Yena mendapati dirinya berada di sebuah labirin yang terang benderang, menyilaukan. Ketika matanya sudah bisa beradaptasi dengan cahaya yang ada, ia melihat dua pintu dengan keterangan tahun yang berbeda. Satu pintu di sebelah kanannya bertuliskan tahun 2020, dan satu pintu di sebelah kirinya bertuliskan tahun 2035. Di tengah kebingungan tersebut, Yena mendapati dirinya tak sendirian. Ada seorang bocah lelaki berambut pirang, berbola mata amber (kuning keemasan), juga kulit yang seputih susu berdiri di sampingnya.
Tunggu dulu!
"Bukankah kau anak yang memberiku jam tangan waktu itu?" tebak Yena.
Anak itu tersenyum lebar, seperti merasa senang karena Yena berhasil mengingatnya.
"Kau itu sebenarnya siapa? Kenapa jam tangan yang kau berikan padaku bisa membawaku melintasi waktu ke masa lalu?" Yena mendera bocah itu dengan sekian pertanyaan yang selama ini mengganjal di benaknya. Namun, bukannya memberi jawaban, anak itu malah menawari Yena ingin pergi melihat kehidupan tahun di pintu yang sebelah mana dahulu.
2020 adalah tahun terakhir di mana Yena bisa merayakan ulang tahunnya bersama Baekhyun dan Irene, sedang 2035 adalah tahun terakhir Yena merasakan kehidupan masa depan sebelum akhirnya terlempar ke masa 20 tahun sebelumnya.
"Jadi, Nuna mau masuk ke pintu yang mana?" tanya bocah lelaki itu.
"Aku ingin melihat ayah dan ibuku dulu," jawab Yena.
Karena terlihat begitu ragu, bocah lelaki itu pun menggenggam tangan Yena dan menuntunnya untuk memasuki pintu yang telah ia pilih; tahun 2020.
.
.
.
[Tahun 2020]
Ini sebuah taman bermain. Yena ingat betul, taman bermain adalah tempat yang paling ingin ia kunjungi bersama ayah dan ibunya di hari ulang tahunnya yang ke-4 waktu itu. Sayangnya, hari itu, sang ayah tak mengizinkan ibunya untuk pergi bersama. Sayangnya juga, hari itu, Yena memaksa ayahnya untuk membeli boneka sebelum mereka sampai di tempat tujuan, hingga keinginannya untuk pergi ke taman bermain tak pernah tulus terwujudkan hingga hari di mana ayahnya dieksekusi mati dan meninggalkan sejuta janji yang tak lagi berarti.
Gadis bermanik cokelat itu mengedarkan pandangannya, tak lagi mendapati eksistensi bocah lelaki yang tadi berada di sampingnya.
"Appa..."
Airmata Yena menetes kala netranya menangkap sosok sang ayah yang tengah mengambil potret ke arah komidi putar menggunakan sebuah kamera seraya tertawa begitu lebar. Dengan penuh rasa bahagia, Yena berlari memeluk ayahnya erat-erat.
"Ah, maaf! Anda siapa, ya?" tanya sang ayah, Byun Baekhyun. Raut kebingungan jelas terpancar dari wajahnya.
"I-ini Yena, Appa! Byun Yena! Putri Appa!" jelas gadis itu yang tak bisa menyembunyikan mimik bahagianya.
"Byun Yena? Putriku?"
Yena mengangguk cepat merespon pertanyaan Baekhyun. Lagi, gadis itu memeluk tubuh ayahnya erat namun kali ini sang ayah melepas pelukannya secara kasar.
"Maaf, tapi saya tidak mempunyai putri bernama Yena. Lagipula, anda tampak terlalu dewasa untuk mengaku sebagai putri saya," ujar Baekhyun.
Tak berapa lama setelah itu, seorang anak perempuan yang bukan merupakan diri Yena semasa kecil terlihat berlari menghampiri Baekhyun dan memanggil Baekhyun 'ayah'. Tanpa melayangkan tatapan ke arah Yena untuk kedua kali, Baekhyun berlalu begitu saja dari hadapan Yena dengan menggendong anak perempuan tersebut penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...