RAHASIA (2)

958 18 0
                                    

Zio terduduk di kursi taman rumah sakit. Matanya masih fokus melihat kertas di tangannya saat ini.

"Jadi? Selama ini Lo?"

Aliya duduk di samping Zio dan menundukkan kepalanya. "Iya Kak, Aliya mohon jangan kasih tau ini ke siapapun."

"Sejak kapan ini berlangsung?"

"Udah lama."

Zio menghembuskan napasnya dan mengembalikan isi amplop tersebut ke Aliya. "Berapa?" tanyanya kepada Aliya.

Aliya semakin menundukkan kepalanya lebih dalam."Stadium 3. Aku akan menceritakan ini ke Kak Zio tapi Kakak janji untuk jangan kasih tau hal ini ke orang lain. Aku tidak ingin kalian berteman denganku hanya karena mengasihani ku. Aku mohon!"

Zio menganggukkan kepalanya, "Gue janji."

"Sebenarnya, aku terlahir dalam keadaan agenesis ginjal atau tidak terbentuknya ginjal, dimana seseorang yang terlahir dalam kondisi ini memiliki kedua ginjal tetapi salah satunya tidak dapat berfungsi, jadi selama ini aku sebenarnya hanya hidup dengan satu ginjal saja.

"Awalnya aku dapat beraktivitas seperti orang biasa pada umunya, Dokter sempat bilang bahwa orang dengan keadaan seperti aku ini bisa hidup layaknya manusia yang memiliki dua ginjal selama ginjal itu bisa berfungsi dengan baik.

"Tapi tiga tahun belakangan aku merasa ada yang aneh dengan tubuhku namun awalnya aku tidak terlalu mempermasalahkannya karena aku menganggap itu hanya faktor kelelahan saja.

"Sampai saat aku mengecek ke rumah sakit, Dokter yang merawatku bilang bahwa terdapat gangguan pada fungsi ginjalku. Setelah mengetahui hal itu Dokter selalu memberikanku obat-obatan untuk mencegah komplikasi atau setidaknya mengurangi resiko gagal ginjal bersamaan aku menjalani pengobatan.

"Awalnya selama setahun lebih aku terus mengkonsumsi obat-obatan itu dan menjalankan pengobatan namun di luar dugaan kondisi ginjalku tidak juga membaik bahkan Dokter mengatakan bahwa aku sudah mempunyai resiko gagal ginjal.  Lalu beberapa bulan setelahnya Dokter mendiagnosis bahwa aku sudah positif mengidap penyakit gagal ginjal stadium awal.

"Selama bertahun-tahun ini aku hidup dengan mengandalkan obat-obatan itu untuk mencegah kondisiku kian memburuk sambil bolak-balik rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Dokter mengatakan bahwa ginjalku harus segera di cangkok atau melakukan transplantasi ginjal sebelum menyebabkan komplikasi pada organ yang lainnya. Hanya saja ginjal yang cocok denganku belum juga tersedia," ujar Aliya.

Zio terdiam mendengar penjelasan Aliya. Dia tidak menyangka bahwa selama ini gadis yang di ketahuinya selalu ceria dan tersenyum ramah kepada semua orang ternyata menyimpan beban yang amat sangat berat.

"Itu sebabnya Lo sering pingsan trus muka Lo selalu pucat?" Aliya menganggukkan kepalanya. "Dan itu juga penyebab Lo jatuh beberapa bulan yang lalu di koridor?"

Aliya mengangkat kepalanya, "Dari mana Kakak tahu?"

"Gue waktu itu nggak sengaja liat David narik tangan Lo, ya udah gue ikutin. Dan pas Lo selesai cerita sama David, Lo langsung jatuh selepas David pergi. Awalnya gue mau nolongin Lo, tapi gue berhenti saat lihat Lo ambil sesuatu semacam pil dari tas Lo. Dan setelah itu Lo udah agak baikan dan pergi. Yaudah gue balik lagi," jelas Zio.

"Juga, dari situ gue sebenarnya udah curiga sama Lo, tapi gue pikir lagi mungkin itu cuman vitamin aja. Dan yang bikin gue lebih curiga, waktu gue jenguk Lo yang lagi sakit di rumah waktu itu."

Aliya mengerutkan keningnya, "Curiga apa? Maksudnya?"

