Di ruang UKS, Vallen masih setia menemani Aliya yang belum membuka matanya sedari tadi.
Karena terlalu lama menunggu Vallen sampai merasa mengantuk. Baru hendak memejamkan mata, mata Vallen kembali terbuka lebar karena mendengar suara Aliya.
Mata Aliya perlahan terbuka dan tangannya refleks mengarah ke pinggangnya yang masih merasa sakit walaupun tidak sesakit sebelumnya.
"Ishh." Aliya meringis merasakan sakit di pinggangnya.
Aliya kembali mengingat apa yang terjadi padanya hingga area pinggangnya bisa sakit. Ingatan Aliya kembali berputar saat Sofie yang menurutnya tidak sengaja menyikut pinggangnya saat bermain basket tadi.
"Aliya mana yang sakit?"
Aliya menolehkan kepalanya ke samping kanan dan melihat Vallen yang bertanya dengan wajah khawatir. Jika saja Vallen tidak bertanya maka Aliya tidak akan sadar bahwa ada Vallen di sampingnya saat ini.
"Nggak kok aku udah baikan, cuma sedikit nyeri saja." Bohong! Rasa sakit di pinggangnya tidaklah meredah tapi sepertinya bertambah sakit karena efek tusukan tadi.
Aliya terlalu pandai menutupi rasa sakitnya, di saat raganya merasakan sakit tapi mulutnya tetap saja tersenyum seakan semuanya baik-baik saja.
"Lo yakin?"
"Iya aku yakin." Aliya tersenyum kearah Vallen, dia bersyukur bisa mempunyai teman yang selalu ada di sampingnya bahkan saat dia sedang tidak baik-baik saja.
"Iya Vallen, aku yakin. Yakin kalau rasa sakit ini akan kembali lagi, bahkan bertambah sakit." Batin Aliya.
Aliya mengubah posisinya menjadi duduk bersandar.
"Lo mau minum? Makan? Atau apa gitu?"
Aliya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Vallen. Saat ini dia tidak membutuhkan makan atau minum, yang dia butuhkan sekarang adalah sesuatu di tasnya yang bisa mengurangi rasa sakit yang sekarang dia rasakan saat ini.
Vallen baru hendak bertanya lagi kepada Aliya namun diurungkan karena pintu UKS yang terbuka.
Awalnya Vallen mengira bahwa yang masuk yaitu anggota PMR, David atau Zio yang akan menjenguk dan melihat keadaan Aliya namun dia salah besar.
Vallen membelakkan matanya. Sumpah demi apa, yang sekarang berjalan mendekat kearah mereka adalah Raga Rezaga-ketua OSIS yang menjadi pujaan di seantero SMA Pelita.
"Bagaimana kondisi kamu?" Raga bertanya dengan lembut dan mengusap pelan kepala Aliya.
Keterkejutan Vallen bertambah satu tingkat pasalnya Raga adalah siswa yang paling dingin di sekolah ini. Bahkan dia saja mendapat gelar ice prince di seluruh kalangan murid-murid.
Jangankan untuk berbicara selembut ini saat ada kegiatan sekolah saja yang paling banyak memberikan pengarahan adalah wakil ketua OSIS, sedangkan Raga hanya berbicara seadanya.
Dalam hati Vallen mengucapkan bahwa Aliya sungguh-sungguh beruntung di kelilingi oleh orang-orang ganteng. Vallen juga mau rasanya.
"Kok?" Vallen tidak bisa mengeluarkan suaranya lebih dari itu, matanya sibuk berpindah dari Aliya dan Raga.
Aliya yang mengerti maksud Vallen langsung menjelaskannya. "Bang Raga itu kakak sepupu aku," Aliya kemudian melihat ke arah Raga "Bang Raga kenalin ini Vallen sahabat aku."
Raga melihat sekias dan mengangguk sekali.
Sungguh rasa terkejut Vallen sudah berada di level teratas. Rasanya dia akan terkena serangan jantung sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Novela JuvenilAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...