“Yena sudah berkencan dengan Oh Sehun.”
“A-apa?”
Netra kecokelatan gadis itu bergetar. Kedua tangannya meremas ujung baju, dengan wajah yang sebisa mungkin ia hiasi senyuman lebar.
“Yena memang sudah berniat menceritakan hal itu pada Appa. Sebenarnya … m-mm … sebenarnya―”
Baekhyun mundur satu langkah. Rautnya menunjukkan ketidakpercayaan yang luar biasa. Jelas, sebab masih membekas dalam ingatan kalau Yena pernah secara terang-terangan mengaku padanya bahwa Oh Sehun bukanlah pria yang ia cintai. Lantas, kenapa harus sekarang?
“Ta-tapi … kenapa?”
Yena menengadah, berusaha menahan tetes air matanya agar tidak jatuh begitu saja.
“Yena lebih banyak menghabiskan waktu bersama Sehun Ahjussi ketimbang bersama Appa. Jadi, tidak aneh ‘kan kalau Yena mengatakan cinta Yena pada Sehun Ahjussi akhirnya bisa tumbuh seiring waktu?”
Baekhyun tertegun. Meski dirinya sudah tahu bahwa ia tak boleh memiliki perasaan terlarang pada gadis di hadapannya, hatinya tetap saja patah teramat parah. Segala usaha yang telah ia perjuangkan selama ini untuk mengubah diri semata-mata hanya demi membuat Yena kembali padanya, tapi kini? Apa? Yena … tidak pernah benar-benar kembali padanya lagi seperti di saat dulu sewaktu ia masih menjadi seorang manusia penyendiri.
“Kalau kau bersama Sehun, lalu bagaimana dengan―” kata-kata Baekhyun menggantung sampai di situ. Maniknya tampak membesar sedetik kemudian, seolah baru tersadar bahwa bukan hanya dirinyalah yang paling menderita di sini. Masih ada Byun Joohyun, sang kakak, yang pastinya akan merasa jauh lebih terluka jika mendengar semua omong kosong ini langsung dari mulut si Berengsek Oh Sehun.
“Appa …”
Seperti angin, Baekhyun berlalu meninggalkan Yena tanpa suara. Kilatan kekecewaan serta amarah terpancar jelas dari tatapan dingin tanpa rasa cintanya yang seolah tak lagi dapat menyadari eksistensi Yena di sana. Lelaki itu pergi begitu saja, meninggalkan Byun Yena yang hanya mampu menatap sisa-sisa bayang kehadirannya, seorang diri, dan berlinang air mata yang pasti.
Drrttt… drrrtt…
Ponsel merah muda Yena bergetar cukup lama. Gadis muda itu seperti masih membutuhkan banyak waktu untuk kembali pada realita yang ada. Barulah pada getaran ponselnya yang kesepuluh, gadis itu mengangkat telepon tanpa sedikitpun menatap layar ponselnya lagi.
“Halo?”
“Yena-ya, apa kau tidak apa-apa? Aku sudah meneleponmu berkali-kali, kenapa kau baru mengangkat teleponku?” nada suara Sehun sedikit meninggi, terdengar sangat khawatir di seberang line telepon sana. “Kau baik-baik saja, ‘kan?”
“Halo? Yena-ya? Kau bisa dengar aku?”
“Ahjussi …” panggil Yena, lirih.
“Ada apa? Kenapa dengan suaramu?” tanya Sehun lagi, semakin dilanda perasaan cemas.
“Tolong Yena … Yena benar-benar … membutuhkan Ahjussi sekarang juga,” ujar gadis itu, terisak, menahan tangis.
♥♥♥
Dengan memegang kendali alat canggih seperti pelacak ponsel membuat Byun Baekhyun mudah mengetahui keberadaan seseorang yang ia kehendaki. Dan sebelum petang datang, sosok yang harus ia cari tahu keberadaannya kali ini adalah Irene, atau Joohyun lebih tepatnya. Sudah berulang kali Baekhyun mencoba menghubungi, namun panggilannya tersebut terus berujung ke layanan pesan suara.
Joohyun sedang tidak baik-baik saja. Setidaknya, itu yang Baekhyun ketahui sekarang.
Dan di sinilah akhirnya lelaki berkacamata itu menghentikan laju mobilnya, sebuah gedung perusahaan penyiaran. Mata elang lelaki itu menyipit, berusaha memperjelas penglihatannya yang mengarah ke puncak teratas gedung. Ada seorang wanita di atas sana, yang ia belum dapat ketahui siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...