TERBUKA KEMBALI

1.3K 32 1
                                    

Betul dugaan David setelah sampai disana dilihatnya Aliya yang sedang duduk dibangku dan menundukkan kepalanya.

David berjalan mendekat ke arah Aliya, tetapi ketika sampai dia terheran karena melihat seragam Aliya yang basah dan bahunya yang bergetar.

Aliya belum sadar akan kedatangan David. Aliya terus terisak pelan dan sesekali menghapus air mata yang mengalir di pipinya.

David duduk dibangku yang berada disamping Aliya. Karena merasa ada yang duduk Aliya menolehkan kepalanya.

“Ngapai  lo nangis disini. Kurang kerjaan banget.” David menyandarkan badan dan kepalanya dikursi. Mengamati langit diatas sana yang sedang mendung.

“Kamu ngapain juga disini?” Aliya memilih untuk tidak menjawab pertanyaan David. Dan mengalihkan wajahnya ke depan agar mata sembabnya tidak terlihat oleh David.

“Cih. Cara basi. Ngalihin pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan.” Aliya menghela napas berusaha agar emosinya tidak terpancing sebab perkataan David sungguh menyulut emosi Aliya.

Aliya masih diam membisu dan lebih memilih mendiamkan David berusaha tidak terpengaruh dengan keberadaannya di samping Aliya.

“Gue kira orang kayak lo rajin. Ternyata bisa bolos juga.” David tersenyum miring ke arah Aliya.

“Aku nggak bolos dan aku nggak seperti yang kalian pikirkan.”

David menoleh ke arah Aliya dan syok saat melihat Aliya yang kembali menangis bahkan lebih sering isakan itu keluar dari mulutnya. David jadi memikirkan kembali perkataannya. Apakah perkataannya tadi keterlaluan sehingga membuat Aliya menangis.

David menengguk salivanya karena tidak tau akan berbuat apa lagi. Suasana ini menurutnya terlalu canggung. Aliya yang fokus dengan tangisannya dan David yang fokus dengan apa yang harus dilakukannya.

David kembali mengalihkan pandangannya ke arah langit. “Dulu saat gue kecil ada seseorang yang pernah bilang kalau kita sedih langit pasti akan ikut menangis, jadi kita jangan sedih supaya langitnya nggak ikut sedih. Dan gue tebak yang buat langit nggak cerah hari ini kerana lo.”

Aliya memfokuskan perhatiannya ke arah David. Aliya merasa deja vu dengan perkataan David barusan.
Aliya menghela napas berusaha menormalkan isakannya.

Tiba-tiba David bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Aliya. David mengulurkan tangannya ke arah Aliya.

“Ayo!” Aliya masih belum beranjak dari posisinya dan masih bingung dengan apa yang dilakukan David.
David yang jengah karena Aliya hanya memperhatikan uluran tangannya langsung memegang kedua pundak Aliya agar Aliya bisa berdiri.

David menuntun Aliya menjauhi taman tersebut. Aliya yang berada dibelakang David hanya menundukkan kepalanya karena banyak murid-murid yang memperhatikan mereka sepanjang perjalanan.

David masih tetap menarik tangan Aliya dan berjalan ke arah loker. David membuka lokernya dan mengeluarkan jaket yang selalu disimpannya untuk berjaga-jaga.

“Pake. Seragam lo basah. Kainnya tipis.” David menyerahkan jaket tersebut ke arah Aliya. Awalnya Aliya tidak ingin mengambil jaket tersebut tapi karena sudah menggigil dan baju dalam yang dipakainya terlihat akhirnya Aliya tidak punya pilihan lain selain menerima jaket David.

Setelah memastikan Aliya memakai jaketnya. David kembali menarik Aliya menuju ke kelas mereka.

David tidak mengajak Aliya masuk tetapi menyuruh untuk berdiri saja diluar kelas. Tidak dihiraukannya guru yang masih mengajar David masuk tanpa permisi dan langsung mengambil tasnya dan tas Aliya. Setelah itu David kembali keluar dari kelas dan menarik Aliya menuju ke parkiran.

Smile in the painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang