Minggu pagi sesuai rencana mereka semua akan berkumpul di rumah David. Rio dan Rian sudah datang ke rumah David bahkan dari jam 6:30 pagi.
Mereka sengaja datang lebih awal dengan alasan tidak ingin kejebak macet. Padahal alasan utama mereka datang lebih pagi yaitu ingin meminta makan dirumah David.
Saat ini mereka sedang berkumpul di ruang tamu David menunggu Aliya dan Vallen yang belum datang.
Rio dan Rian duduk di karpet yang berada di bawa sofa ruang tamu dengan memeluk setoples keripik.
“Ih mereka kapan datangnya sih. Lama banget udah lumutan kita nunggu.” Gerutu Rio yang sudah ke 10 kalinya.
“Ih sorry ya. Yang lumutan itu lo. Kita mah masih cakep,” jawab Rian “Lagian sih lo nggak capek apa ngebacot mulu ini tuh masih jam setengah sembilan. Ya jelas mereka belum pada datang. Selain otak lo yang gesrek mata lo sekarang rabun juga ya jadi nggak bisa liat jam.”
“Oh masih jam setengah sembilan toh. Pantesan belum dateng. Tapi kok gue kayak udah nungguin lama banget yah.” Rio melihat jam tangan yang di pakainya.
“Kita baru aja nunggu sekitar lima belas menit dan lo bilang itu udah lama. Waktu SD belajar matematika lo masuk nggak sih.” Geram David yang duduk di single sofa.
“Hehehe. Lo kok tau sih. Jangan bongkar aib napa Vid.” Rio menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
David dan Rian kompak memutar bola mata mereka.
“Eh Yo, Vid. Lo berdua kan sempat tinggal di Bandung juga. Lo berdua sempet kenal Aliya nggak?” Tanya Rian tiba-tiba.
David langsung menegakkan tubuhnya mendengar pertanyaan Rian.
Uhukk uhukk...
Rio tersedak keripik kentang yang dimakan dan langsung menyambar jus jeruk yang ada di atas meja.
“Eh curut makanya makan tuh pelan-pelan. Emang lo kira lagi lomba tujuh belasan apa.” Rian menepuk-nepuk punggung Rio.
“Lo berdua kenapa sih?” Tanya Rian.
“Lo yang kenapa! Orang lagi ngunyah main tepok-tepok punggung orang. Ya pasti keselek lah!” Sewot Rio.
“Hehe. Ya maaf kan tadi gerakan refleks.”
“Ngeles aja lo bisanya.” Rio masih kesal dengan kelakuan Rian menepuk punggung orang disaat sedang mengunyah dengan seenak jidatnya.
“Assalamualaikum.” Ucap Vallen dan Aliya bersama.
Aliya dan Vallen menuju ke sofa ruang tengah yang sudah ada David dan Duo R disana.
“Syukurlah.” David menghela napas berat.
“Kalian udah lama nunggunya. Maaf ya?” Ucap Aliya.
“Aha nggak papa kok Aliya. Lagian kita seneng kok nungguin kalian.” Jawab Rio dengan memamerkan senyum 5 jarinya.
“Gaya-an lo Yo. Padahal tadi ngeluh mulu. Bilang lamalah, udah lumutan lah.” Balas Rian.
“Ih nggak kok. Neng Aliya jangan percaya yah. Neng Aliya percaya Akang aja. Bang David belain dedek napa!”
Semua yang ada di ruangan itu sontak memutar bola mata mereka. Heran, saat Rio di dalam kandungan emaknya ngidam apaan. Kenapa brojolannya model macam ini.
Aliya dan Vallen duduk disofa yang berada di dekat Rio dan Rian.
“Nah ngapain nih sekarang?” Tanya Rio sambil meletakkan toples keripik yang dipegangnya ke meja yang berada di depannya.
“Gimana kalau kita main ToD aja?” usul Rian.
“Nah bener. Tunggu gue ambil botol minuman dulu dimobil. Kayaknya ada deh. Kan lo tau gue suka ngekoleksi barang yang antik.” Rio berlari dengan langkah seribu keluar dari rumah David dan secepatnya menuju ke mobilnya yang berada di pekarangan rumah David.
“Barang antik? Maksudnya barang peninggalan bersejarah?” Tanya Aliya dengan wajah polosnya. Aliya melihat ke arah Rian dan David untuk meminta jawaban.
Hahahaha...
Rian terbahak-bahak mendengar pertanyaan konyol Aliya sedangkan David hanya tersenyum kecil.
“Haha lo kenapa kepikiran sampe sana sih,” Rian meredakan tawanya dan menarik napas “Koleksi antik yang dikumpulin Rio itu sejenis botol bekas minuman, sama kulit permen karet yang ada tebakannya.”
“Hah? Maksudnya Rio hobinya mulung?” Tanya Aliya dengan wajah bingungnya dan sontak membuat mereka tertawa ya kecuali David.
Aliya malah tambah dibuat bingung dengan apa yang terjadi. Kenapa mereka tertawa apa ada hal yang lucu?
“Heh polos sama bego ternyata beda tipis.” Sela David dan mereka kembali tertawa.
Rio masuk kembali ke dalam rumah David setelah dari mobilnya. Dia terheran apa yang mereka bahas sehingga suara tawanya terdengar sampai luar.
“Lo semua pada cerita apaan sih. Ketawanya kedengaran ampe luar. Wah kalian jahat banget ngobrol tanpa ngajak gue.” Rio melangkah masuk ke rumah David dan duduk disamping Rian.
“Nih gue bawain salah satu koleksi gue. Liat kan bagus banget botolnya. Ini tuh langka banget nggak akan gampang lo semua dapatin model botol kayak gini. Ini tuh mencerminkan rasa nasionalisme yang tinggi karena dibotolnya ada gambar batik.”
“Nah kita sebagai generasi muda seharusnya mau ngecontoh itu semua. Jangan sampe di era globalisasi ini kita malah melupakan budaya sendiri.” Sambung Rio dan meletakkan botolnya di atas meja.
Sontak semua yang ada diruangan itu pangling mendengar perkataan Rio.
Tumben-tumben nya ucapannya bener. Apa jangan-jangan waktu di luar Rio sempat kejedot pintu mobil dulu.“Nah baiklah setelah semua barang siap. Sekarang mari kita main kawan-kawan. Sebelum permainan ToD hilang ditelan era globalisasi lagi. Dasar emang globalisasi hobinya nelan mulu nggak kenyang-kenyang apa.”
Nah loh Rio gebleknya balik lagi.
Emang ya kalau dasarnya udah geblek mau diapain juga tetep geblek juga pada akhirnya.
Mereka kompak geleng-geleng kepala melihat kelakuan Rio.
Apa salah dan dosa yang mereka buat sampe di titipkan teman dengan 1001 keanehan macam Rio ini.
Melupakan kelakuan Rio. Mereka akhirnya bermain.
Mereka sangat menikmati acara berkumpul yang mereka buat hari ini. Meski belum terlalu lama Aliya berteman bersama mereka tapi tetap saja yang namanya teman tak menghiraukan seberapa lama kita mengenal orang itu.
Tak jarang mereka tertawa keras karena kejahilan Rio atau bahkan saat Vallen dan Rio beradu mulut.
Di sela kebahagiaan itu ada hati yang sangat bahagia melihat itu semua. Dia berharap semoga akan selalu seperti ini akhirnya.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Assalamualaikum semuaaa....
Alhamdulillah bisa up lagi.. Terima kasih ya yang sudah menyempatkan baca.Sampai jumpa di part selanjutnya😄
Salam kenal..
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Fiksi RemajaAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...