"Tentang obat yang ada di nakas waktu itu. Gue nggak bodoh. Gue tau kalau itu bukan obat demam, dan sebenarnya gue tau apa fungsi dari obat itu."

"Kakak udah tau?" Zio menggumam. "Tapi dari mana Kak Zio tahu?"

"Lo kenal Dokter yang barusan lo temuin tadi?"

"Kenal. Itu teman Ayahnya bang Raga."

"Raga? Dari mana Lo kenal Raga?" tanya Zio.

"Bang Raga itu Kakak sepupu aku," jelas Aliya.

"Oh. Dan Lo tahu siapa nama Dokter yang tanganin lo tadi?"

Aliya mengerutkan keningnya berusaha mengingat siapa nama lengkap Dokter tersebut karena dia hanya memanggilnya dengan sebutan Dokter Ray.

"Kalau nggak salah namanya Dokter Raynaldi Alfrendio," ucap Aliya sambil berusaha mengingat nama yang berada di jas dokter yang sering di pakai Dokter Ray.

"Dia Ayah gue," ucap Zio santai.

Aliya membulatkan matanya karena kaget,
"Dokter Ray, Ayah kamu?"

"Hem.. dan karena itu juga gue lumayan tahu macam-macam obat karena Ayah gue spesialis penyakit dalam."

Menyebut kata obat Zio agak merasa aneh. Apa ada yang dia lupakan dan berhubungan dengan obat?

"Astagfirullah. Aliya gue harus balik, gue lupa kalau gue harus segera pulang. Soalnya Zia, Adik gue lagi demam."

Aliya ikut berdiri dari duduknya karena Zio juga berdiri. "Ya udah, aku juga mau pulang," ucap Aliya.

"Lo ke sini sama siapa? Mau gue antar?"

"Nggak usah Kak, aku tadi ke sini sama Pak Jono supir aku. Aliya pamit duluan ya Kak. Dadah." Aliya pamit dan tersenyum kepada Zio.

Aliya melambaikan tangannya dan pergi menjauh dari taman belakang mendahului Zio.

Zio melihat punggung kecil Aliya yang semakin jauh dan hilang ketika berbelok di lorong rumah sakit.

'Punggung itu kecil tapi harus menahan beban yang sangat besar. Senyum itu indah tapi di baliknya begitu menyakitkan. Gue nggak abis pikir Lo bisa sekuat ini. Tersenyum seakan semuanya baik-baik saja, bahkan Lo masih bisa buat orang lain tersenyum meski batin Lo lagi meringis menahan sakit.' batin Zio.

Zio meninggalkan taman rumah sakit dan kembali ke rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Zio ketika sampai di rumah.

"Wa'alaikum salam. Abang kamu kenapa lama sekali beli obatnya. Kasihan Adik kamu tau."

Zio menggaruk belakang kepalanya dan terkekeh, sebenarnya dia merasa bersalah karena lupa apa tujuan awalnya ke rumah sakit.

"Maaf Bun. Zio tadi ketemu sama teman Zio di rumah sakit dan dia lagi sakit juga jadi Zio ngobrol bentar sama dia. Tapi ya gitu Zio sampai lupa waktu. Sekali lagi maaf ya, Bun."

"Ya udah nggak apa-apa."

Zio menyerahkan bungkusan obat penurun demam ke bundanya dan pamit memasuki kamar.

Di dalam kamar, Zio kembali mengingat tentang penjelasan Aliya di rumah sakit tadi. Entah kenapa dia jadi bertekad untuk menjadi dokter di masa depan. Dia menjadi termotivasi karena ucapan Aliya.

'Sekarang mungkin gue belum bisa bantu Lo untuk banyak hal. Tapi satu yang pasti mulai sekarang gue akan selalu jadi penyemangat Lo dan ngejagain Lo.'

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Assalamualaikum semua......
Terima kasih yang sudah menyempatkan baca cerita saya.

Oh iya, sumber tentang 'agenesis ginjal' di part ini saya cuma cari informasi di google saja jadi mohon maaf bila mungkin ada sedikit kekurangan dan kesalahan.

Kalau ada yang salah teman-teman bisa bantu benarkan nanti in syaa Allah saya bakal revisi ulang kekeliruan saya.

Ya udah, see you.. 😊

Smile in the painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang