BAB 46 Mimpi Yang Menjadi Kenyataan

13.8K 940 163
                                    

Dear readers and silent readers,dont forget to vote. Thanks 💓

1 Februari 20xx, sebuah dataran tinggi di Sumatera Utara

Udara dingin yang tercipta dari kabut tipis begitu menusuk namun menyejukkan. Seorang gadis berambut pendek dengan ikal di ujungnya duduk terdiam di salah satu kursi panjang . Ia menatap area sekitarnya yang ditumbuhi begitu banyak bunga berwarna kuning. Ya, setiap kali pria itu mengujungi tempat ini, ia pasti meminta wanita itu untuk ikut dan meninggalkannya disini. Untuk menenangkan diri, begitu kata si pria pada wanita tersebut.

Sudah hampir dua tahun berlalu sejak Amora memutuskan untuk pergi meninggalkan segalanya, cintanya dan kesedihannya. Ia sudah tak dibutuhkan, bertahan pun tak ada gunanya. Cintanya telah menemui cintanya sendiri, akhirnya. Dan hal itu menandakan bahwa dirinya sudah harus berenti untuk berada di sisinya. Memutuskan untuk pergi, itulah yang terbaik. Ia merekatkan jaketnya erat, mencoba tersenyum sambil memandangi sekelilingnya

"Amora!"

Amora menoleh kearah sumber suara yag memanggil namaya. Seorang pria bersneli dokter mendekatinya sambil berlari kecil dengan senyum lebarnya. Amora pun membalas senyum lebar sang pria tersebut

"Bang Nathan, periksa pasiennya sudah selesai?"

"Sudah. Ah iya ini, bibi itu menitipkan ini untukmu. Katanya ia ingin nona manis bernama Amora memakannya",ucapnya sambil memberikan sebuah bungkusan berisi beberapa buah kue khas berbentuk persegi panjang yang dibungkus daun pisang

"Wah! Benarkah?"

"Iya. Hahaha! Kesukaanmu kan Mor. Mau dimakan sekarang? Mumpung masih hangat"

"Ayo bang!"

Nathan pun langsung duduk di samping Amora, membuka bungkusan tersebut. Tampak uap panas disana, tanda kue tersebut baru saja matang. Nathan pun mengambil satu, membuka sebagian daun pisang yang membungkus kue tersebut dan memberikannya pada Amora.

"Terima kasih bang",ucap Amor sambil tersenyum

Nathan hanya membalasnya dengan senyum lebarnya sambil menahan degup jantungnya yang seringkali tak beraturan setiap kali melihat senyuman Amora tersebut. Amora pun meniup pelan kue tersebut untuk menghilangkan panas dari sana dan memakannya. Nathan pun demikian. Mereka hanya saling berdiam karena serius menikmati kue dari tepung beras berisi gula merah dan kelapa yang bertekstur kenyal itu.

"Bang Nathan?"

"Hm, iya Mor?"

"Apa abang tidak berniat mengambil spesialis?"

Nathan menghentikan aktifitas mengunyahnya tersebut. Ia terdiam. Amora menatap Nathan yang kini hanya terdiam

"Maaf bang kalau aku bertanya seperti ini, tapi menurutku sangat disayangkan kalau abang tidak melanjutkan pendidikan spesialis"

Nathan mendesah panjang. Ia menatap hamparan bunga di depannya sambil tersenyum

"Ah, bagaimana ya Mor? Kau tahu rasanya aku belum bisa"

"Kenapa?"

Nathan menatap Amora, beberapa menit. Lalu ia tersenyum.

"Aku tidak bisa meninggalkan ibu sendirian", ucapnya sambil tetap tersenyum,"Ah kenapa kau bertanya seperti itu hm?"

"A...Ah...Tidak. Hanya saja bang Nathan sangat pintar. Jadi rasanya sangat disayangkan"

"Begitukah? Apa kau tidak merasa takut denganku jika mengenakan ini?",tanya Nathan sambil menunjuk sneli yang ia kenakan

Renjana (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang