Banyak yang berubah semenjak kejadian ditaman, Aliya dan Zio menjadi lebih akrab. Banyak siswi yang cemburu kepada Aliya karena bisa dekat dengan Zio. Maklum saja siapa cewek yang tidak iri saat melihat cowok yang marupakan idaman sekolah bisa dekat dengan cewek yang biasa saja.
Saat jam istirahat Aliya dan Zio sering menghabiskan waktu bersama di taman yang berada di halaman belakang sekolah. Entah itu sekedar bersantai atau Zio akan mengajarkan tentang materi yang Aliya belum kuasai.
Selama mereka dekat tak jarang Zio mengantar Aliya pulang meskipun awalnya Aliya menolak tapi bukan Zio namanya jika gagal untuk membujuk Aliya.
Selama berbulan-bulan belakangan ini memang banyak yang terjadi pada Aliya. Aliya juga merasa lebih nyaman berada di sekolah ini ketimbang sekolah lamanya.
Selain itu hubungan Aliya dan teman-teman sekelasnya pun sudah lebih akrab. Aliya tidak pernah malu-malu lagi bergabung dengan mereka. Tapi dibalik semua itu masih ada satu hal yang tetap sama dari awal dia masuk. David, ya David masih sering mengacuhkan keberadaan Aliya, meskipun mereka duduk bersebelahan David jarang sekali untuk menanggapi apapun yang Aliya lakukan, walau begitu Aliya tidak pernah memusingkannya.
Dia akan selalu berusaha mendekati David karena dia yakin dibalik sifat acuhnya itu pasti dia memiliki sifat yang hangat dan ramah. Walaupun bukan saat bersama Aliya sifat itu ditunjukan.
Aliya memasuki gerbang sekolahnya dengan bahagia karena kemarin mamanya berjanji akan mengajaknya berlibur ke Bandung menemui neneknya disana.
Langkah Aliya terhenti saat suara seseorang menyapanya. “Pagi Yaya.”
Aliya menolehkan kepalanya ke samping dan melihat Zio yang baru datang dan tersenyum ke arahnya.
Zio memang selama ini lebih memilih memanggil Aliya dengan sebutan “Yaya” katanya biar lebih manis.Aliya menunggu Zio yang turun dari motornya dan tersenyum. Zio menghampiri Aliya sambil merangkul pundak Aliya untuk berjalan bersama.
“Selamat pagi juga” Balas Aliya saat Zio sudah berada di sampingnya.
“Kok hari ini kelihatannya Yaya bahagia banget. Kenapa? Lagi jatuh cinta ya. Cieeee.” Zio menggoda Aliya sambil mencolek dagunya. Menggoda Aliya merupakan hobi Zio belakangan hari ini. Ntah kenapa ada kebahagiaan sendiri ketika melihat pipi Aliya yang bersemu merah karena godaannya. Dan saat Aliya terlihat malu-malu itu adalah hiburan tersendiri untuknya.
“Ah kak Zio apaan sih. Aku itu bahagia karena weekend nanti Aliya mau ke Bandung ketemu nenek. Aliya udah kangen kuadrat sama nenek soalnya selama pindah ke Jakarta Aliya belum ketemu lagi sama nenek.” Bela Aliya dan mengembungkan pipinya tapi tak lama senyum kembali menghiasi wajah Aliya.
Meski sudah sering Zio melihat senyum di wajah Aliya entah kenapa dia selalu terpukau dengan senyum itu. Senyum tulus dan kebahagiaan selalu terpancar dari senyum itu.
Sehari saja Zio tidak melihat senyum ceria Aliya seakan ada yang kurang baginya. Entah kenapa walaupun belum terlalu lama waktu bagi mereka bersama tapi keberadaan Aliya membawa perubahan besar di hidup Zio.
Hari-hari Zio yang pada awalnya datar seakan berubah drastis ketika kehadiran Aliya. Aliya membawa berjuta-juta warna dihidupnya yang terkesan hitam-putih itu.
“Syukur deh lo nggak lagi jatuh cinta karena dengan gitu masih ada peluang buat gue masuk dihati lo.” Gumam Zio pelan.
“Kakak bicara sesuatu?”
“A,,ah ng,, nggak. Lo salah dengar kali.” Zio menggaruk tengkuknya canggung karena hampir saja Aliya mendengar ucapannya barusan.
Aliya mengangguk dan tersenyum cerah ke arah Zio.
