Satu bulan kemudian.....
"David tunggu," Aliya mengejar langkah David yang jauh di depannya.
David yang mendengar Aliya memanggilnya tidak berhenti melainkan melanjutkan langkahnya seakan tidak terjadi apa-apa.
Aliya menambah kecepatan larinya untuk mengejar langkah David meskipun napasnya sudah tidak teratur dan dadanya merasa sesak.
David menghentikan langkahnya ketika Aliya berdiri di depannya. Dia melihat dengan datar Aliya yang sedang berusaha mengatur napasnya yang masih memburu.
"Minggir!"
Aliya menepuk pelan dadanya berulang kali kemudian berdiri tegak menghadap David.
"Vid, ini aku bawakan bekal. Mama habis pulang dari Bandung dan bawa oleh-oleh jadi aku keinget sama kamu. Ini kue kesukaan kamu," Aliya menyerahkan kotak bekal yang di pegangnya kepada David.
David hanya menatap tangan Aliya yang terulur di hadapannya tanpa berniat mengambil kotak tersebut.
"David?" panggil Aliya.
Tanpa menghiraukan panggilan Aliya, David kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Aliya kembali menghadang langkah David dan berdiri di depannya.
"Ini ambil. Ini ku—"
Belum selesai Aliya berbicara David sudah mengambil kotak bekal dari tangan Aliya. David membuka kotak bekal tersebut dan melihat isinya. Aliya tersenyum ketika melihat David menerima pemberiannya namun senyum itu seketika luntur saat David malah membuang isinya ke tong sampah dan mengembalikan kotak bekalnya kepada Aliya.
"Loh? Ke-kenapa dibuang?"
"Karena gue nggak butuh."
Aliya memandang nanar kue pemberiannya yang dibuang David kemudian beralih menatap David yang masih berdiri di hadapannya.
"Tapi itu dulu kue kesukaan kamu?"
"Dulu," jawab David dengan penekanan.
David melangkah meninggalkan Aliya dengan beribu pemikiran yang berputar di otaknya. Aliya bingung dengan perubahan sikap David dalam sebulan ini. Aliya berusaha mengingat apakah dia sempat melakukan kesalahan sehingga membuat David seakan menjauhinya tetapi Aliya merasa bahwa tidak ada hal aneh yang di lakukannya.
Aliya memandang punggung David yang kian menjauh dan tak ada niatan untuk membalikkan badannya seakan meminta maaf atau mengatakan bahwa dia sedang bercanda.
Pandangan David dalam sebulan ini sungguh berbeda terhadapnya. Aliya tidak melihat adanya kehangatan di mata David untuknya seperti sedia kala, mata David cenderung kosong dan datar sehingga Aliya tidak bisa membaca mata David.
Dari kejauhan Aliya melihat David yang berbicara dengan Sofie—kakak tingkatnya dan dengan mudahnya David tersenyum kearah Sofie. Aliya melihat David dan Sofie yang berjalan bersama dengan Sofie yang menggenggam tangan David.
'Kenapa kamu berubah?'batin Aliya.
Zio yang melihat kejadian itu sejak awal melangkahkan kakinya menuju Aliya yang masih diam sambil memandang kearah David yang sudah menghilang.
"Anak gadis jangan ngelamun. Ntar kesambet kan ribet."
Aliya tersadar dari lamunannya dan menghadap ke arah Zio.
"Nggak. Siapa yang ngelamun?"
"Bisa aja ngelesnya. Yuk!"
Tanpa menunggu jawaban dari Aliya, Zio langsung saja menarik lengan Aliya untuk mengikuti langkahnya.
"Kak, kita mau kemana?" tanya Aliya bingung.
"Udah ikut aja. Kan kemaren malam lo sempat minta bantuan gue untuk ajarin fisika kan? Nah karena guru lagi rapat mending sekarang aja."
Aliya mengingat tentang dia yang meminta bantuan Zio untuk mengajarinya fisika mengenai medan magnet karena jujur saja Aliya sama sekali tidak bisa memahami tentang materi itu. Bayangkan saja rumusnya cuman satu eh turunanya banyak banget kan Aliya jadi pusing mau pake rumus yang mana.
Setibanya di taman belakang Aliya dan Zio duduk di atas rumput dan menggunakan kursi panjang sebagai meja untuk meletakkan buku fisika yang sudah sempat dipinjam Zio dari perpustakaan tadi.
