Setelah dari ruangan ayahnya, Zio kembali ke UGD untuk melihat Aliya.
Cklek....
Zio membuka pintu UGD dan melihat Aliya yang sudah siuman. Dengan tersenyum Zio masuk ke dalam setelah menutup kembali pintu.
"Bagaimana keadaan lo?" tanya Zio kepada Aliya.
"Sudah lebih baikan," dengan tersenyum Aliya menjawab pertanyaan Zio.
"Aliya, lo belum jawab pertanyaan gue."
Aliya dan Zio menoleh kepada Vallen yang sedang duduk sambil bersedekap dada.
"Pertanyaan apa?" tanya Zio bingung.
Dengan tajam Vallen menatap Aliya dan Zio. "Apa yang kalian berdua sembunyiin dari gue?"
Aliya dan Zio saling melirik satu sama lain seperti menyampaikan sesuatu lewat tatapan mata mereka.
Setelah beberapa saat diam, Zio menganggukan kepalanya tanda untuk Aliya menjelaskan yang sebenarnya kepada Vallen.
"Kasih tahu aja, Vallen sahabat lo. Gue nggak akan bisa selalu di samping lo buat ngejagain lo seutuhnya," ucap Zio.
Aliya memikirkan sejenak ucapan Zio, apakah memang seharusnya dia menceritakan tentang keadaannya kepada Vallen. Zio benar Vallen adalah sahabatnya dan Aliya percaya bahwa Vallen bisa menjaga rahasianya.
"Gue keluar biar lo bisa ngomong berdua sama Vallen."
Aliya memperhatikan langkah Zio yang menjauh dan kemudian hilang di balik pintu yang tertutup.
"Back to the topic. Jadi sebenarnya apa yang kalian rahasiakan dari gue. Gue merasa kalau gue nggak bisa jadi sahabat yang baik buat lo. Lo lagi sakit tapi gue bahkan nggak tahu apa-apa tentang kondisi lo. Gue pengen jadi sahabat yang baik untuk lo. Sahabat yang ada bukan cuman saat senangnya doang, tapi saat lo lagi terpuruk juga," ujar Vallen panjang lebar.
Vallen berkata yang sebenarnya, dia tidak ingin hanya ada di samping Aliya saat semuanya sedang baik-baik saja, Vallen juga ingin membantu Aliya di saat Aliya sedang dalam masa terpuruk.
Aliya menunduk dan memilin selimut yang menutupi bagian perut sampai ke bawah tubuhnya.
"Aku minta maaf karena sembunyikan ini dari kamu. Aku tidak bermaksud untuk merahasiakannya tapi aku belum siap saja untuk menceritakan ini ke siapapun. Aku tidak ingin kalian berteman denganku hanya karena rasa kasihan dan simpati kalian saja."
Vallen menepuk pundak Aliya pelan. "Gue, Kak Zio dan yang lainnya itu tulus berteman sama lo. Terlepas dari apa yang sebenarnya ada di diri lo. Sahabat itu tidak mencari kesempurnaan karena dengan bersahabat semua akan terasa sempurna dengan sendirinya."
Aliya mengangkat kepalanya yang tertunduk dan tersenyum. Dia bersyukur setidaknya selama dia hidup dia masih di beri kesempatan untuk mempunyai seorang sahabat dan teman yang tulus yang selalu menerimanya apa adanya.
"Terima kasih," ucap Aliya dan tersenyum ke arah Vallen.
Aliya menghembuskan napas pelan sebelum bercerita. "Sebenarnya aku mengidap gagal ginjal dan sudah stadium 3."
"APA?!" karena terkejut Vallen sampai tidak sadar sudah berteriak. "Eh maaf," sambung Vallen ketika menyadari perbuatannya.
Pintu UDG yang tertutup kembali terbuka. Vallen dan Aliya melihat ke arah pintu tersebut. Awalnya mereka kira yang masuk adalah Zio namun ternyata Raga-lah yang membuka pintu tersebut.
"Bang Raga? Bang Raga kenapa bisa di sini?" tanya Aliya.
"Abang di telpon sama Zio, katanya kamu di bawa ke rumah sakit. Gimana keadaan kamu sekarang?"
