[Tahun 2015]
"Apa Appa yakin sudah merasa baikan?" tanya Yena pada lelaki bersurai cokelat yang baru saja membantunya berjalan masuk ke dalam rumah. Ya, siapa lagi lelaki muda yang rela dipanggil 'ayah' oleh Yena kalau bukan seorang Byun Baekhyun?
Kening lelaki itu mengkerut, kekehan kecil terdengar kemudian.
"Bukankah seharusnya aku yang bertanya itu padamu?"
Seingat Baekhyun, Yena sendirilah yang jatuh pingsan setelah muntah darah di wastafel kamar mandi semalam. Bagaimanapun usaha Dokter Kim untuk mencoba meyakinkannya kalau Yena baik-baik saja, tetap terselip rasa kekhawatiran yang tentunya tak bisa serta merta Baekhyun tunjukkan langsung di hadapan gadis itu. Karena si gadis terus memaksa meminta pulang sampai mengeluarkan sejuta jurus aegyo, akhirnya, tak ada pilihan lain selain lelaki itu harus menurutinya, mau tidak mau.
Yena menggeleng cepat. "Appa tidak perlu bertanya lagi tentang kondisi Yena. Jadi, Yena yang sekarang harus bertanya. Apalagi, Appa sepertinya tidak diperiksa oleh dokter, kan?"
Tak puas sampai di situ, gadis itu terus mengoceh panjang lebar. Hingga perlahan Baekhyun menyadari, mungkin ini yang dimaksud oleh Dokter Kim. Yena, sama sekali tidak tampak seperti orang yang baru kembali dari rumah sakit karena semangat yang ia tunjukkan sendiri dalam kecerewetannya.
Jika mungkin bagi Baekhyun, mimisannya semalam bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan, lain halnya dengan Yena. Yena berpikir, kejadian ayahnya yang tiba-tiba mimisan tanpa sebab semalam saling berkaitan dengan kejadian mimisannya di toko jam tempo hari. Hanya saja bedanya, kejadian di toko jam yang menimpanya tak separah semalam dan mungkin juga tak menimpa Baekhyun saat itu. Ingatan-ingatan tersebut akhirnya berujung pada sebuah konklusi; ini adalah peringatan, di mana otak Yena masih tak mampu memahami alasan di balik mengapa itu semua bisa terjadi, secara berturut-turut.
Ini pukul 7 pagi. Udara di dalam rumah masih terasa segar bekas terguyur hujan yang cukup lama semalam. Yena duduk di sofa depan televisi yang baru saja ia nyalakan, sementara Baekhyun pergi ke kamarnya untuk kembali menyegarkan tubuh dengan mandi air dingin.
Sebuah iklan taman rekreasi seketika saja menarik perhatian Byun Yena. Iklannya cukup singkat, berkisar 1 menit saja. Tapi memori yang berputar dalam benak gadis itu nyatanya lebih lama menguasai dirinya. Memori 15 tahun lalu; di mana seorang gadis kecil begitu bersemangat ingin pergi ke taman bermain itu setelah merayakan ulang tahun yang ke-4 bersama orangtuanya.
Ya, itu keinginan Yena 15 tahun lalu, yang bahkan sampai detik ini pun tak pernah dapat terwujudkan.
Yena bangkit, melangkah menuju kamar Baekhyun tanpa mengetuk terlebih dulu. Baekhyun berdiri di dekat jendela, sudah memakai pakaian yang memang biasa dikenakan lelaki kebanyakan sehari-hari, dengan rambut cokelat yang masih basah.
"Appa..."
"Hm?"
"Yena ingin mandi," ucap gadis itu yang langsung disahuti oleh sang ayah,
"Kau mau pakai kamar mandiku? Silakan saja, Yena-ya."
Si gadis menggeleng, pandangannya terus tertuju lurus ke arah Baekhyun.
"Yena ingin Appa yang memandikan Yena."
Spontan saja lelaki itu melongo untuk sesaat, sibuk mencerna kata-kata gadis yang berdiri tak jauh di depannya. Tampang Yena begitu serius sampai-sampai Baekhyun tak yakin bisa menolak keinginan gadis itu atau tidak.
"Maaf," ucap si gadis setelah beberapa detik berselang dalam hening. "Aku tiba-tiba saja merindukan masa kecilku, masa di mana aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama ayahku ketimbang bersama ibu." Yena tampak kesulitan mengontrol emosi, meski sudah sekuat tenaga menahan tangis, setetes air mata tetap mengalir begitu saja dari sudut matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Фанфик[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...