Tidur lelap Raynald terusik. Dalam mimpinya yang samar, muncul wajah wanita itu, wanita yang tidak ingin dia ingat seumur hidupnya. Ia terduduk di ujung ranjang, memijat pelan keningnya. Ia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 2 pagi. Ia berdiri dan pergi keluar kamarnya. Tenggorokannya terasa kering dan ia butuh air minum sekarang. Ia menutup pintu kamarnya pelan. Sambil tetap memegang kenop pintu kamarnya, Raynald menatap pintu kamar Amora. Ia perlahan melepas tangannya dari kenop pintu, berjalan perlahan menuju pintu kamar Amora dan memandanginya. Ia meraih pintu kamar tersebut dan memutar kenopnya perlahan.
"Tidak dikunci?"
Raynald membuka pintu perlahan dan melihat seluruh isi kamar tersebut. Ruangan gelap, hanya diterangi lampu tidur. Tampak Amora tertidur di atas ranjangnya tanpa selimut. Raynald semakin menatap Amora yang tertidur dengan lelapnya sambil memeluk sweater miliknya. Ya, sweater milik Raynald yang ia kenakan pada Amora untuk menggantikan jaketnya yang basah kuyup. Raynald berjalan masuk kedalam kamar dan berhenti tepat di samping ranjang, memandangi Amora yang terlelap. Matanya sembab, lagi, dan sudah pasti karena ucapannya lagi. Amora meringkukkan tubuhnya sambil memeluk erat sweater Raynald. Melihat itu, Raynald langsung mengambil selimut dan menyelimuti tubuh mungil Amora. Raynald mendesah pelan dan perlahan keluar dari kamar tersebut.
Matahari mulai terbit mengintip di balik tirai kamar Amora. Matanya yang tertutup kini perlahan terbuka akibat sinar matahari yang mengenai matanya. Amora terduduk dengan kondisi yang masih setengah sadar sambil tetap memeluk sweater Raynald. Seluruh tubuhnya terasa tak enak dan kepalanya sedikit pusing. Bahkan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat pegal. Rasanya ia ingin sekali membaringkan kembali tubuhnya di atas ranjang.
"Aku harus bangun. Aku harus membuatkan sarapan untuk kak Ray"
Raynald sendiri baru bangun setengah jam setelah Amora bangun. Ia segera mandi dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Ia membawa beberapa potong baju dalam tas ranselnya. Setelah semuanya siap, ia pun keluar dari kamar dan turun ke bawah. Saat melewati dapur tampak Amora yang sedang menyiapkan sarapan.
"K..Kak sarapan dulu"
"Sarapan saja sendiri, aku harus pergi sekarang."
Raynald pun langsung pergi begitu saja tanpa menoleh sedikit pun pada Amora. Amora hanya terdiam melihat kepergian Raynald. Ia tahu Raynald masih kesal pada dirinya sejak tadi malam. Amora mencoba tersenyum walaupun dadanya terasa sangat sesak.
"Amora..bukankah ini konsekuensinya. Jadi kau harus terima"
Amora langsung bersiap untuk pergi ke butik. Ia pun menyantap sedikit sarapannya. Entah kenapa tapi semua makanan tersebut terasa pahit di lidahnya.
"Astaga, aku baru ingat motorku belum kembali"
Amora pun meraih smartphonenya, membuka salah satu aplikasi kendaraan online. Namun saat ia hendak memesan kendaraan online tersebut, tiba-tiba bunyi bel tanda seseorang datang berbunyi. Amora segera keluar dan melihat siapa yang datang. Tampak seorang pria dengan wajah khas Jepang yang ia lihat kemarin disana. Amora pun langsung membuka gerbang rumah
"Amora-hime", ujar si pria sambil membungkuk
"Hime?",tanya Amora bingung dalam hati
"Anda Harada-san bukan? Ada apa?"
"Ano..saya kesini untuk membawa motor Anda"
Amora melihat kini motornya terparkir diluar.
"Ah terima kasih Harada-san. Aku benar-benar minta maaf sudah sangat merepotkan"
"Tidak apa-apa hime"
Pria itu pun langsung meminta izin kepada Amora untuk memasukkan motor tersebut di garasi. Setelah selesai pria itu pun langsung pamit pulang. Amora pun segera bersiap menuju butik dengan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana (END)
RomanceLet's follow my account first . Ketika sebuah surat wasiat mempertemukan kembali keduanya setelah sekian lama. Membuat mereka terikat oleh janji sehidup semati, pernikahan. Sebuah surat wasiat dari sang kakek membuat Raynald Abigail Kuncoro, sang do...