Setelah permainan antar murid laki-laki selesai, sekarang giliran para siswi yang bermain. Model aturan yang di gunakan sama seperti permainan pertama.
Tim Aliya terdiri dari Aliya, Vallen, Fila, Zahra dan juga Tasya. Tim Aliya mendapat nomor urut ke-2 yang artinya dia harus melawan tim Sofie yang mendapat nomor urut 1.
Permainan di mulai ketika bola dilemparkan ke udara. Bola pertama berada di kuasa tim Sofie.
Walaupun tidak sehebat permainan yang di lakukan murid laki-laki tapi sebanding lah jika lawannya antar siswi perempuan.
Permainan sudah berlangsung sekitar 10 menit dan sejauh ini tim Sofie yang memimpin.
“Aliya lo yakin masih kuat udahan yah. Muka lo udah pucat nih.” Vallen berbicara kepada Aiya yang saat ini sedang berlari di sampingnya untuk mengambil bola dari tim lawan.
“I’m okay. Aku masih kuat kok. Lagian tinggal 10 menit lagi.” Setelah mengucapkan itu Aliya langsung mendribel bolanya mendekati ring lawan.
Vallen menghela napas karena kekeras kepalaan Aliya. Wajah yang sudah pucat seperti itu di katakan masih baik-baik saja?
Sebisa mungkin Vallen berada tidak jauh dengan Aliya sehingga jika Aliya membutuhkan bantuannya maka dia bisa langsung menolongnya.*****
Sofie tidak terlalu banyak ikut bermain hanya sejenak mendribel bola dan setelah itu mengopernya ke teman lain. Dia sibuk mencari di mana keberadaan David.
Matanya yang sibuk mencari David menangkap objek seseorang yang sedang mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil, ya objek itu adalah David.
Sofie berusaha untuk menarik perhatian David tapi sedari tadi mata David hanya fokus memperhatikan hal lain.
Karena penasaran bercampur amarah Sofie mengikuti arah pandang David dan ternyata yang menjadi fokus perhatian David sedari tadi adalah Aliya yang sedang berlari sambil mendribel bolanya.
Entah apa yang di gunakan Aliya sampai-sampai David bisa tertarik kepadanya dan Sofie tidak menyukai itu. David hanyalah miliknya dan jika dia tidak bisa memiliki David maka yang lainpun tidak bisa mendapatkannya.
Sofie yang sebelumnya menjabat sebagai sekertaris OSIS sudah tertarik dengan David dari awal MOS dan saat itu dia yang menjadi kakak pembimbing di gugus David.
Baginya David berbeda dengan laki-laki di sekitarnya. David terkesan cuek dan acuh kepadanya sehingga Sofie tertarik pada David. Disaat para siswa-siswa yang lain berebut meminta nomor ponselnya hanya David yang diam dibangku sembari sibuk membaca novel di genggamannya.
Walaupun David adalah adik kelasnya namun Sofie tak memperdulikan hal itu baginya David hanya untuknya. Rasa tertarik tersebut lama kelamaan berubah menjadi rasa suka.
Beribu-ribu cara sudah di lakukan Sofie untuk mendekati David namun David seakan mengacuhkan keberadaannya.
Rasa sukanya mungkin sudah berubah menjadi obsesi tapi itu semua tidak penting yang terpenting adalah dia harus mendapatkan David bagaimanapun caranya.
Pernah ada seorang siswi yang secara terang-terangan menyukai David dan Sofie menganggap siswi tersebut akan menjadi saingannya untuk mendapatkan David.
Setelah mengetahui hal itu Sofie langsung mem-bully siswi yang bernama Naila tersebut mulai dari melabraknya sampai menerornya.
Dan akibat tekanan yang di lakukan Sofie terhadap Naila, siswi tersebut keluar dari sekolah karena di kabarkan mengalami gangguan jiwa.
Mendengar kabar Naila yang mengalami gangguan jiwa tersebut Sofie lantas senang karena tidak ada lagi saingan untuk mendapatkan David.
Namun kesenangan itu hanya sementara. Aliya menjadi perusak segalanya. Entah apa yang di lakukan Aliya sampai David selalu membelanya dan melindungi Aliya dari semua rencananya.
