"Syukurlah, Ahjussi sudah diperbolehkan pulang," ucap Yena saat menyambut kepulangan Sehun dari rumah sakit.
Sehun tersenyum, bahagia melihat sang istri sudah kembali seperti sedia kala. Tak perlu riasan wajah yang berlebihan, wanitanya sudah terlihat cantik luar biasa. Binar di mata si wanita tampak cerah dan bisa berdiri tegak seraya membalas senyumannya tanpa terpaksa. Ditariknya tubuh Yena ke dalam sebuah pelukan hangat, tidak bisa terlalu erat, sebab perut buncit istrinya kini membuat mereka harus sedikit berjarak.
Dengan sangat gagah, Sehun mengangkat tubuh kurus Byun Yena sambil menaiki beberapa anak tangga menuju kamar seakan-akan bobot wanita yang dicintainya itu tidak begitu berarti. Sesampainya di dalam kamar, Sehun mendudukkan Yena di ujung tempat tidur, menghadap ke arahnya yang kemudian menyejajarkan diri dengan berdiri bertumpu pada kedua lutut.
"Bagaimana mungkin mereka tidak memperbolehkanku pulang? Aku kan sudah hampir mati karena terlalu merindukan kalian," ujar Sehun, lalu mencium perut besar Yena sebelum kemudian ciuman itu beralih ke bibir merah wanitanya.
Saat mereka saling menggenggam, Sehun dapat melihat lagi bekas-bekas luka sayatan di pergelangan tangan Yena yang belum hilang. Detik itu, hatinya seakan ikut teriris. Meski begitu, ia berusaha keras untuk tidak menunjukkan kesedihannya agar tidak merusak suasana.
"Bagaimana keadaanmu dan Bbubbu? Kalian sehat-sehat saja kan selama aku tidak ada?"
Yena mengangguk. Ia lalu berdeham sebentar sebelum kemudian menimpal pertanyaan Sehun dengan suara yang dibuat-buat seperti anak kecil, "Bbubbu dan Eomma baik-baik saja, kok, Appa! Appa tenang saja, walau Bbubbu masih di dalam sini, Bbubbu sudah bisa jadi bodyguard Eomma."
"Keren! Memang seharusnya begitu, Bbubbu-ya!" puji Sehun, bangga, seolah-olah dirinya memang sedang berbicara langsung dengan sang anak. "Terima kasih banyak karena sudah menjaga Eomma!"
"Ahjussi ...." Yena menormalkan nada bicaranya.
"Hm?"
"Lusa hari ulang tahun Appa, kita pergi ke sana untuk ikut serta merayakannya, ya?" pinta Yena.
Itu permintaan mudah. Tega sekali rasanya kalau Sehun sampai berkata tidak. Akhirnya, lelaki tampan itu pun mengangguk, setuju. "Ingatkan aku untuk membeli kado."
"Asyik! Tentu saja, pasti Yena ingatkan!"
♥♥♥
Seyoon menyikut lengan Jonghun. Saat ini, orang tua Oh Sehun itu tengah menikmati makan malam di kediaman sang putra usai mengantarkan sendiri beberapa barang milik putra mereka. Seyoon teramat gemas melihat Sehun dan Yena yang terus menunjukkan kemesraan bahkan ketika makan bersama. Sesekali, Sehun akan menyuapi Yena dengan sedikit bumbu paksaan agar Yena makan lebih banyak. Setiap kali Yena menurut, Sehun akan langsung memberikan kecupan singkat di pipinya.
Asal tahu saja, bakat menggoda Oh Sehun menurun langsung dari seorang Oh Jonghun. Setelah rambutnya ditumbuhi banyak uban, Jonghun enggan bersikap romantis seperti itu lagi. Itulah yang sangat disayangkan Oh Seyoon detik ini.
"Nyonya, album foto ini mau disimpan di mana?"
Seyoon menoleh sinis ke arah seorang pembantu yang dirasa mengganggu makan malamnya. "Kenapa masih bertanya? Bukannya sudah kubilang untuk menaruh semuanya di kamar utama?"
"Ah, maafkan saya. Baiklah, akan saya simpan sekarang."
Belum 3 detik pembantu itu berjalan undur diri, Seyoon memanggilnya lagi.
"Tunggu! Sepertinya album itu berisi foto putraku semasa kecil," begitulah ibunda Sehun menduga-duga. Si pembantu pun menyerahkan album foto yang dipegangnya langsung ke tangan sang majikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...