Senja hari itu menuntun langkah Baekhyun untuk terus mengikuti ke mana pun Irene melangkah dengan hati-hati. Rasa penasaran yang sangat kuat memaksanya untuk mencari jawaban sendiri mengingat Irene sudah jelas tidak akan mau secara terang-terangan mengajaknya bicara empat mata dengan keadaan gadis itu yang belum mampu mengingat sedikitpun tentangnya.
Langkah kecil Irene tak seimbang dengan langkah besar Baekhyun yang kini hanya berjarak beberapa langkah darinya. Gadis pirang itu terlalu disibukkan oleh rasa was-was yang menyelimuti perasaannya sendiri hingga tak menyadari seorang pria tampan masih setia mengikutinya di belakang sana.
Sebuah hotel berbintang lima ternyata menjadi tujuan si gadis cantik bersetelan sweater dan celana jeans serba hitam. Derap sepatu ketsnya bahkan tak terdengar menimbulkan suara sedikitpun seolah ikut mendukung pemiliknya untuk tak menjadi pusat perhatian orang-orang.
Netra gadis yang sejak awal menutupi kecantikannya di balik topi dan kacamata itu tampak melebar seketika setelah melihat sosok yang seharusnya ia temui di salah satu kamar hotel sore ini malah terlihat melangkah keluar dari lobi utama dengan langkah terburu tanpa seizinnya.
“Oppa!“ panggil Irene pada Sehun, tapi sialnya, suaranya tak cukup keras untuk bisa sampai ke telinga sang kekasih.
BREG!
Sebuah rengkuhan hangat di bahunya akhirnya mampu membuat ia sejenak mengalihkan pandangan ke arah pemuda lain selain Oh Sehun; pemuda yang tak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan kekasihnya namun tetap terlihat tampan dari sisi kiri. Tapi untuk sekarang, ketampanan pemuda itu bukanlah poin pentingnya.
“Ikut aku.”
“Kau siapa?”
Tanpa menjawab pertanyaan Irene, Byun Baekhyun ―si pemuda yang saat ini masih merangkul erat bahu gadis itu sambil terus berjalan menjauh kemudian hanya memberi alasan tanpa berpaling, “Ada beberapa wartawan yang membuntutinya, ini bukanlah waktu yang tepat bagimu untuk bertemu Oh Sehun.”
“Kalau media melihatmu berada di sisi lelaki itu di depan sebuah hotel, seluruh dunia akan tahu kalau kalian tak hanya sekedar berteman.”
“Apa ada media yang mengikutiku juga?” tanya Irene sembari menatap Baekhyun meski Baekhyun tak balas menatapnya.
“Kurasa tidak,” jawab Baekhyun. Lelaki bersurai cokelat itu menoleh kembali ke belakang, ke sisi kiri dan juga kanannya, untuk memastikan. “Wartawan itu belum menyadari keberadaanmu sehingga mereka lebih tertarik untuk terus memperhatikan setiap gerak-gerik Oh Sehun.”
Irene tahu lelaki di sampingnya ini adalah orang asing, tapi entah kenapa langkah kakinya seperti tak mau berhenti menyeimbangi langkah besar lelaki itu. Ketika si lelaki menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil, ia hanya menurut tanpa sedikitpun berniat untuk menolak.
“Kau belum menjawab pertanyaanku,” ucap Irene setelah si empunya mobil duduk di sebelahnya tepat di depan kendali kemudi.
“Pertanyaan yang mana?”
“Namamu.”
Baekhyun terkekeh pelan sebelum akhirnya melayangkan sebuah pertanyaan seraya menatap Irene lekat-lekat, “Sebenarnya ada berapa banyak orang yang kau temui dalam satu hari, Bae Irene-ssi?”
Kening Irene mengkerut. “Kita pernah bertemu?”
“Aku Baekhyun, marga keluargaku adalah Byun, aku anak bungsu dari dua bersaudara dan memiliki seorang kakak perempuan,” ucap Baekhyun dalam satu kali tarikan napas, memperkenalkan dirinya dengan penuh senyuman.
Cara perkenalan Baekhyun tadi ternyata mampu membuat pipi putih mulus gadis pirang itu kini terhiasi oleh semburat kemerahan yang terasa sedikit hangat. Irene bisa dengan mudahnya tertawa dan merasa terhibur hanya karena satu kalimat perkenalan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...