“Dulu kita sedekat darah dan nadi. Dan sekarang kita sejauh bumi dan matahari. Tapi ketika kenangan itu muncul kembali apakah semua akan sama lagi?”
Bagi David hari ini adalah hari yang paling bodoh untuknya. David tidak bisa mengendalikan perasaannya ketika melihat Aliya terlihat akrab dengan Zio.
Angin malam yang sepoi-sepoi menggoyangkan pelan rambut David. David sedang berada di balkon kamarnya memikirkan kembali tindakan yang dilakukannya hari ini.
Selama ini dia berhasil untuk mengendalikan dirinya tapi hari ini kenapa itu terasa sangat susah.
“Akkhhh. Bodoh bodoh bodoh.” David mengacak-acak rambutnya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi yang didudukinya.
“Gue selalu berusaha untuk nggak peduli sama lo tapi kenapa hati gue nggak mau ngikutin pikiran gue.”
Pikiran David berkelana ke masa lalu, sambil memejamkan matanya berusaha untuk membuat hatinya tenang.
David kecil duduk sendiri di taman kota. Biasanya dia akan bersama mamanya ke taman ini, namun ntah karena apa dia tidak bisa menemani David hari ini.
David kecil duduk dibawah pohon besar sambil menunggu mamanya yang akan datang menjemputnya.
Langit yang tadinya cerah sudah mulai kembali bersembunyi menyisakan warna jingga di sana.
David yang masih menunggu akan kedatangan mamanya tidak pindah dari bawah pohon itu walaupun hujan sudah akan turun.
Saat David sedang duduk termenung ada seseorang yang menepuk bahunya. David menolehkan kepalanya ke samping dan menemukan seorang anak perempuan yang imut sedang tersenyum lebar kepadanya.
“Kakak ngapain disini sendirian?” Tanya anak perempuan tersebut.
Anak itu duduk disamping David untuk menemaninya. David tidak menjawab pertanyaan yang diberikan, matanya masih fokus melihat langit di atas sana.
Meski tidak dapat jawaban, anak itu tidak memusingkannya dan malah melanjutkan ceritanya.
“Kakak suka liat langit ya? Aku juga suka liat langit. Langit itu Indah. Tapi sekarang langitnya lagi sedih soalnya mau hujan. Mama pernah bilang kalau kita sedih langit pasti akan ikut menangis, jadi kita jangan sedih supaya langitnya nggak ikut sedih. Kakak emangnya lagi sedih ya?”
David tidak menanggapi pertanyaan anak itu dia masih fokus pada kegiatan awalnya. Walaupun begitu David masih mendengarkan dengan jelas apa yang dikatakan anak itu.
“Kakak! Kakak namanya siapa? Nama aku Aliya Livianra. Panggilannya Aliya.” Aliya mengarahkan tangannya kearah David tapi hanya dilihat oleh David tanpa mau membalas uluran tangannya.
“David.” Jawab David singkat.
Semenjak kejadian ditaman itu Aliya dan David menjadi akrab. David sudah bisa menyesuaikan dirinya walaupun masih tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya akan bicara jika ditanya atau ada hal yang penting.
Tapi itu semua tidak bertahan lama sampai tragedi yang tidak diharapkan itu terjadi. Walaupun itu bukan karena David, tapi David merasa bahwa itu kesalannya. Mulai saat itu David kecil menghindar dari Aliya dan tidak pernah lagi bermain bersama ditaman.
Setiap hari David selalu datang ke taman tapi tidak lagi bermain bersama Aliya. Hanya melihat dari jauh. Bersembunyi agar Aliya tidak melihatnya.
David selalu melihat Aliya yang murung dan duduk sendirian dikursi yang ada di taman itu sambil memeluk boneka yang pernah diberikan David ketika ulang tahun Aliya. Tapi saat Aliya sudah mulai ceria kembali karena kehadiran seseorang yang terlihat sangat baik untuk Aliya, maka David memutuskan untuk pergi menjauh dari hidup Aliya. Itu semua David lakukan agar Aliya tidak akan terluka lagi ketika bersama dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...