"Ketika rasa nyaman itu telah hadir maka perasaan yang lainpun akan turut hadir. Entah itu bahagia atau akan membuat seseorang tersakiti akhirnya."
Jam istirahat masih lama, karena Aliya merasa bosan dikelas dan tidak ada yang menemaninya berbicara akhirnya dia memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar sekolah. Aliya memutuskan ke kantin untuk menyusul Vallen tapi ketika sampai disana dia tidak melihat keberadaan Vallen di sana.
Aliya berjalan menyusuri sepanjang koridor untuk mencari keberadaan Vallen tapi tetap saja dia tidak menemukannya. Aliya berjalan menyusuri koridor sambil bersenandu pelan.
Dari kejauhan Aliya melihat taman kosong. Dan Aliya memutuskan untuk duduk sebentar disana sambil menikmati angin yang sejuk.
Langkah Aliya membawanya ke taman belakang sekolah. Aliya melihat sekelilingnya, tamannya Indah dan di sana ada bangku kecil di bawah pohon. Memang setahunya jarang ada yang sering ke taman ini karena letaknya yang cukup jauh dari keramaian dan karena memang ada taman yang berada di samping lapangan utama yang lebih besar dari taman ini.
Aliya melangkahkan kakinya ke bangku yang berada di bawah pohon tersebut. Setelah sampai dia mengeluarkan handphone-nya dan menghubungkannya dengan earphone.
Angin yang berhembus sepoi-sepoi menerpa wajah Aliya. Aliya memejamkan matanya menikmati angin yang mengenai wajahnya. Rasanya damai, Aliya memang tidak menyukai tempat yang ramai dia lebih menyukai tempat yang tenang.
Aliya menundukkan badannya di sebuah kursi dan mengamati pemandangan di sekelilingnya.
Aliya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Terkadang Aliya mengikuti alunan lagu yang didengarnya.
Sementara Aliya yang sedang menikmati melodi dan angin yang menemaninya tiba-tiba seseorang datang menghampirinya.
"Hai!" Orang itu menyapa Aliya dan duduk dibangku yang sama yang sedang Aliya duduki.
Merasa dipanggil Aliya menengok ke arah suara tersebut. Aliya diam mengamati seseorang yang ada di sampingnya karena dia belum pernah melihat orang itu sebelumnya.
"Aishh, jabat kali cepat. Pegel nih tangan digantung kelamaan." Ucap orang tersebut sambil tersenyum kepada Aliya.
Aliya yang tersadar langsung menjabat tangan orang tersebut.
"Eh maaf." Aliya cengengesan karena merasa tidak enak "Em nama aku Aliya. Kamu siapa?"
"Ah nggak masalah. Nggak usah minta maaf lagian inikan belum lebaran. Kenalin nama gue Zio. Lengkapnya sih Zio Alfrendio."
"Lo ngapain disini? Sendiri lagi kayak jones aja." Sambung Zio.
Entah kenapa walaupun baru kenal, Aliya merasa nyaman berada di dekat Zio, mungkin karena Zio orangnya ramah, itu menurutnya.
"Nggak papa cuma kebetulan lewat aja." Balas Aliya.
Zio menganggukkan kepalanya "Jarang banget ada yang ketaman ini mungkin karena letaknya yang jauh dan sudah ada taman yang lebih luas. Padahal sayang banget taman ini nggak kalah indah dari taman yang baru."
"Lo anak pindahan kan? Soalnya lo nggak pernah gue lihat sebelum ini." Tebak Zio.
"Iya." Aliya menjawab dengan senyum dibibirnya.
"Lo pindahan dari mana?"
"Aku pindahan dari Bandung. Em kamu ini kelas berapa? Kok aku nggak pernah liat kamu dikoridor kelas 11?" Tanya Aliya karena selama beberapa minggu dia sekolah di sini ia tidak pernah melihat Zio sebelumnya.
"Hahaha. Ya iya lah lo nggak pernah liat gue. Gue kan kelas 12."
"Ah pantesan. Memang kak Zio jurusan apa?"
"Mmm, gue masuk kelas akselerasi."
