HARAPAN

926 19 0
                                    

Aliya menuruni tangga dengan semangat hari ini untuk berangkat ke sekolah. Dia berusaha sekuatnya untuk bangkit dari keterpurukannya kemarin. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, begitulah prinsipnya.

Setelah sampai di dapur, Aliya melihat mama Diana yang tengah menuangkan air putih ke dalam gelas.

"Selamat pagi mama," sapa Aliya dengan senyuman.

"Selamat pagi juga sayang."

Aliya mendudukkan dirinya ke kursi yang biasa dia gunakan saat makan dan mulai membalik piringnya.

"Wah hari ini nasi goreng udang kesukaan Aliya. Nyam nyam."

Dengan semangat Aliya menyendok nasi goreng ke dalam piringnya dan menunggu mama Diana untuk makan bersama.

"Ini minum kamu," mama Diana menyerahkan gelas berisi air putih kepada Aliya.

Mama Diana kemudian duduk dan mengambil nasi goreng ke dalam piringnya dan mulai sarapan bersama Aliya.

Di sela-sela sarapan mama Diana bertanya beberapa hal kepada Aliya.

"Bagaimana sekolah kamu kemarin?"

"Baik seperti biasa, ma."

"Maaf ya, kemarin mama nggak bisa jemput kamu soalnya klien mama datang tiba-tiba ke butik."

"Iya ma, Aliya nggak apa-apa kok." Aliya memaklumi pekerjaan mamanya yang sangat sibuk. Mamanya adalah pemilik butik itu jadi otomatis dia memegang tanggung jawab yang besar terhadap butik itu.

"Oh iya kemarin kamu pulang dengan siapa? Kata bi Siti kamu diantar cowok? Kamu udah punya pacar?"

Aliya tersedak nasi gorengnya mendengar pertanyaan tiba-tiba dari mama Diana.

"Makannya pelan-pelan aja Aliya, kamu ini." Mama Diana menyerahkan air minum kepada Aliya dan di minumnya hingga setengahnya.

Setelah minum tenggorokan Aliya serasa legah. "I-itu cuman temen Aliya aja, ma. Aliya nggak punya pacar."

"Ya udah, bicaranya biasa saja jangan kayak di kejar maling gitu."

Aliya menggaruk pipinya yang tidak gatal, dia tidak sadar bahwa dia menjawab dengan cepat pertanyaan mama Diana tadi.

"Hehehe. Kalau begitu Aliya pamit kesekolah dulu, ma. Assalamualaikum." Aliya menyalimi tangan mama Diana dan pamit untuk berangkat ke sekolah.

Aliya berjalan ke luar rumah dan bertemu pak Jono.

"Neng, sudah mau berangkat? Sini bapak antar."

Aliya mengangguk dan mengikuti pak Jono yang terlebih dahulu berjalan menuju mobil.

*****

Aliya sampai di sekolah dan turun dari mobilnya. "Pak makasih. Aliya sekolah dulu, assalamualaikum. "

Aliya turun dan berjalan menuju gerbang sekolah. Saat berjalan dia mendengar seseorang yang menyebut namanya dari arah samping.

"Aliya?"

Aliya menolehkan kepalanya dan berdiri mematung sejenak, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Tante Silvi, om Fadel? Kalian ngapain di sini?"

Orang yang di sebut tante Silvi itu langsung memeluk tubuh Aliya.

"Aliya, tante kangen banget sama kamu. Udah lama banget kita nggak ketemu belum lagi kita sampai lost contact. Kamu sama Diana apa kabar?"

Aliya tersenyum setelah pelukan tante Silvi terlepas. "Alhamdulillah, tan. Aliya sama mama baik-baik saja."

"Kamu pindah di sini Aliya?" Om Fadel yang sedari tadi diam mengangkat suaranya.

"Iya om, soalnya mama mau urus langsung butik yang ada di Jakarta."

"Om sama tante ngapain di sini?" tanya Aliya.

"Oh kita cuma mau kunjungan rutin saja," jawab om Fadel.

"Om Fadel, tante Silvi. Aliya pamit dulu yah, soalnya hari ini piket Aliya," ujar Aliya.

"Yah, kenapa buru-buru. Padahal tante masih kangen sama kamu." Tante Silvi memasang muka merajuknya.

