Saat jam pulang sekolah, Aliya duduk di bangku panjang yang berada di depan gerbang sekolah karena menunggu mama Diana yang akan menjemputnya. Ketika jam istirahat tadi mama Diana sempat menghubungi Aliya bahwa mama Diana akan menjemputnya tapi sudah 30 menit Aliya menunggu, mama Diana belum juga muncul.
Sebenarnya Aliya bisa saja pulang duluan dengan angkutan umum tadi hanya saja mama Diana tetap keukeuh ingin menjemputnya.
Sekolah sudah lumayan sepi hanya tersisa beberapa murid saja dan kendaraan para guru yang terparkir di pakiran sekolah.
Brum.. Brum..
Aliya mengangkat kepalanya yang menunduk ketika David berhenti di depannya dengan menaiki motor sport yang sering dia gunakan saat berangkat sekolah.
"Kenapa belum pulang?" David mematikan mesin motornya dan menghampiri Aliya.
"Tunggu mama jemput. Tapi dari tadi belum datang. Mungkin macet." Jawab Aliya sambil sesekali melirik ponselnya berharap mama Diana mengabarinya.
Aliya menolehkan kepalanya ke arah David yang malah duduk di sampingnya. "David kenapa malah duduk di sini? Nggak mau pulang? Atau lagi nunggu orang juga?"
"Nggak. Gue lagi nemenin lo sampai mama lo dateng." David mengucapkannya dengan santai tapi tidak dengan Aliya yang mendengarnya.
Aliya menundukkan kepalanya karena tiba-tiba hatinya berdesir dan menghangat karena mendengar ucapan David.
"Wah bahaya. Kenapa David nggak cepat pergi aja. Lah jantung aku kenapa kok kayak lagi konser? Jangan sampe kedengaran sama David." Aliya sedikit menggeser duduknya menjauh dari David. Dia takut David mendengar suara jantungnya.
"Kenapa?" Tanya David karena Aliya terlihat menggeser duduknya agar menjauh dari David.
"A-ah? Nggak." Ucap Aliya dengan gerogi.
Meskipun Aliya sudah duduk agak jauh dengan David tapi Aliya tetap takut jika David masih bisa mendengar suara jantungnya yang tambah kencang maka dari itu Aliya kembali menggeser duduknya untuk lebih jauh.
David mengernyitkan keningnya melihat kelakuan Aliya yang seperti sedang cacingan.
"Jangan geser terus nanti lo ja—tuh," belum sempat David menyelesaikan kalimatnya Aliya sudah terjatuh dari bangku karena tidak sadar bahwa posisinya sudah berada di ujung bangku.
David tertawa melihat Aliya yang meringis saat pantatnya mencium tanah dengan tidak elitnya.
Aliya berdiri dari jatuhnya dan membersihkan roknya yang kotor. Sungguh bokongnya terasa sangat sakit setelah mencium tanah yang keras itu.
"Hahahaha.... " Aliya menolehkan kepalanya melihat David yang belum berhenti tertawa. Apa segitu lucunya dia saat terjatuh tadi.
"Apa? David ketawa?" Aliya sedikit bengong melihat David yang tertawa karena ini adalah kali pertama dia melihat David tertawa selama dia sekolah di sini.
"Ketawa aja terus." Aliya kembali duduk di bangku yang sama dengan David sambil menggembungkan pipinya karena kesal. Tapi walaupun begitu dia merasa senang juga. Pokoknya campur aduk.
David berusaha meredakan tawanya walau kadang masih terkekeh sedikit. "Yah lagian lo jatuh gayanya nggak kira-kira banget."
"Ck. Emang ada orang jatuh request dulu mau gayanya bagaimana," jawab Aliya sedikit ketus.
"Iya iya, lo yang benar." Ucap David mengalah.
Sudah sekitar 20 menit mereka menunggu tapi mama Diana belum juga datang. Sekolah yang tadinya masih ada beberapa orang sudah sepi menyisakan mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Ficção AdolescenteAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...