Aliya melongo "Wah berarti kakak pinter dong. Kapan-kapan kalau Aliya nggak bisa ngerjain tugas boleh dong minta ajar. Hehehe." Aliya terkagum karena mengetahui bahwa Zio yang baru dikenalnya ini ternyata murid yang pandai, oh bukan sangat pandai tepatnya karena setahunya hanya murid yang ber IQ tinggi saja yang bisa memasuki kelas tersebut.
Zio terkekeh mendengar pujian dari Aliya "Lo bisa aja sih. Tapi nggak apa sih kalau lo mau minta ajar. Pasti gue bakal bantuin kok." Ucap Zio sambil tersenyum.
Aliya dan Zio terlihat sangat menikmati obrolannya bahkan sesekali mereka tertawa, entah itu karena kekonyolan Zio ataupun karena kekonyolan yang dibuat oleh Aliya.
"Kakak ternyata ramah ya. Aku kira tadi kakak itu orangnya jutek." Tanya Aliya dan mengedarkan pandangannya ke seliling taman.
"Don't judge a book by the cover." Jawab Zio dan ikut mengedarkan pandangannya. "Memang sih banyak yang bilang gue juteklah, sombong lah. Tapi aslinya nggak kok. Gue cuman males aja berinteraksi sama orang asing."
"Mereka yang suka mengomentari lo bukanlah orang yang mengenal lo, tapi itu membuktikan bahwa mereka tidak mengerti akan diri lo. Itu menurut gue." Sambung Zio.
"Emang sih terkadang orang yang banyak membicarakan tentang kita nggak selamanya dia kenal baik dengan kita. Jadi nggak seharusnya kita terlalu memikirkan omongan yang nggak bener dari mereka." Balas Aliya.
"Kak Zio tadi bilang malas berinteraksi dengan orang asing. Kok kak Zio ngobrol sama Aliya?" Tanya Aliya sambil mengkerutkan keningnya.
"Nggak tau juga kenapa. Untuk melakukan sesuatu terkadang kita tidak harus membutuhkan alasan yang spesifik. Bener kan?" Aliya menganggukkan kepalanya.
"Kak Zio bahasanya quotes banget sih. Apa itu karena pengaruh IQ yang kebanyakan ya?" Tanya Aliya dengan wajah polosnya.
Zio yang mendengar pertanyaan Aliya hanya terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya.
"Ngomong-ngomong lo kenapa pindah ke Jakarta? Bukannya di Bandung Indah banget ya pemandangannya?" Tanya Zio dan mengalihkan perhatiannya ke arah Aliya."Aku pindah ke Jakarta karena mama aku pengen ngehendel langsung butik yang ada di Jakarta. Trus kata mama pengen suasana baru aja."
"Oh gitu. Padahal kalau liburan gue suka loh liburan ke Bandung. Gue seneng aja di sana. Suasananya tenang nggak kayak disini kendaraan dimana-mana."
Aliya tersenyum kepada Zio "Boleh dong kalau gitu, kalau aku ke Bandung aku bakal ajak kak Zio ke tempat favorit aku. Dijamin kak Zio pasti seneng deh." Aliya berbicara dengan antusias bibirnya masih mengembangkan senyuman.
"Wah boleh tuh. Kapan-kapan anterin gue bisa lah." Aliya menganggukkan kepalanya dan Zio mengacak poni Aliya dengan gemas.
Aliya tertawa karena perlakuan Zio. Dia jadi teringat ayahnya. Ayah Aliya senang sekali mengacak rambut Aliya. Aliya jadi merindukan ayahnya.
Tanpa mereka sadari tidak jauh dari tempat mereka duduk ada seseorang yang tersenyum miris melihat keakrapan antara Aliya dan Zio tersebut.
"Semoga lo selalu tertawa kayak gitu. Walaupun bukan gue alasan lo tertawa. Dan gue harap lo selalu bisa bahagia meski bukan gue sumber kebahagiaan lo." Batin orang tersebut sambil pergi menjauh dari taman. Menjauh dari kedua orang yang sedang berbagi kebahagiaan itu, sedang dirinya membawa sesak bersama dengan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...