"Cukup terkejut melihat kedatanganku?"
Selangkah demi selangkah, Baekhyun mendekati Yena yang justru melangkah mundur, menjauhinya. Wajah penuh keputusasaan lelaki itu sudah cukup untuk membuat Yena bergemetar hebat, ketakutan.
"BERHENTI BERPURA-PURA TERKEJUT PADAHAL KAU JELAS TAHU WAJAH PUTUS ASA INILAH YANG SELALU DATANG KE TEMPAT INI! MENCARI-CARI KEBERADAANMU SELAMA 2 BULAN, BERHARAP KAU MAU MEMBUKAKAN PINTU BARANG SEDETIK SAJA UNTUKKU!" teriakan Baekhyun seketika saja membuat kaki Yena melemas dan hampir merosot, namun tangan kasar lelaki itu kemudian mendorong Yena sampai tersudutkan ke tembok, memaksa Yena untuk tetap berdiri menghadap ke arahnya.
"APA KAU MENINGGALKANKU KARENA BAJINGAN ITU?! APA KARENA SI BRENGSEK ITU MAMPU MEMBAYARMU LEBIH DARI APA YANG SELAMA INI TELAH KUBERIKAN?! IYA?!"
Slit!
Sebuah pisau lipat dalam genggaman Baekhyun terbuka dan permukaannya yang dingin menempel tepat di leher Yena dalam hitungan sepersekian detik kemudian.
"Maafkan Yena, Appa..." lirih gadis itu, berlinang air mata.
"Ah!" rintihnya ketika pisau lipat tersebut berhasil menggores dan memberi luka kecil di lehernya.
"PERSETAN DENGAN MAAFMU!"
PRAK!
PRAK!
PRAK!
Yena tak kuasa lagi menahan jeritan, memejamkan matanya rapat-rapat kala Baekhyun menancap-nancapkan pisau itu ke tembok samping wajahnya. Salah bergerak sedikit saja, pisau tersebut mungkin sudah merusak wajah sebelah kiri Yena.
"TAK TAHUKAH KAU BETAPA GILANYA AKU SAAT KAU MENGHILANG?! TAK TAHUKAH KAU BAGAIMANA RASANYA KEHILANGAN ORANG-ORANG YANG KAU CINTAI SECARA TIBA-TIBA?!"
Baekhyun menatap Yena dalam-dalam. Mata mereka sudah sama-sama basah tapi oleh kristal bening yang memiliki arti berbeda. Air mata Baekhyun menyiratkan kemarahan, kefrustrasian, serta sakit hati. Sedang air mata yang tak henti-hentinya membasahi pipi Yena seolah mewakilkan rasa bersalah, takut, dan kepasrahan yang bercampur menjadi satu.
"Hancur..." lirih Baekhyun selanjutnya. "Rasanya hancur ketika kau harus ditinggalkan sedangkan kau sama sekali tak tahu dosa apa yang telah kau lakukan hingga takdir sebegitu kejamnya pada dirimu."
"Ah." Baekhyun mengangguk, mencoba menarik kesimpulan sendiri. "Tentu saja kau tidak mungkin bisa merasakannya. Kau pasti dikelilingi orang-orang yang mencintaimu―ah bukan, mungkin lebih tepat jika aku mengatakan kau tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan karena selalu dirimu yang memilih meninggalkan! Bagaimana? Apa aku benar?"
Yena menggeleng lemah. "Yena tahu rasanya sehancur itu, Yena juga pernah ditinggalkan oleh orang-orang terdekat yang Yena sayangi."
"Kalau kau tahu aku akan merasa sehancur itu, lantas kenapa kau masih melakukannya?" lelaki itu menatap Yena dengan tatapan tak percaya. Ya, tak percaya kalau gadis yang ia beri tempat bernaung dari kerasnya hidup di jalanan 3 bulan lalu akan setega itu melukai dirinya.
"Maaf..." lagi-lagi, hanya kata maaf yang sanggup keluar dari mulut si gadis bergaun merah.
Baekhyun menjatuhkan pisau lipatnya ke lantai. Bukan sengaja, melainkan karena otot tangannya yang tiba-tiba melemah.
"Apa kau jatuh cinta pada Oh Sehun?"
Yena menggelengkan kepalanya lagi. Benar, orang yang ia cintai bukanlah paman berkaki panjangnya.
"Lalu? Apa kau benar-benar mencintaiku?" kini, tatapan Baekhyun berganti menjadi tatapan penuh harap. Sebuah pertanyaan yang tak pernah ia tanyakan sebelumnya, pertanyaan yang rasanya tak perlu ia tanyakan sama sekali waktu itu kini terasa amat penting untuk didengar jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Фанфик[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...