PERNYATAAN TERSIRAT

1.4K 26 7
                                    

Pagi ini kelas Aliya sedang melaksanakan praktek seni budaya dan materi yang akan dipraktekkan yaitu vokal. Seluruh penghuni kelas XI MIA 2 sudah berada di dalam lab seni karena sebelumnya di perintahkan oleh ketua kelas untuk menunggu guru di lab seni saja.

Di dalam lab seni ini semua alat musik ada. Mulai dari piano, gitar, bass, pianika, drum, bahkan alat musik tradisional di sediakan di ruangan ini.

Sebelumnya minggu lalu Bu Femi selaku guru seni budaya sudah memberitahukan jika ada yang bisa memainkan alat musik dapat menggunakannya sebagai instrumen pengiring.

Semua murid sudah heboh untuk mempersiapkan lagu apa yang akan dibawakan bahkan sudah ada yang berlatih untuk praktek nanti.

Semua yang ada di ruangan sangat antusias tapi lain halnya dengan Vallen. Sedari tadi dia sibuk meracau kenapa harus diadakan praktek vokal.

“Ih kenapa sih pake praktek vokal. Kan suara gue pas-passan bahkan bisa dibilang big minus. Kalau gue nyanyi trus pada diketawain gimana?” Vallen duduk dengan tidak tenang di samping Aliya.

“Kamu nggak usah pikirin apa yang bakal orang lain omongin tentang kamu. Kamu percaya diri aja.” Aliya berusaha menenangkan Vallen yang sedari tadi risau di sampingnya.

“Heh... Gimana nggak kepikiran coba. Tuh mereka latihannya aja pada bagus apa lagi ntar nyanyinya.” Vallen menghela napas. “Apa perlu gua alasan sakit aja ya biar nggak ikut praktek?”

“Kamu jangan pesimis dong. Masa udah nyerah duluan. Aku kasih tau ya sebenarnya aku juga gugup banget, suara aku juga nggak bagus-bagus amat. Tapi kita harus optimis.” Aliya mengepalkan tangannya ke depan untuk memberikan semangat kepada Vallen.

Vallen menghela napas kasar. “Ya udah gue coba deh. Tapi janji ya jangan ketawa ntar.” Vallen memperingatkan Aliya dan Aliya menganggukkan kepalanya untuk menanggapi perkataan Vallen.

Akhirnya setelah lumayan lama menunggu Bu Femi masuk kedalam lab yang sebelumnya mengucapkan salam.

“Maaf ya ibu agak telat. Soalnya tadi ke ruang kepala sekolah dulu ada urusan.” Bu Femi tersenyum “Oke supaya tidak membuang waktu kita langsung aja praktek. Sebelumnya udah pada siapkan lagu masing-masing kan?”

“Sudah bu.” Jawab serentak murid XI MIA 2.

Bu Femi duduk dikursi yang sudah disiapkan dan membuka daftar hadir untuk memanggil nama murid yang akan maju.

“Ibu akan acak jadi nggak sesuai absen. Yang maju pertama yaitu Zizka Saputri.” Praktek sudah dimulai.

Vallen menghela napas lega. “Untung bukan gue duluan.” Setelah itu Zizka pun maju ke depan dan mulai bernyanyi.

“Oke Zizka suaranya bagus, tapi tadi agak fals di bagian reff. Belajar lagi ya. Oke yang berikutnya Rio Pratama.” Ucap Bu Femi.

Rio maju dengan percaya dirinya. Setelah sampai Rio sejenak memperbaiki seragam dan rambutnya agar terlihat lebih rapi.

“Terimakasih telah sabar menunggu penampilan dari kembarannya Manu Rios.” Ucap Rio dan semua murid langsung menyorakinya.

“Dakinya Manu Rios baru cocok lo.” Rian berteriak dan sontak semua murid pada tertawa.

“Teman-teman ku sekalian itulah contoh orang sirik. Jangan di tiru ya!” Semua murid kompak memutar bola mata mereka.

“Udah Rio kapan nyanyinya kalau ngomong terus.” Ucap bu Femi.

Sudah banyak nama yang dipanggil dan sekarang giliran Aliya. Aliya akan menyanyi dengan menggunakan piano sebagai pengiringnya.

Aliya menarik napas dalam-dalam. Semoga dia tidak grogi dan lupa liriknya.

Smile in the painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang