Bab 20 Jangan Menungguku

16.3K 758 37
                                    

Waktu menunjukkan pukul 12, tepat tengah malam. Raynald masih terjaga di mejanya. Ia membolak-balikkan jurnal-jurnal medis terbaru yang harus ia telaah. Matanya tertuju pada setiap kata yang ada di jurnal, tetapi pikirannya melayang entah kemana. Ia menghempaskan kertas-kertas jurnal tersebut ke atas meja, konsentrasinya buyar. Raynald menggeleng pelan sambil memijat keningnya. Matanya kini tertuju pada figura foto putih dengan ukiran indah yang kini sudah dalam posisi berdiri, tidak tertelungkup. Ia memandang lama foto yang ada disana. Sorot matanya meredup, tersirat suatu kesedihan.

Raynald melepas kacamatanya lalu beranjak dari kursinya. Ia mengecek kotak putih berlambang tanda plus berwarna merah dan mengambil sebuah salep dari sana. Ia keluar dari kamarnya lalu berjalan mendekati pintu kamar Amora. Ia tahu, pasti penghuni kamar tersebut sudah tidur, tapi ada perasaan mengganjal di hatinya.

"Kitty...",ucap Raynald sambil mengetuk pintu kamar tersebut

Tak ada jawaban, dan itu memang sudah pasti karena sudah sangat larut malam. Raynald tetap mencoba mengetuk tapi tak ada jawaban. Ia memegang kenop pintu dan memutarnya

"Lho tidak terkunci lagi? Kenapa dia selalu lupa mengunci pintu kamarnya? Dia benar-benar mangsa empuk"

Raynald pun membuka pintu perlahan. Amora tertidur diatas ranjang degan keadaan lampu kamar yang masih menyala. Raynald mendekati Amora perlahan lalu duduk di atas ranjang tersebut. Ia menatap Amora lalu meraih tangannya. Ia pun mengoleskan salep di tangan Amora yang terluka lalu meniup pelan agar salepnya kering. Raynald pun melakukan hal yang sama pada kaki Amora yang terluka.

"Nngggghh..."

Amora mengigau dan menggerakkan tubuhnya, pertanda akan bangun. Raynald dengan perlahan mengelus kepala Amora agar tidak benar-benar bangun.

"Sssssttt....tidur Kitty..."

Amora pun kembali terlelap. Raynald mendesah pelan, merasa lega. Ia menyelimuti Amora dan menatap Amora.

"Mau sampai kapan kau bertahan di sisiku Amora? Kau harus pergi. Tapi bisakah kau pergi tidak dengan Alaric?"

Raynald kembali mendesah pelan. Ia memperhatikan sekeliling kamar Amora. Tampak beberapa bungkus obat di atas meja rias. Raynald pun mendekati meja rias tersebut dan mengambil obat tersebut. Ia memperhatikan bungkusan obat  yang merupakan obat yang diresepkan Hans untuk Amora saat sakit beberapa hari lalu saat Raynald pergi dari rumah. Ia terdiam, merenung sesaat. Ia pun menaruh kembali bungkusan obat tersebut dan keluar dari kamar Amora. Beberapa hari setiap malam, Raynald sering masuk ke dalam kamar Amora. Ia mengoleskan salep ke lengan dan kaki Amora yang terluka tanpa Amora ketahui. Entah mengapa tapi ia merasa bersalah dan harus bertanggung jawab atas luka yang Amora peroleh.

Beberapa hari berlalu, tak ada perbincangan khusus antara Amora dan Raynald jika saling bertemu di rumah. Sarapan pagi dan makan malam pun mereka lalui tanpa perbincangan berarti. Hanya pertanyaan standar seperti mau makan apa, apa mau tambah, atau pertanyaan basa-basi mengenai pekerjaan masing-masing. Raynald menyadari, raut wajah Amora semakin lama semakin sendu, terbersit kesedihan disana. Melihat hal itu semakin membuat Raynald merasakan perasaan yang semakin tak dapat dia deskripsikan.

Dan hari-hari Amora di butik pun tak seperti biasanya karena Alaric selalu mengunjunginya. Alaric selalu membawakan Amora makanan dan bunga. Dan hari ini, Alaric makin menjadi. Kini Amora sudah berada di mobil bersama Alaric. Entah Alaric mau membawanya kemana, tapi Alaric memaksanya untuk ikut.

"K..kak Alaric, kita mau kemana?"

"Hmm...liat saja nanti Mor. Kau pasti suka",ujar Alaric sambil tersenyum

Amora semakin takut dan bingung. Ia ingin sekali turun dari mobil tersebut dan kembali saja ke butiknya walaupun sudah waktu tutup butik.

Mereka pun tiba di sebuah cake shop. Alaric keluar dari mobil, berjalan menuju pintu Amora dan membukakannya. Amora keluar dari mobil dan melihat ke arah cake shop tersebut. Sebuah cake shop dengan desain yang manis dengan nuansa pink.

Renjana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang