"Hyung Ahjussi, kau percaya adanya mesin waktu?"
"Tentu."
"Mengapa kau bisa percaya?"
"Karena selain dirimu, pernah ada seseorang lain yang juga mengaku padaku kalau dirinya datang dari masa depan."
Sudah lebih dari 10 menit, Yena terus mengusapkan busa pada satu piring yang sama. Meski dirinya kini tengah berada di dapur rumah sang ayah, pikirannya tidak ikut hadir di sana. Benak Yena masih terjebak pada pengakuan Manajer Hyung beberapa hari yang lalu tentang keterlibatan pria itu dalam suatu kejadian di luar nalar yang selama ini Yena pikir hanya terjadi pada dirinya seorang.
"Siapa? Seseorang lain selain Yena yang mengaku pada Hyung Ahjussi kalau dirinya datang dari masa depan ... siapa dia?"
"Pokoknya ada. Toh, kalau kau kuberi tahu siapa orangnya pun, kau tidak mungkin mengenalnya. Dunia masa depan 'kan luas."
"Kau belum selesai?"
Pertanyaan dari seseorang di belakang membuat gadis itu terperanjat, kontan saja, piring yang sedari tadi dicucinya lolos dari genggaman dan pecah berserakan di lantai.
"Ah, maafkan Yena, Appa!"
Seseorang yang tadi mengejutkan Yena, Byun Baekhyun, hanya berdiri memerhatikan putrinya yang sibuk membersihkan pecahan piring tanpa ada sedikit pun niat untuk membantu. Tidak, niat pasti ada. Sayang, niat baik itu harus tertahan oleh rasa sakit yang hingga detik ini masih dipendamnya.
Rahasia yang selama ini Baekhyun sembunyikan dari Irene mengenai jati dirinya kini sudah terungkap. Sejak perpisahan malam itu, Irene tidak pernah mau mengangkat telepon darinya lagi atau sekadar memberinya kabar lewat sebuah pesan singkat.
Irene mungkin sedang terlalu disibukkan oleh pekerjaan, juga kabar mengenai pembatalan rencana pernikahannya bersama Oh Sehun yang perlahan tapi pasti dapat tercium oleh media.
Tapi, lebih daripada itu, Baekhyun justru takut. Baekhyun takut Irene menghindarinya bukan karena alasan-alasan tersebut di atas. Baekhyun amat takut, Irene begitu berusaha keras menjauhinya karena kebenaran yang tempo hari ia ungkap sendiri. Kebenaran yang tidak dapat diterima sama sekali, bisa saja membuat siapa pun berakhir tak percaya, bukan?
"Ahh!" Yena menjerit tertahan kala jari manisnya tergores pecahan beling. Baekhyun yang melihat Yena terluka lantas bergerak cepat menarik gadis itu untuk duduk di kursi makan, sementara dirinya pergi mengambil kotak obat sebagai pertolongan pertama.
"Yena tidak apa-apa kok, Appa," aku si Gadis Byun agar Baekhyun berhenti khawatir. Tapi, di situasi seperti ini, jelas bukan Byun Baekhyun namanya kalau tidak merasa khawatir sedikit pun pada gadis yang ia cintai—ah, ralat, maksudnya pada gadis yang mengaku sebagai putrinya sendiri.
Sambil mengobati luka Yena, Baekhyun terus mengukir senyum namun dengan air muka yang menyiratkan perasaan berkebalikan.
Yena yang menyadari sesuatu mungkin telah mengganggu pikiran ayahnya kemudian melempar tanya, "Ada apa? Apa yang terjadi?"
"Aku hanya ... teringat akan sesuatu," jawab Baekhyun. Bayangan kenangan manis yang dulu pernah terjadi antara dirinya dan gadis itu melintas begitu saja seolah tak mengerti situasi dan kondisi.
"Aku penasaran, mungkinkah kau masih sama seperti yang dulu?"
Kening Yena mengernyit, tak paham.
Baekhyun membereskan kotak obat usai mengobati jari manis sang putri. Seperti membutuhkan penjelasan lebih, putrinya itu terus mengekori ke mana pun Baekhyun melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEVEN ELEVEN
Fanfiction[Sequel of 'BATHROOM'] Yena merasa hidupnya tidak akan pernah berjalan mulus jika orang-orang terus mengaitkan dirinya dengan masa lalu kelam sang ayah yang tak lain merupakan seorang pembunuh. Meski 14 tahun telah berlalu sejak sang ayah tercinta d...