"Aliya juga masih kangen sama tante. Lain kali Aliya main ke rumah tante. Ahh,, tapi aku nggak tau rumah tante di mana." Aliya cengengesan karena baru menyadari bahwa dia belum tau di mana tempat tinggal om Fadel dan tante Silvi sekarang.

"Nanti tante aja yang main di rumah Aliya sekalian ketemu Diana. Oh iya alamat Aliya di mana?"

Aliya memberitahukan alamatnya rumahnya kepada tante Silvi.

"Oke makasih ya, sayang. Tante sama om pamit dulu." Setelah tante Silvi menerima alamat Aliya, dia dan om Fadel beranjak pergi karena ada suatu urusan.

Aliya menganggukkan kepalanya dan setelah itu melangkahkan kakinya ke kelas.

Belum lama Aliya berjalan dia menghentikan langkahnya, ada sesuatu yang dia lupa.

Tante Silvi dan om Fadel adalah orang tua dari David-teman masa kecilnya. Berarti saat ini David ada di Jakarta.

Baru saja Aliya membalikkan badannya untuk bertanya tapi tante Silvi dan om Fadel sudah menghilang entah kemana.

Aliya benar-benar lupa akan hal itu, sangking rindu dan bahagianya dia sampai melupakan fakta yang ada. Sedikit lagi dia bisa mengetahui tentang David-teman masa kecilnya tapi itu semua harus tertunda.

*****

"Aliya hari ini pemilik sekolah alias orang tuanya David lagi kunjungan loh ke sini. Lo nggak mau ketemu sama mereka?"

Aliya yang sedari tadi asik dengan novelnya mengalihkan perhatiannya ke arah Vallen yang sedang bercermin.

"Orang tuanya David? Untuk apa aku ketemu sama mereka?" tanya Aliya bingung.

"Ya kali aja lo penasaran gitu sama orang tuanya David. Sekalian pendekatan sama calon mertua."

Vallen tertawa karena melihat aliya yang langsung salah tingkah, ah senang sekali rasanya Vallen bisa menggoda Aliya.

"Vallen, kamu apaan sih. Ngaur!" Ucap Aliya.

Di sisi lain Rio, Rian dan David sedang berkumpul di rooftop karena jam pelajaran yang kosong sebab ada rapat dengan pemilik sekolah.

"Vid, bonyok lo ngapain di mari?" tanya Rio yang sedang memakan kripik kemasannya.

"Ntah, katanya sih kunjungan."

"Bilangin deh sama bonyok lo supaya kunjungannya sering-sering kan enak kita bisa jam kosong terus," ujar Rian.

"Itu sih cuman mau lo aja," jawab David ketus.

"Tapi bener sih kata Rian, Vid. Kan enak kalau banyak jamkos. Jadi bisa tiduran di mari," ucap Rio.

"Kalau gitu nggak usah sekolah sekalian."

"Vid, jawaban lo sensi amat sih hari ini. Cepet tua baru nyaho lo," David hanya melirik sejenak Rio yang sedang protes akan dirinya.

Karena tidak mendapat tanggapan dari David, Rio kembali melanjutkan makannya. Entah sudah berapa bungkus makanan yang di habiskannya tapi tetap saja dia belum merasa kenyang sekalipun.

"Rio, lo jangan ambil bagian gue oncom. Itu cemilan gue. Sini-in!" Rian merampas snack punyanya yang sudah akan di buka oleh Rio.

"Pelit amat lo, Yan. Snack gue abis nih, bagi dikit kek."

"Nggak. Lo kalau ngomong dikit sekalinya makan bisa abis semua. Dasar lambung kresek."

David yang jengah mendengar perdebatan tidak bermutu dari kedua sahabatnya melempar cemilan dan minuman bagiannya yang belum di sentuhnya sejak tadi.

"Berisik banget sih lo berdua. Tuh makan aja."

"Wuishhhhh,,,,, makasih banyakkkk bang David. Adek senang banget. Muachh." Rio memberikan ciuman manja di pipi David dan langsung di tabok keras oleh David.

"Jijik gue," desis David.

Rio dan Rian tidak memperdulikan tanggapan David, mereka sedang asik berebut cemilan yang barusan di lemparkan David dengan suka rela. Lumayan rejeki nomplok begitulah pikiran mereka.

Smile in the painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang