Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 20 menit yang lalu, sekolah pun lumayan sepi hanya murid-murid yang mengikuti ekstra basket saja yang tinggal.
Lapangan indoor merupakan lapangan yang biasanya digunakan anak basket untuk latihan karena tempatnya yang lumayan besar dibandingkan lapangan outdoor.
Sedari tadi David selalu mendribel bolanya dan terkadang men-shoot ke ring tetapi tetap saja tidak ada satu pun bola yang berhasil dimasukkannya.
David kembali mengambil ancang-ancang untuk melempar bola tetapi tetap tidak masuk.
Karena lelah akhirnya David duduk di tengah lapangan sambil memperhatikan teman setimnya yang sedang latihan.
David menghela napas dan menengadahkan kepalanya ke atas. Entah kenapa dia tidak bisa fokus sedari tadi. Akhirnya dia memutuskan untuk ke kantin membeli air minum kebetulan dia merasa haus.
“Gue beli air dulu.” David menepuk bahu Rian.
Rian mengangguk dan mengacungkan jempolnya ke arah David.
“Vid, gue titip!” Ucap Rio sambil sibuk mendribelkan bolanya.
David berjalan menuju ke kantin diliatnya sekeliling yang sudah sepi maklum saja sekarang sudah jam 16:30 pasti murid-murid sudah pada pulang.
“Eh nak David masih latihan basket ya?” David membalikkan badannya dan melihat mang Iman. Mang iman adalah cleaning service di SMA Pelita.
David dan mang Iman memang akrab karena David sempat menolong mang Iman sewaktu jatuh dari tangga.
David tersenyum dan berjalan mendekati mang Iman kemudian mengajaknya duduk dibangku yang berada di koridor. “Iya mang. Tapi bentar lagi balik kok. Mang Iman rajin banget sih bersih-bersih sekolah nggak capek apa. Seharusnya mang Iman dirumah aja kasihan mang Iman kalau setiap hari bersihin sekolah.”
Mang Iman terkekeh mendengar ucapan David. “Ya nak David kalau mang Iman di rumah aja siapa yang bakal cari nafkah. Mang iman udah tua jadi nggak mungkin gampang dapat pekerjaan lain. Selain itu anak mang Iman sudah nikah semua mang Iman nggak mau bebanin mereka.”
“Nggak mungkin lah anaknya mang Iman mikirnya gitu. Orang tua itu bukan beban. Waktu anaknya lemah ketika masih balita orang tua ikhlas ngurus kita dan seharusnya saat orang tua kita sudah tua gantian kita yang mengurus mereka. Jadi mang Iman jangan berpikir kayak gitu.” David mengalihkan pandangannya ke mang Iman yang menundukkan kepalanya.
“Mang Iman nggak tega aja. Anaknya mang Iman udah susah untuk hidupin keluarganya mang Iman nggak mau tambah bikin susah mereka. Selagi mang Iman masih bisa kerja mang Iman bakal usahain untuk dapat uang sendiri.” Mang Iman tersenyum ke arah David.
David tersentuh dengan ucapan mang Iman. Mang Iman saja masih semangat menjalani hidup walau keadaannya yang serba kekurangan sedangkan dia yang semua sudah disediakan masih sering mengeluh atas apa yang di dapatnya.
“Ya udah nak David. Mang Iman lanjut bersih-bersih nya dulu.” Sambung mang Iman dan kembali membawa ember beserta tongkat pelnya. David tersenyum dan memperhatikan punggung mang Iman yang semakin jauh, setelah itu ia kembali melangkahkan kakinya ke kantin.
Setelah membeli air, David kembali ke lapangan tapi sebelum sampai David berhenti karena lupa membeli titipan Rio. Akhirnya mau tidak mau dia harus kembali lagi ke kantin.
“Ahhh, merepotkan.” Desis David di tengah jalan.
Ketika hendak mencapai kantin David berhenti karena mendengar suara tangisan. Seketika pikiran David ngelantur kemana-mana.
