang begitu emosional tampak Raynald tahan sekuat tenaganya hingga ia tampak begitu menderita. Apa penyebabnya? Sungguh Amora begitu ingin mengetahuinya, mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya. Namun Amora sangat yakin, Raynald tak akan menceritakan apa yang terjadi padanya.
Raynald bergerak pelan, semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher Amora. Nafas Raynald yang terhembus pelan dan hangat terasa di leher Amora. Jantung Amora yang sudah berdetak tak karuan semenjak kemarin kini semakin kacau. Sungguh, bukankah Raynald seorang dokter spesialis jantung? Tapi kini Raynald malah membuat jantung Amora menjadi tidak beres. Amora menggigit bibir bawahnya, menahan perasaannya.
"Mmmmh.... "
Raynald kembali bergerak gelisah, menggenggam erat bahu Amora. Wajahnya yang tenang berubah seketika. Ia mengigau pelan
"Pergi... "
"K.. Kak Ray..? "
"Pergi... Kau bukan ibuku.. Aku tidak punya ibu... "
Amora terdiam mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Raynald. Ibu? Kenapa Raynald mengatakan hal seperti itu? Apa yang sebenarnya terjadi? Kini terdengar isakan pelan dari Raynald. Amora bergerak pelan, mendekatkan wajahnya dengan wajah Raynald. Nampak Raynald menangis dalam tidurnya
"Pergi... Pergi... "
"K.. Kak Ray.. Kakak... "
"Ukh.. Pergi... "
"Kak Ray!"
Raynald membuka matanya, tampak wajah Amora yang kini hanya beberapa senti dari wajahnya memandanginya khawatir. Raynald dengan segera bangun terduduk di sofa. Ia menyentuh pipinya yang basah. Ia pun menyeka kasar pipi dan matanya. Namun air matanya tetap mengalir membasahi pipinya. Tubuhnya gemetar, deru nafasnya begitu cepat. Ia mencengkram lengan atas kirinya dengan tangan kanannya kuat, menahan gemetar tubuhnya. Air matanya tak berhenti mengalir membuta Raynald terus menyekanya kasar.
Amora bangun mendekati Raynald. Saat Raynald kembali hendak menyeka air matanya, dengan tangan yang gemetar, Amora menyeka lembut air mata Raynald. Ia menatap pria dihadapannya khawatir. Entah kenapa gemetar ditubuh Raynald perlahan menghilang saat Amora melakukannya.
"Ja.. Jangan diseka kasar seperti itu kakak. Kalau lecet nanti perih. "
Raynald menatap Amora kesal
"Kenapa kitty? Kau senang melihatku seperti ini sekarang?"
"A.. Aku..tidak mungkin senang melihat kakak seperti ini. K.. Kak..aku khawatir dengan kakak"
"Khawatir? Apa urusanmu sehingga kau khawatir huh?"
Amora hanya diam. Kedua tangannya yang masih menangkup di pipi Raynald perlahan ia lepaskan dari sana. Dengan penuh keberanian, ia menatap mata Raynald, walau seluruh tubuhnya kini gemetar. Karena untuk pertama kalinya ia menatap mata Raynald seperti itu.
"A..aku tahu kakak tidak akan mau menceritakan apa yang terjadi padaku. Aku sadar akan diriku sendiri, aku bukan siapa-siapa bagi kak Ray. Aku hanya wanita yang mengganggu hidup kakak, aku hanya wanita yang menyusahkan kakak. Ta..tapi kak Ray, jika kakak memintaku untuk memeluk kakak seperti kemarin, bahkan meminta hal lainnya jika kakak sedang sedih, aku bersedia kak. Aku hanya ingin membuat diriku sedikit berguna untuk kakak. Aku berjanji aku tidak akan menanyakan atau mencampuri apapun. A.. Asalkan kakak jangan seperti kemarin lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana (END)
RomansaLet's follow my account first . Ketika sebuah surat wasiat mempertemukan kembali keduanya setelah sekian lama. Membuat mereka terikat oleh janji sehidup semati, pernikahan. Sebuah surat wasiat dari sang kakek membuat Raynald Abigail Kuncoro, sang do...