Sofie mengetahui itu semua karena setiap dia akan menjalankan rencananya maka dia selalu melihat David yang memperhatikan Aliya dari kejauhan dan itu membuat Sofie tidak bisa melabrak Aliya.
Sofie pernah berniat menjatuhkan pot dari lantai dua di atas kepala Aliya namun semua itu gagal karena David langsung merampas pot tersebut. Sofie sendiri bingung kenapa bisa David berada di lantai tersebut.
“Lo penghancur Aliya dan lo pantas untuk hancur.” Batin Sofie dan kemudian berlari ke arah Aliya untuk mengambil bola yang sedang berada di tangan Aliya.
Sofie menghadang pergerakan Aliya dan berusaha merampas bolanya namun Aliya berhasil menyelamatkan bola tersebut dan kembali berlari.
Sofie geram dengan Aliya dan dengan sengaja Sofie menyikut pinggang Aliya keras sehingga bola lepas dari kendali Aliya.
Sofie tersenyum sinis dan langsung merebut bola yang terlepas dari jangkauan Aliya.
*****
Aliya berhenti mendribel bolanya saat Sofie menyikut pinggangnya. Rasa sakit tersebut langsung menjalar ke seluruh tubuhnya terutama bagian pinggang.
Aliya meremas daerah pinggangnya karena sakit yang tak tertahankan. Rasanya seperti baru saja tertusuk.
Vallen yang melihat gelagat aneh Aliya menghampirinya.
“Aliya, lo kenapa?” Vallen bertanya dengan khawatir saat Aliya terdengar meringis menahan sakit bahkan keringat menetes dari pelipisnya.
“Aliya jawab lo kena-” belum selesai ucapan Vallen, Aliya langsung pingsan di tengah lapangan.
Seketika lapangan di banjiri oleh para murid yang berada di sekitar lapangan.
Sofie yang melihat itu semua tersenyum sinis. Dia bahagia melihat Aliya menderita.
“Lo apain tadi Aliya?” Sindy bertanya kepada Sofie karena dia sempat melihat apa yang dilakukan Sofie terhadap Aliya tadi.
“Gue nggak ngapa-ngapain dianya aja yang terlalu lemah. Cih.” Sofie kembali tersenyum remeh ke arah Aliya yang sudah tergeletak di tengah lapangan.
*****
David yang berada di kejauhan sempat di buat mematung karena Aliya yang terjatuh pingsan di tengah lapangan dan dengan cepat David berlari menerobos kerumunan orang yang mengerumuni Aliya.
David sudah berada di tengah kerumunan dan mendekap kepala Aliya.
“Aliya! Aliya bangun!” David menepuk-nepuk pipi Aliya untuk menyadarkannya.
“Shit!” David mengumpat karena Aliya tak kunjung sadar. Dengan cepat David mengangkat tubuh Aliya dan berlari menuju ke UKS.
Vallen ikut berlari di belakang David dengan wajah cemas bahkan Vallen sempat menangis sangking khawatir nya.
Dari kejauhan Sofie mengepalkan kedua tangannya melihat David yang berlari sambil menggendong Aliya yang pingsan.
“Lo adalah penghalang terbesar gue untuk milikin David, Aliya. Dan gue nggak suka saat ada yang ngehalangin rencana gue. Gue nggak akan segan-segan hancurin penghalang gue bahkan walau harus membunuh sekalipun.” Dengan di kuasai amarah Sofie meninggalkan lapangan dan pergi entah kemana.
Sindy yang sedari tadi diam menghela napasnya. “Lo udah terlalu jauh Sofie. Gue nggak mau sahabat gue jadi monster hanya karena cowok.”
Sindy mengetahui semua tentang Sofie. Tidak ada yang Sofie sembunyikan darinya. Dia sudah tahu masa-masa gelap Sofie. Masa di mana sahabatnya yang baik, ramah, dan penyayang itu berubah menjadi sosok Sofie yang seperti sekarang. Sosok sahabat yang tidak di kenalnya lagi. Sofie yang dulu sudah berubah, sangat berubah. Tidak ada lagi tawa ceria yang menghiasi dirinya. Tidak ada lagi senyum hangat yang selalu tampil di wajahnya.
“Gue pengen lo kembali. Masih ada gue yang sayang sama lo.”
Sindy memilih mencari Sofie yang sudah hilang entah kemana berharap dia tidak melakukan sesuatu yang berbahaya.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...