“Apa hantu? Ah masa hantu sore-sore keluarnya. Apa korban perampokan? Masa ada sih perampok yang berani masuk ke sekolah. Apa jangan-jangan pembunuhan? Aishhh apaan sih.” David menggelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan pikiran ngaurnya.
Dari pada David semakin penasaran akhirnya dia memberanikan diri berjalan mendekati sumber suara tersebut.
Dilihatnya seorang cewek meringkuk memeluk lutut. David melangkah mendekat dan ternyata Aliya lah cewek itu. David segera berlari mendekat kearah Aliya tetapi belum sampai disana ternyata sudah ada Zio yang mendahuluinya. David menghentikan langkahnya ketika melihat Zio yang memeluk Aliya berusaha untuk menenangkan Aliya yang terisak.
“Lo kenapa? Lo baik-baik aja?” Zio memegang kedua bahu Aliya. Aliya tidak menjawab tetapi hanya menunduk sambil menggeleng.
“Udah jangan nangis lagi. Lo cewek kuat gue yakin itu.” Sambung Zio.
Zio kembali memeluk Aliya berusaha agar Aliya bisa tenang. Setelah tenang Zio menuntun Aliya untuk berjalan dan pergi dari tempat itu.
David memperhatikan Zio dan Aliya dalam diam. Dia merasa bodoh karena terlambat menolong Aliya. Kenapa dia selalu terlambat saat Aliya sedang terluka.
David menghela napas berusaha menghilangkan rasa sakit di hatinya. Dia sadar dia tidak berhak untuk merasakan itu tapi apa yang harus dilakukannya untuk menghilangkan rasa sakit yang dia rasakan.
David membalikkan badannya dan menjauh dari sana. Berusaha menjauhkan perasaan yang seharusnya tidak boleh ada di hatinya.
“Dia lebih pantas dari gue untuk ada disisi lo. Dia lebih bisa ngejaga lo ketimbang gue.” Sudah yang kesekian kalinya David menghela napas sepanjang perjalanan.
“Lama amat sih lo. Beli minumnya di Medan emang?” David langsung melemparkan botol air minum ke arah Rio dan ditangkapnya dengan gesit.
Tanpa menghiraukan perkataan Rio, David langsung mengemasi barangnya ke dalam tas sekolah.
“Lo mau balik duluan? Tumben banget kan biasanya lo pulangnya lebih lama dari kita-kita?” Rian berjalan mendekati David yang sedang memasukkan barang-barang nya ke dalam tas.
“Nggak fokus. Duluan.” Setelah mengatakan itu David langsung keluar dari lapangan sambil membawa tasnya.
“Nggak fokus? Perasaan dia barusan abis minum. Apa kurang banyak ya minumnya sampe David nggak bisa fokus?” Tanya Rio yang sudah berdiri disamping Rian.
“Bukan David yang kurang minum. Lo yang kebanyakan minum makanya otak lo ngapung. Gini aja nggak peka lo. David itu bukan kurang minum tapi ada yang dia lagi pikirin. Makanya dia nggak bisa fokus.” Ketimbang Rian darting alias darah tinggi menghadapi Rio lebih baik dia kembali ke lapangan untuk melanjutkan latihannya.
“Emang kalau kebanyakan minum otak bisa ngapung ya? Kok gue baru tau.” Rio menggaruk belakang kepalanya karena pusing memikirkan perkataan Rian tentang otak yang bisa mengapung.
Rio mengangkat bahunya karena tidak mendapatkan jawaban dan memilih untuk bergabung kembali ke lapangan.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Assalamualaikum semua....
Yeeee alhamdulillah bisa update lagi...
Terimakasih yang sudah menyempatkan baca ya semoga cerita saya dapat menghibur teman-teman semua..Ambil yang baiknya buang yang buruknya yah...
Oke see you next time...
Salam kenal🎀💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...