Untung saja bel masuk berbunyi di saat yang tepat jadi Aliya bisa pergi dari lapangan basket tanpa harus susah payah membuat alasan kepada David.
Setiba dikelas Aliya langsung duduk di bangkunya untuk menunggu guru mata pelajaran masuk. Saat David masuk ke kelas Aliya di buat kikuk dan salah tingkah karena memikirkan kejadian di lapangan basket tadi. Untuk apa David harus pergi ke sana dan kenapa dia tidak langsung menuju ke kelas bersamaan dengan Rio dan Rian yang sudah ada di kelas sejak tadi.
Vallen yang melihat kelakuan Aliya yang seperti maling ayam yang takut di tangkap menegurnya mumpung guru belum masuk.
“Aliya, lo kenapa kok duduknya tegang banget emang mau ada ulangan mendadak ya?”
David yang baru saja akan duduk sempat bertemu pandang dengan Aliya dan Aliya yang terlebih dahulu mengalihkan pandangannya.
“Hah? E-enggak kok nggak ada ulangan mendadak.”
“Ya terus kenapa lo grasak grusuk dari tadi?”
Aliya cengengesan dan menggelengkan kepalanya “Enggak kok, hehe.”
“Aliya lo nggak cacingan kan?” Rio langsung berdiri dari tempatnya dan menghampiri Aliya.
“Cacingan? Enggak.” Aliya menggelengkan kepalanya karena pertanyaan dari Rio.
“Kalau gitu pasti bangku lo ada yang nancepin paku ya?”
Aliya mengerutkan dahinya dan kembali menggeleng karena memang bangkunya tidak apa-apa.
“Alhamdulillah, syukur deh gue kira ada yang usilin lo. Kalau butuh bantuan hubungi gue aja ya jangan sungkan gue siap 24 jam buat lo.” Rio tersenyum lebar dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Aliya.
“Eh kuda lumping buruan sini lo, gue butuh temen buat ngalahin nih musuh. Buset gue di kroyok. Cepetan!” Senyum cerah Rio langsung musnah mendengar panggilan dari sahabat laknat tapi kesayangannya itu. Tapi tak urung juga Rio segera berlari ke bangkunya dan kembali memainkan gamenya bersama Rian.
Tak lama guru pun masuk ke kelas tetapi Rio dan Rian belum juga sadar karena terlalu asik bermain game di ponselnya.
“Kucrut bantuin gue, gue dikejar nih.” Rio berteriak tanpa mengetahui kalau guru sudah ada di dalam kelas.
Rian yang merasa aneh karena kelas yang mendadak sepi melihat sekitar dan langsung meletakkan ponselnya ketika melihat Pak Dani yang sudah berdiri sambil menatap tajam Rio.
“Ahhhh. Kenapa lo nggak bantuin sih mati nih gue.” Rio belum juga sadar padahal seluruh murid sudah melihat ke arahnya dan sedari tadi Rian sudah memberikan kode ke Rio.
“Ekhem.”
“Ishh, Rian lo apaan sih dehem-deheman gatel ya tenggorokan lo?”
“Ekhem.” Pak Dani kembali berdehem untuk menyadarkan Rio.
“Rian kok suara lo mirip pak Dani yah?” Rio mengangkat wajahnya dan seketika di hadiahi tatapan tajam dari Pak Dani guru matematika yang merupakan guru killer.
“Eh bapak. Bapak apa kabar?” Rian menggaruk belakang kepalanya.
Pak Dani tidak menjawab apapun dan langsung merampas ponsel Rio begitu saja. “Ponsel kamu bapak sita sampai jam pulang.” Ucap pak Dani tegas.
“Yah pak jangan gitu dong!”
“Dan setelah itu khusus untuk kamu, Rio. Kerja soal Logaritma halaman 68 yang ada 15 nomor dan setor ke saya sepulang sekolah atau kalau tidak ponsel kamu bapak sita sampai seminggu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Roman pour AdolescentsAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...