31 - Gadis Berbahaya

1.1K 242 70
                                    

Selama setengah jam di dalam mobil, baik Baekhyun maupun Yena sendiri, belum ada yang memulai percakapan apa-apa sejak kepulangan mereka dari pesta ulang tahun Irene. Keduanya larut dalam hening, sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing.

Baru beberapa saat kemudian, Yena berani membuka mulut, mencoba mengungkapkan pertanyaan yang selama ini berputar dalam benaknya.

“Apa Appa benar-benar sudah percaya sepenuhnya bahwa Yena adalah putri Appa?”

Baekhyun tampak terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab ragu, “Aku tidak tahu.”

Gadis berlensa cokelat itu tersenyum tipis. “Kalau begitu, tidak apa-apa. Yena hanya ingin berterima kasih, sebab tadi Appa sudah mau mengakui Yena di depan Eomma.”

“Yena masuk, ya?”

“Tu-tunggu, Yena-ya!”

Yena menatap Baekhyun dengan tatapan bingung, seolah melempar tanya, ‘ada apa lagi?’.

“Bolehkah aku menginap di rumahmu malam ini?” tanya si Lelaki Byun, lalu menelan saliva saking gugupnya.

Senyum gadis itu mengembang. Ia tertawa kecil sambil menimpali pertanyaan sang ayah, “Tentu saja boleh.”

Karena jawaban hangat dari Yena, suasana mulai terasa cair. Meski masih ada sedikit rasa gugup yang mendera batin Byun Baekhyun, rasa gugup tersebut tak lagi separah sebelumnya.

Yena membawa sang ayah masuk ke dalam rumah sewanya. Ini adalah kali pertama Yena menerima seseorang untuk menginap di rumah sempitnya tersebut. Bahkan Oh Sehun pun tak pernah berani meminta untuk menumpang tidur semalaman di rumahnya mengingat ukuran rumah itu yang dinilai terlalu kecil sehingga akan membatasi ruang gerak Yena sendiri.

Sesaat setelah gadis cantik itu selesai mengganti jaket yang dikenakannya dengan lingerie, seketika ia teringat kalau jaket kulit nan hangat tersebut adalah milik paman berkaki panjangnya yang lupa ia kembalikan.

“Astaga, kalau jaket ini ada pada Yena, lalu Ahjussi bagaimana? Apa Ahjussi membawa jaket lain agar tidak kedinginan, ya?” gumamnya, khawatir setengah mati.

Gumaman pelan Yena ternyata tertangkap oleh indra pendengaran tajam Byun Baekhyun. Lelaki itu berdeham, menyamankan tenggorokannya yang tercekik. “Saat sedang bersamaku, tak bisakah kau sebentar saja tidak mengingat lelaki lain?”

“Memangnya kenapa, Appa? Oh Sehun bukanlah lelaki lain, dia sudah Yena anggap seperti paman Yena sendiri yang selalu ada di kala Yena membutuhkannya. Tidak bolehkah Yena mengkhawatirkan paman Yena sendiri?” Gadis itu bertutur panjang lebar, namun Baekhyun tetap memasang wajah seakan malas mendengar semuanya.

Baekhyun kini berdiri di depan Yena. Yena menganggap dirinya tak lebih dari seorang ayah. Begitupun dengan lelaki berengsek yang tadi ia lihat sedang mencium kakaknya. Tidak ada satupun dari mereka yang Yena anggap layaknya seorang pria di mata wanita. Tapi, kenapa rasanya begitu sakit saat ia benar-benar menyadari semua itu?

“Kau biasa tidur di mana?” tanya Baekhyun, mengalihkan fokus pembicaraan.

“Karena tidak ada ruang lain lagi, ya, Yena tidur di sini,” ujar si Gadis Byun, cengar-cengir. Gadis itu lalu meraih kasur lantai yang semula ia lipat di atas lemari kayu dan menghamparkannya.

Mendadak keadaan berubah menjadi hening, hanya terdengar suara jangkrik dan suara napas dari lubang hidung kedua insan di ruangan itu.

“Ah, aku tidur di lantai saja kalau begitu,” ucap Baekhyun.

Kasur lantai yang Yena punya sepertinya tidak akan cukup untuk ditiduri oleh dua orang. Hal itulah yang kemudian membuat keduanya sama-sama terdiam mengamati ukuran si kasur lantai yang amat terbatas.

ELEVEN ELEVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang