09 - Waktu, Berhentilah

1.7K 275 82
                                    

Sejak hari di mana Baekhyun menyadari perasaan Yena, sikap gadis berambut arang itu berubah. Jika sebelumnya Yena-lah yang selalu bisa mencairkan suasana canggung di antara mereka, kini giliran Baekhyun yang harus memutar otak untuk memperbaiki keadaan seperti sedia kala.

Canggung. Dalam pikiran si lelaki Byun, hanya satu kata itulah yang bisa mendeskripsikan apa yang selalu terjadi ketika mereka berpapasan di dalam rumah, tak sengaja menyentuh kulit punggung tangan satu sama lain saat berebut remot televisi, dan lain sebagainya. Mungkin Yena malu, pikir Byun Baekhyun. Tapi, kenapa gadis itu harus malu?

“Eum, Yena-ya…”

Panggilan ragu-ragu Baekhyun sama sekali tak berhasil membuat si pemilik nama tergugah dari lamunannya. Tanpa lelaki tampan itu ketahui, di antara sekian banyak pikiran yang bersarang dan berkecamuk di pikiran Yena, salah satunya adalah tentang cara bagaimana ia bisa cepat-cepat menyatukan kedua orang tuanya sehingga perasaan semacam apa yang dirasakannya kini tak perlu tumbuh semakin besar. Singkatnya, mungkin itulah jalan keluar satu-satunya bagi Yena untuk kembali.

“Aku akan bersikap seolah-olah aku tidak tahu apapun, jadi bisakah kau bersikap seperti biasa padaku? Suasana canggung seperti ini rasanya aneh.” Lanjut si lelaki bersurai cokelat, tak peduli Yena mau mendengar ucapannya atau tidak.

Mereka terduduk di meja makan untuk menikmati makan siang bersama dengan menu yang sebenarnya memang itu-itu saja setiap harinya; ramen bungkusan berkuah pedas yang khas, sejak sesekon lalu. Akan sangat wajar jika bibir Yena terkatup selama menit berselang dan aktivitas makan siangnya belum usai. Tapi, kali ini gadis itu tak tampak berniat untuk mencicipi kuah ramen dalam mangkuknya barang satu seruput pun dan hanya terus larut dalam diamnya bak pahatan patung yang membisu.

“Aku tahu aku tak seharusnya membiarkan tamuku memakan makanan tak sehat seperti ini setiap hari.”

Baekhyun membuang ramen yang belum tersentuh dari mangkuk mereka ke tempat sampah, melihat itu, Yena tahu ia lagi-lagi melakukan kesalahan namun masih tak memiliki keberanian membuka mulut.

Setelah mendengar Baekhyun mengembuskan napas kasar, Yena merasakan tangan kirinya digenggam oleh tangan hangat lelaki itu. Yena menengadah, mendapati Baekhyun yang tersenyum padanya tanpa sedikitpun amarah.

“Kurasa tidak ada salahnya juga jika kita sesekali makan siang di restoran, Nona Yena.”

♥♥♥

‘Apa dia akan terus seperti itu? muncul setiap kali nama Irene disebut-sebut?’

‘Dasar Oh Sehun tak punya malu!’

‘Kenapa stasiun televisi ini harus menjadikan artis bobrok tak bertalenta macam dia sebagai pembawa acara?’

‘Aku yakin, meskipun mereka mengundang model kelas Asia seperti Bae Irene, rating acara itu akan anjlok seketika setelah si Oh Sehun muncul.’

Di depan layar laptopnya, senyum Oh Sehun tampak terukir tipis. Ia baru saja menonton ulang video acara yang dibawakannya kemarin pagi di situs web khusus berbagi video. Salahkan jarinya sendiri yang tak mau diam hingga harus menggulir layar ke kolom komentar di mana netranya hanya mampu menangkap komentar baik untuknya yang bisa dihitung jari di antara sekian banyak komentar buruk yang masih terus bermunculan hingga detik ini.

Tidak apa-apa, Sehun-ah. Kau sudah terbiasa menerima semua ini. Kau tidak perlu merasa sakit hati.

Begitulah Sehun mensugesti pikirannya sendiri setiap kali hal seperti ini terjadi. Toh, perkataan orang tuanya masih lebih tajam dari hujatan orang-orang yang bersembunyi di dunia maya sana. Lelaki berkulit putih susu itu percaya, ia bisa menjadi seseorang yang lebih kuat demi meraih semua mimpi-mimpinya.

ELEVEN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang