Zio berlari menyusuri koridor untuk secepatnya sampai di ruang kesenian tempat ia dan Aliya biasa latihan untuk acara perpisahan nanti.
Setelah mendapat kabar dari ayahnya, Zio sangat senang dan dengan semangat berlari tanpa memperdulikan pandangan siswa-siswi yang mungkin saja bingung melihatnya pasalnya Zio berlari sambil sesekali tersenyum. Suatu hal yang jarang dia lakukan atau bahkan tidak pernah.
#flashback....
Zio sedang berada di kantin untuk sekedar membeli roti dan air minum untuk menganjal perutnya yang lapar selepas olahraga.
Zio berdiri disalah satu penjual langganannya dan seperti sudah hapal penjual tersebut langsung mengambikan roti dan air minum untuk Zio. Zio menerima dan tersenyum kepada penjual tersebut.
Setelah mendapatkan apa yang diperlukannya, dia menuju salah satu bangku di kantin yang kebetulan kosong dan mulai membuka makannya. Ketika Zio sudah menghabiskan setengah rotinya tiba-tiba saja ponsel yang ia letakkan di atas meja kantin berdering.
Zio mengambil ponsel tersebut dan sedikit mengerutkan kening. Ayahnya menelpon. Ayah Zio jarang menelpon Zio ketika dia sedang berada di sekolah kecuali ada hal penting atau yang mendesak.
Zio mulai menggeser tombol berwarna hijau dilayar ponselnya dan mengangkat telepon dari ayahnya.
"Halo? Ada apa, Yah? "
"Zio, kamu punya kontak orang tua Aliya tidak atau nomor ponselnya?"
Zio mengernyit bingung. "Zio nggak punya. Memang untuk apa ayah nanya itu?"
"Begini. Ayah baru saja dapat informasi dari direktur rumah sakit bahwa sudah ada calon pendonor ginjal yang mau mendonorkan ginjalnya, ayah ingin menghubungi orang tua Aliya untuk memberi info. Siapa tahu ginjal itu cocok untuk Aliya, tapi Aliya harus melakukan pemeriksaan dulu supaya bisa di tahu apakah ginjal itu cocok atau tidak."
"Ayah serius? Sudah ada pendonornya?"
"Iya."
"Kalau gitu Zio langsung kasih tahu Aliya aja, nanti Zio kabarin lagi Ayah. Oke, Yah makasih banyak. Zio sayang banget Ayah."
Diseberang sana Ayah Zio terkekeh pelan mendengar nada suara anaknya yang sangat bahagia sekaligus semangat.
"Baiklah, kalau begitu Ayah tutup."
Flashback off....
Zio kembali tersenyum mengingat percapan dengan ayahnya tadi. Akhirnya doanya selama ini terkabul. Aliya mendapatkan pendonor yang selama ini diharapkannya, semoga saja ginjal tersebut cocok dan Aliya bisa melakukan operasi lalu kembali sehat sedia kala.
Pintu ruang kesenian sudah terbuka dan Zio langsung masuk kedalam mengedarkan pandangannya mencari sosok yang dicarinya.
Zio melihat Aliya yang berdiri didepan jendela sambil memegang ponsel seperti sedang memotret sesuatu. Tanpa pikir panjang Zio berlari mendekati Aliya dan langsung memeluknya.
"Aliya, gue punya kabar gembira. Sangat-sangat mengembirakan."
Aliya yang kaget sedikit tersentak karena pelukan Zio pada tubuhnya yang tiba-tiba.
"Kabar apa? Apa tentang penampilan kita nanti?"
Zio menggelengkan kepalanya, "Bukan, ini lebih dari itu."
"Emm... Anime yang Kakak suka sudah ada lanjutannya?"
"Bukan. Coba tebak lagi."
"Apa ya? Ah.... Kak Zio dapat beasiswa untuk sekolah di Jerman kan?" ucap Aliya dengan antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile in the pain
Teen FictionAku tersenyum untuk menyembunyikan sakit ku. Aku tertawa untuk meredam jeritan ku. Aliya. Kita sama-sama menyembunyikan banyak hal. Banyak hal yang menyatukan kita tapi kita terlalu bodoh untuk menyadarinya. David. Permainan takdir memang lu...