Zio mulai menjelaskan satu persatu rumus yang Aliya kurang mengerti dan memberikan contoh soal yang mirip dengan yang ada di buku.
Aliya menggaruk kepalanya melihat deretan angka dan rumus di hadapannya. Aliya tergolong siswi yang cenderung cepat menangkap pelajaran namun jika pelajaran itu Fisika Aliya tidak tahu kenapa otaknya serasa tersumbat sehingga dia susah untuk mengerti.
"Ini salah Aliya," Aliya mengalihkan pandangannya dari buku ke arah Zio.
"Salah?" tanya Aliya bingung.
"Iya. Yang ini lo pindah ruaskan dulu trus kalau udah ini lo kali trus hasilnya di bagi sama ini. Setelah itu kerja deh sesuai seperti biasa."
Aliya mengerjakan sesuai instruksi Zio tapi memangnya Aliya yang rada kurang ngerti jadi tetap aja keliru.
"Ini muatannya lo ubah dulu jadi Coulomb trus yang ini satuannya bukan Joule tapi Newton," koreksi Zio.
Aliya menghela napas, lebih baik dia disuruh mengerjakan biologi atau matematika dari pada fisika. Ntah lah sedari dulu Aliya sangat tidak menyukai pelajaran ini.
"Istirahat dulu deh belajarnya. Lagian otak lo lagi mumet juga dari pada lo sterss mending istirahatin dulu. Ntar baru di lanjutin."
Aliya mengangguk dan membenarkan ucapan Zio. Aliya merasa dia harus mengistirahatkan otaknya yang telah dibuat pusing oleh rumus fisika.
"Kak Zio kok pintar banget yah fisika? Fisika itu susah loh rumusnya banyak banget."
Zio terkekah pelan dan menyandarkan badannya di kursi yang mereka gunakan sebagai meja belajar dadakan tadi.
"Menurut gue nggak susah kok. Gue malah suka. Nggak akan ada yang susah selagi kita mau coba terus sampai bisa. Memang apa bedanya fisika sama matematika? Kan susah juga."
"Beda Kak. Kalau matematika itu mau pake rumus yang manapun dan cara apapun ntar hasilnya tetap sama trus hasilnya udah pasti. Tapi kalau fisika mau cari ini harus cari yang itu dulu trus mau masukin rumus eh harus diubah dulu satuannya ribet Kak."
"Fisika itu sama kayak hidup," Zio menengadahkan kepalanya ke atas menikmati pemandangan langit di atas yang nampak cerah.
Aliya mengerutkan kening tidak mengerti dengan ucapan Zio, "Maksudnya?"
"Dalam hidup lo kadang harus menemukan dulu hal lain walaupun lo udah tahu sesuatu, lo kadang juga harus mengubah arah pandangan lo walau lo udah punya pandangan lain. Walaupun yang lo peroleh belum pasti karena kadang harus banyak merubah yang ada tapi lo tetap akan dapat hasil akhirnya entah itu benar atau salah. Lo nggak lihat bagaimana akhirnya tapi lo hanya butuh menikmati prosesnya walaupun yang lo peroleh nggak sesuai yang lo harapin. Setidaknya lo udah mencoba."
Aliya mengamati wajah Zio yang damai dari samping, "Walaupun yang kita dapat ternyata adalah jawaban yang salah?"
Zio menolehkan wajahnya ke samping mengadu pandangan dengan Aliya, "Iya. Walaupun yang lo peroleh adalah jawaban yang salah, walaupun lo gagal mendapat jawaban yang benar setidaknya lo udah mencoba. Keberanian dan usaha yang lo lakuin setidaknya akan ada hasilnya walaupun itu bukanlah hasil yang sempurna."
Zio tersenyum manis menatap wajah Aliya yang tidak pernah bosan dia pandang.
'Sama kayak gue Aliya. Yang harus merubah rasa cinta gue dengan ekspresi seakan nggak ada apa-apa. Yang harus melalui proses yang hasilnya belum pasti apakah lo juga bakal menerima perasaan gue atau nggak. Yang pasti gue menikmati proses ini, disaat gue bisa di dekat lo, jadi tempat bersandar lo walau gue tahu gue belum bisa di katakan berhasil dan kemungkinan besar gagal dalam proses ini," batin Zio.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambungggg........
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...