“Ladies first,” ucap Sehun, mengulum senyumannya.
Setelah pintu kamar hotel yang dipesannya terbuka, lelaki berkulit putih susu itu mempersilakan Yena untuk melangkah masuk terlebih dahulu. Masih di hotel berbintang lima yang sama, kamar hotel yang seharusnya menjadi tempat pertemuan antara Sehun dan Irene sore hari tadi kini justru beralih fungsi menjadi tempat tinggal sementara si gadis bermanik cokelat sampai beberapa hari ke depan.
“Jadi...” Yena menggantung kalimatnya sebentar sembari mengedarkan pandangan ke seisi kamar yang baginya terlalu mewah untuk ia tinggali atas dasar kebaikan hati orang lain. “Ahjussi menyuruh Yena tinggal di sini?”
Lelaki itu mengangguk. “Kenapa? Apa kamar ini masih terlihat kurang nyaman untukmu?”
Yena spontan merespon pertanyaan Sehun dengan gelengan cepat.
“Bu-bukan begitu!”
Sehun mengangkat sebelah alisnya, seolah bertanya ‘lalu?’.
“Kenapa Ahjussi selalu bersikap baik pada Yena bahkan di saat Ahjussi belum mengetahui siapa diri Yena sebenarnya?” gadis itu melayangkan tatapan seriusnya tepat ke arah Sehun yang seketika saja memperlihatkan barisan gigi-giginya yang rapi, tertawa renyah.
“Memangnya kau siapa, Yena-ssi? Alien? Goblin? Rubah berekor sembilan?”
Gadis yang sedari tadi menginginkan jawaban serius dari Oh Sehun itu akhirnya merengut, menyerah. Paman tampan yang satu itu rupanya memiliki selera humor tersendiri hingga bisa menertawai apa yang menurut orang lain tak lucu sama sekali.
“Ya sudah, aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa, jangan pernah ragu untuk menghubungiku,” ujar Sehun. Yena yang semula sudah ingin berbaring merehatkan tubuh lelahnya seketika kembali bangkit dan menahan tangan Sehun agar tidak pergi.
“Ahjussi akan pulang begitu saja meninggalkan Yena sendirian di sini?”
Yena menggembungkan pipinya, matanya sengaja dibuat berkaca-kaca demi mendapat rasa iba seorang Oh Sehun. “Tak bisakah Ahjussi bermalam di sini juga? Kamar ini masih begitu asing dan terlalu besar untuk Yena tempati sendirian.”
“Kau ini sedang mencoba menggoda imanku, ya?” tanya lelaki itu, memberi tatapan curiga penuh selidik.
“Enak saja!” Yena memukul Sehun tepat di bahu kanannya, sementara si empunya bahu hanya bisa berakting kesakitan sedetik kemudian.
“Yena ‘kan cantik, untuk apa menggoda om-om,” sambung si gadis, memberi penekanan khusus pada kata terakhirnya.
Mendengar gadis itu mengkategorikan dirinya sebagai om-om hidung belang, Sehun merasakan ada bunyi retak di hatinya. Omongan Yena terlalu pedas sampai ingin rasanya lelaki itu menyumpal mulutnya dengan satu kilogram cabai.
“Kenapa tak sekalian saja kau menyebutku kakek-kakek?” raut Sehun berubah datar, terlanjur kesal.
“Mustahil ada kakek-kakek setampan Ahjussi,” ucap Yena santai sambil berjalan menjinjit-jinjit kakinya seperti anak kecil ke arah satu-satunya tempat tidur berukuran besar di kamar itu.
Namun ternyata, ucapan santai Yena tadi tak bisa diterima Sehun secara santai juga. Lelaki tinggi itu kini masih mematung di tempatnya berdiri, dengan semburat kemerahan yang mewarnai kedua pipinya. Memalukan memang, seorang Oh Sehun di umur 21-nya malah tersipu malu oleh gombalan gadis yang belum genap berusia 19 tahun.
“Baiklah, aku akan meminta tambahan kasur satu lagi.”
“Hah? Untuk apa? Kan tempat tidurnya be-” belum sempat Yena menyudahi ucapannya, Sehun bersikap tak mau tahu dengan memotong perkataan si gadis, “Ssst! Aku tidak mau lagi mendengarmu menggoda om-om di luar sana seperti kau menggodaku malam ini! Pokoknya aku akan meminta tambahan kasur pada pihak hotel!”
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...