David berjalan dengan santai melewati koridor, terlambat merupakan hal biasa bagi David jadi dia tidak perlu takut.
Sepanjang perjalanan menuju kelas David bersenandu pelan atau terkadang memperhatikan sekitarnya yang sudah sepi.
Sekarang sudah menunjukkan pukul 07:30 dan kemungkinan guru sudah masuk di kelas.
Ditengah perjalanan David harus menghentikan langkahnya karena seorang kakak kelas menghentikan langkahnya.
David memperhatikan orang tersebut dengan tatapan datar.
“Berusaha jadi pahlawan heh?” orang tersebut tersenyum miring ke arah David.
David tidak menanggapi apa yang diucapkan orang tersebut. Dia hanya mengangkat sebelah alisnya bertanda bertanya.
“Jangan sok naif lo jadi orang.”
“Apa maksud lo?” David menatap tajam orang yang sedang berdiri di hadapannya ini. Sedangkan orang yang ditatapnya malah tertawa seakan menganggap tatapan David adalah sesuatu yang lucu.
“Setelah sebelumnya lo nyelakain cewek sekarang lo berusaha untuk jadi pahlawan buat cewek lain. Cih.” Orang tersebut mendesih dan memandang David dengan pandangan meremehkan.
“Lo cocok untuk jadi aktor. Kenapa nggak coba main drama aja?” Orang tersebut sekali lagi tersenyum miring kearah David. “Ups. Salah bukannya hidup lo udah kebanyakan dramanya ya? Lo pantas buat dapat penghargaan untuk bakat lo itu.”
Setelah mengatakan hal itu orang tersebut pergi meninggalkan David sendiri di koridor.
David sekuat tenaga menahan emosinya agar dia tidak menghabisi orang tersebut sekarang juga. Kedua tangan David sudah mengepal di sisi tubuhnya. Rasanya tangannya sangat gatal ingin membogem orang tersebut.
Seandainya dulu dia tidak mengucapkan janji itu maka David pasti akan menghabisi orang tersebut tanpa berpikir dua kali. Ketimbang emosi David kembali terpancing lebih baik dia kembali melanjutkan langkahnya ke kelas.
Ketika sampai di depan kelas David mengetuk pintu sebelum masuk. Dia masih ingat tata krama walaupun terkadang dia selalu berbuat sesuatu yang salah.
“Maaf pak saya telat.” Setelah mengatakan hal itu David langsung berjalan menuju bangkunya tanpa menghiraukan perkataan guru yang sedang menceramahinya didepan kelas.
Tidak lama setelah David masuk pintu kembali terketuk dan Aliya lah yang mengetuk pintu tersebut.
Aliya menundukkan kepalanya dan berjalan kedepan meja guru.
“Pak. Maaf pak saya terlambat.” Aliya meremas-remas roknya dan terkadang memainkan jari tangannya karena takut sekaligus gugup.
“Ya sudah lain kali jangan diulang. Ke tempat dudukmu sekarang.”
“Baik. Terima kasih, Pak.” Setelah dipersilahkan Aliya berjalan menuju bangkunya.
Setelah tiba di tempat duduknya Aliya memperhatikan David yang terlihat sangat tenang seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya bahkan raut ketakutan tidak terlihat sama sekali diwajahnya padahal dia juga terlambat sama dengan Aliya.
Pak guru yang melihat Aliya hanya berdiri di depan bangkunya menegur Aliya.“Aliya kenapa nggak duduk?”
Aliya mengerjabkan matanya dan segera duduk “Eh i-iya Pak.”
David sebenarnya dari tadi mencuri-curi pandangan ke arah Aliya dan sekuat tenaga dia menahan untuk tidak tertawa melihat ekspresi takut sekaligus raut binggung dari Aliya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Novela JuvenilAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...