“Gue selalu suka saat liat lo senyum. Gue nyaman saat di samping lo. Dan jantung gue serasa lari maraton saat gue disamping lo. Apa mungkin gue jatuh cinta sama lo? Secepat ini?” Zio menggelengkan kepalanya berusaha untuk menyingkirkan pikiran yang sempat hinggap dikepalanya tersebut.
Aliya dan Zio berjalan bersama di sepanjang koridor. Selama perjalanan banyak siswi yang cemburu bahkan iri dengan Aliya.
Aliya yang notaben anak baru saja sudah bisa dekat dengan Zio si pangeran sekolah. Sedangkan mereka jangankan dekat bicara saja dirasa mustahil.
Tak sedikit yang mengatai Aliya dengan kata-kata yang buruk karena mereka merasa Aliya tidak pantas untuk berdekatan dengan Zio tapi banyak juga yang memuji mereka karena Aliya dan Zio terlihat cocok sebagai pasangan.
Aliya berpisah dipembelokan koridor karena arah kelas sebelas dan dua belas berlawanan arah. Saat berpisah Zio melambaikan salah satu tangannya dan mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Aliya. Aliya yang merasa geli dengan tingkah Zio hanya tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya.
Aliya memasuki kelas dengan senyum di wajahnya. “Assalamualaikum.” Salam Aliya dan berjalan menuju ke bangkunya.
“Cieee. Yang pagi-pagi udah disamperin gebetan. Bahagia banget kayaknya.” Goda Vallen dan mencolek-colek pipi Aliya.
Aliya yang digoda seperti itu tidak bisa menyembunyikan pipinya yang memerah.
“Aihhhh. Blushing segala lagi. Ehemm kayaknya bakal ada yang nggak jomblo lagi nih.” Sambung Vallen.
“Ih Vallen apaan sih jangan gitu. Ntar banyak yang salah paham. Aku sama kak Zio itu cuman temenan.”
“Maka dari itu. Buih-buih cinta itu bermula dari temenan, setelah itu merambat ke rasa nyaman dan akan tumbuh bunga-bunga cinta bermekaran.” Vallen duduk disamping bangku Aliya dan menopang wajahnya dengan kedua tangannya sambil menghayalkan hal-hal romantis.
“Tapi yah kalau lo pacaran sama kak Zio ntar banyak fans lo dan fans nya kak Zio yang potek-potek dong hatinya.” Racau Vallen dan memfokuskan arah pandangannya ke arah Aliya.
“Ih kok kamu ngomongnya malah ngelantur sih. Siapa juga yang mau pacaran. Orang kenal aja baru beberapa bulan. Masa langsung ada rasa cinta sih.” Aliya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Vallen yang sudah terlalu jauh.
“Lo itu belum berpengalaman Aliya sayang. Kan ada tuh biasa di cerita-cerita novel yang mengatakan "cinta pada pandangan pertama". Nah sapa tau itu bakal kejadian sama lo. Kan kita nggak tau.” Vallen mengedipkan matanya berusaha menggoda.
“Kamu dari tadi ngebahas tentang cinta-cintaan emang kamu udah pernah pacaran?” Tanya Aliya.
“Ye jangan pandang remeh gue. Gini-gini gue berpengalaman tau. Ya walaupun gue belum pernah pacaran juga sih.” Vallen terkekeh diakhir ucapannya. Emang sih Vallen belum pernah pacaran sebelumnya tapi bukan berarti dia tidak tahu masalah seperti itu kan. Sebelumnya juga Vallen mempunyai teman yang rata-rata sudah memiliki pacar jadi dia bisa mengambil pelajaran dari sana. Pengalaman adalah guru terbaik kawann..
Sedangkan Aliya yang mendengar ucapan Vallen hanya menghembuskan napasnya. Heran dengan kelakuan Vallen yang kadang-kadang bisa bijak, tapi jika gilanya kambuh maka ahli kejiwaanpu tidak akan sanggul menyembuhkannya. Oke lebay.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Assalamualaikum.
Terimakasih ya yang sudah menyempatkan baca cerita saya.😊Maaf kalau ada kesamaan tokoh, latar, dan sebagainya. Ini murni karangan sendiri kok. Kalau ada kesamaan berarti kita sepemikiran.
Cieee. 😁Semoga terhibur dengan ceritanya. Kalau ada masukan silahkan aja, saya juga masih dalam proses belajar.
Salam kenal... 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Ficção AdolescenteAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...