Aliya mengangkat ibu jarinya menandakan dia sudah baikan.
"Abang udah ngambil tas kamu di sekolah tadi dan lebih baik kamu Abang antar pulang sekarang. Kamu istirahat di rumah!"
Aliya menatap Vallen seakan meminta bantuan, tapi bukannya sadar dengan reaksi Aliya, Vallen malah sedari tadi tidak berhenti menatap Raga sambil tersenyum.
Raga yang sadar di perhatikan berdehem,
"Ekhem."Vallen tersentak dan dengan cepat memperbaiki posisi duduknya.
"Jaga mata lo. Gue risih."
"Abang. Ngomongnya jangan begitu," Aliya menatap tajam ke arah Raga. Raga memang sangat lemah untuk urusan mengontrol tutur katanya. Dia selalu mengatakan apa yang ada di pikirannya tanpa menyaringnya terlebih dahulu.
Raga menghela napas dan menganggukan kepala tidak minat. "Iya iya."
Vallen menatap polos ke arah Aliya yang memarahi Raga. Untung saja dia tidak memasukkan ke dalam hati perkataan Raga tadi.
"Ya udah, sekarang kita pulang. Lebih baik kamu istirahat di rumah supaya lebih nyaman. Abang tahu kamu nggak bertahan orangnya di rumah sakit."
Aliya mengangguk dan turun dari ranjang pasien di bantu oleh Vallen. Saat akan membuka pintu, Zio masuk dengan membawa bungkusan obat di tangannya.
"Loh? Lo udah mau pulang?" tanya Zio.
"Iya Kak, soalnya aku nggak betah di rumah sakit. Aku istirahnya di rumah aja. Lagi pula aku sudah baikan kok," jawab Aliya dengan tersenyum.
Zio menganggukkan kepala kemudian menyerahkan bungkusan obat yang habis di tebusnya tadi di apotek kepada Aliya.
"Oh iya, ini obat yang lo butuhin. Ini atas konsul dari Ayah gue."
Setelah mengambil bungkusan obat yang di berikan Zio, Aliya pamit pulang dengan di antar oleh Raga. Sedangkan Zio dan Vallen harus kembali ke sekolah karena masih dalam jam sekolah.
Mobil yang di kendarai Raga lebih duluan menghilang dari halaman rumah sakit. Sedangkan Zio dan Vallen harus naik taksi karena tidak membawa kendaraan.
"Kak Zio suka ya sama Aliya?" tanya Vallen tiba-tiba saat mereka sudah berada di dalam taksi.
Zio yang sedari tadi melamun tersentak akibat suara Vallen.
"Kenapa?" Zio mengangkat sebelah alisnya tanda bertanya, dia tidak mendengar apa yang di katakan Vallen barusan.
"Aku tanya Kak Zio suka sama Aliya, ya?"
Zio mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. "Nggak." 'Nggak salah yang lo bilang,' lanjutnya dalam hati.
Setelah pembicaraan itu tidak ada lagi pembicaraan yang lainnya antara Zio dan Vallen. Zio tetaplah Zio, dan dia hanya bisa berubah ketika di dekat Aliya.
Betul yang di ucapkan Ayahnya bahwa Zio seperti buku yang terbuka jika bersangkutan dengan Aliya dan hanya Aliya saja yang bisa merubah sisi dingin Zio menjadi hangat. Sekali lagi hanya Aliya.
Perempuan yang di cintai Zio tanpa perempuan tersebut tahu akan perasaanya. Perempuan pertama yang Zio izinkan berada di dekatnya dan perempuan pertama yang Zio percaya untuk menitipkan hatinya. Namun sayang hal pertama untuknya itu tidaklah seindah yang dia bayangkan sebelumnya.
Bersambung.....
*******
Assalamualaikum semua......
Terima kasih banyak banyak banyak untuk yang masih betah baca cerita ini sampai sekarang😢😆..Iya saya sadar kalau cerita ini masih banyak kekurangan, tapi in syaa allah nanti bakal saya revisi kalau sudah tamat ceritanya. Jadi kalau ada kesalahan tolong di kasih tahu ya.
See you... 💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...