GELISAH

1.3K 34 7
                                        

"Jangan terlalu terlena dengan kebahagiaan. Terkadang kita harus berada di posisi yang menyedihkan untuk bisa menjadi lebih tegar."

Pagi ini cuaca hujan dan dingin. Aliya masih bertahan di balutan selimut tebalnya. Badannya serasa tertempel sehingga ia tidak bertenaga untuk beranjak dari tempat tidurnya.

Setelah selesai sholat subuh Aliya kembali melanjutkan tidurnya. Entah kenapa dia sangat malas pagi ini karena biasanya setelah melaksanakan sholat subuh dia akan membaca buku pelajarannya kembali atau membantu mamanya didapur untuk menyiapkan sarapan.

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kamar Aliya diketuk oleh mama Diana. Ketukan yang tadinya pelan berubah menjadi lumayan keras karena Aliya tidak menyahut ketika mama Diana memanggil namanya.

"Aliya sayang bangun. Kamu emang nggak mau sekolah? Ini udah jam berapa loh." Mama Diana masih terus memanggil Aliya dari luar kamar.

Aliya bergumam. Entah sudah sadar atau masih setengah tertidur.

"Lima menit lagi ma." Aliya berbicara dengan suara khas orang baru bangun tidur.

"Ini udah lima menit yang keempat kalinya Aliya. Kalau kamu bilang lima menit lagi nanti kamu bisa telat pergi sekolah."

"Iya, Aliya udah bangun." Dengan terpaksa Aliya turun dari tempat tidurnya.

Aliya berjalan dengan gontai dan mata masih tertutup ke arah kamar mandi. Saat berjalan Aliya meringis karena dahinya terbentur dinding.

"Ishh. Siapa sih yang naro dinding disini. Ini lagi siapa yang mindahin kamar mandinya di sebelah kanan."

Sebenarnya arah kamar mandi Aliya memang berada di sebelah kanan. Tetapi ketika bangun tidur, Aliya turun dari sisi kiri tempat tidurnya sehingga sudah dipastikan dia tidak akan sampai ke kamar mandi malah kearah tembok.

Aliya mengomel tidak jelas karena tidurnya terganggu padahal dia masih sangat mengantuk.

Semalam Aliya harus bergadang karena menyelesaikan tugas kimia. Memang sih nomornya tidak terlalu banyak tapi disetiap nomor pasti selalu bercabang. Entah itu sampai c malah ada yang sampai h.

Itu ibaratnya bermula dari ibu lahirlah anaknya. Setelah anaknya muncullah cucu beserta cicitnya sekalian kalau diperlukan.

Setelah siap untuk berangkat sekolah Aliya berjalan menuju dapur untuk sarapan pagi. Disana sudah ada mama Diana dan bi Siti yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.

"Selamat pagi." Aliya tersenyum dan duduk di kursi yang berada di ruang makan.

Mama Diana dan bi Siti tersenyum ke arah Aliya dan menjawab salam secara bersamaan. "Selamat pagi juga."

Bi Siti pamit menuju ke taman belakang setelah selesai membantu menyiapkan sarapan, katanya ingin membersihkan daun kering yang gugur mengotori taman.

Aliya mengambil sarapan paginya dan memakan dengan tenang.

"Aliya. Hari ini mama aja ya yang antar ke sekolah soalnya pak Jono lagi sakit jadi izin nggak bisa masuk." Ucap mama Diana dan duduk dibangku yang berada di samping Aliya.

"Nggak usah ma. Aliya bisa kok naik angkot lagian mama kan pasti sibuk ngurusin butik. Arah sekolah aku dengan butik mama kan beda arah." Tolak Aliya dan kembali melanjutkan makanannya.

"Ya udah. Tapi kalau gitu mama anterin kamu sampai depan kompleks supaya kamu nggak perlu jalan lagi. Kamu harus selalu jaga kesehatan kamu Aliya. Jangan jajan sembarangan kalau di sekolah." Aliya menganggukkan kepalanya mengiyakan perkataan mama Diana.

Smile in the painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang