Alfani POV
Aku tidak pernah menyangka ayah benar-benar menjodohkanku!.
Sebenarnya sih tidak masalah bagiku dengan perjodohan ini. Toh tak ada siapa pun yang patut aku tunggu namun Yang jadi masalahnya adalah Anggara. Sudah seminggu aku menikah dengannya namun tak terhitung berapa kali dia berbicara padaku. Karena memang dia tak pernah berniat sekali pun berbicara denganku.
Bahkan saat ini aku masih berdiri mematung di ruang tamu. Aku tidak di persilakan duduk olehnya. Sudah 30 puluh menit aku berdiri sejak pertama kali tiba di tempat ini.
"Bi... tolong antarkan ibu ke kamarnya." Terdengar suara Anggara dari dapur.
Tak lama setelah itu seorang wanita paru baya menghampiriku.
"Mari Bu saya antar ke atas," ujarnya sambil mengambil sebuah koper besar yang sedari tadi ku pegang.
"Terima kasih," jawabku sembari tersenyum.
Aku berjalan mengikutinya menuju lantai 2.
Saat menapaki tangga aku bertanya siapa namanya. Namun dia hanya menjawab. "Ibu panggil saya bibi saja,"
Aku hanya mengangguk dan kembali melangkah."Ini kamar ibu. Jika perlu apa-apa ibu tinggal panggil saya." Ujar bibi sambil membuka pintu.
"Bu.. saya permisi ke dapur," ujarnya setelah aku masuk ke dalam kamar.
Aku kembali mengangguk. Setelah bibi pergi dan menutup pintu. Aku kembali sendirian. Kali ini aku benar-benar sendiri di dalam kamar. Aku tidak mempermasalahkan hal itu toh aku sudah kebal akan penghianatan dan kesendirian yang benar-benar sendiri.
Aku tahu laki-laki yang menjadi suamiku saat ini tidak menyukaiku. Bahkan untuk berbicara denganku dia enggan. Masa bodohlah yang jelas aku terbebas dari keluargaku dan juga teman-teman munafikku.
Saat ini aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan yang aka terjadi di kemudian hari. Setelah lama melamun aku seolah kehilangan tenanga. Bahkan untuk melangkah pun aku merasa tidak sanggup.
Kurebahkan diruku di atas tempat tidur. Ukuran king size kurasa terlalu besar untuk kutiduri seorang diri. Aku terlalu kurang kerjaan memikirkan hal tersebut. Lebih baik aku tidur sejenak sebelum mandi.
Anggara POV
Saat melewati kamarnya menuju kamarku yang memang bersampingan. Kusempatkan untuk menyapanya. Namun ia sedang tertidur. Aku merasa bersalah memanfaatkannya demi mempertahankan posisiku di kantor.
Namun aku benar-benar tidak dapat mempercayai seorang wanita lagi. Dita sudah cukup banyak merusak kepercayaanku. Alfani anak yang cukup penurut untuk di manfaatkan. Melihat dari cv yang di berikan oleh pak Banu. Alfani anak yang cerdas. Setidaknya itu yang aku tahu.
Besok aku akan melakukan kontrak dengannya. Sepertinya dia cukup cepat memahami situasi ini.
Setelah aku benar-benar menjadi pemilik sah perusahaan. Aku akan segera menceraikannya.***
Author POV
Alfani tidur cukup lama. Malam benar-benar larut saat ia terbangun. Bunyi perutnya cukup nyaring untuk menerbangka gagak-gagak dalam hutan blantara.
Alfani segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidur sangat pulas hingga berkeringat. Setelah 30 menit Alfani baru keluar dari kamar mandi. Ia hanya mengenakan handuk menuju kopernya yang tergeletak di samping lemari.
"Perutku benar-benar keroncongan! Aku bahkan malas memakai baju untuk segera mencari makanan." Gumamnya sambil membuka koper.
Setelah memakai dalaman. Alfani hanya mengenakan mini dress yang benar-benar pendek hingga hampir seluruh pahanya terekspos. Sebenarnya kebiasaan Alfani di rumahnya iyalah mengenakan baju kaos oblong dan celana pendek selutut.
Namun kali ini ia hanya langsung mengambil baju tersimpel yang ia punya. Akibat rasa lapar yang sudah tak tertahankan. Ia juga berfikir bahwa semua orang pasti tengah terlelap.
Setelah menutup pintu pelan. Alfani meregangkan tubuhnya sesaat sebelum menapaki tangga. Setidaknya ia tahu dimana letak dapur rumah ini.
"Wih baru sadar ternyata tangga ini cocok dan pas buat perosotan!"
Tanpa pikir panjang Alfani langsung duduk menyamping di salah satu sisi tangga dan melesatkan diri ke bawah. Di saat yang bersamaan Anggara baru keluar dari ruang kerjanya dan hendak naik ke kamar.
"Wuaaa... minggir!" Pekik Alfani kala melihat Anggara menapaki anak tangga keduanya.
Anggara yang mendengar teriakan melengking yang mampu memecahkan gendang telinga itu. Langsung menatap ke sumber suara. Belum sempat membuka mulut. Alfani sudah mendarat tepat di atas tubuhnya yang terkapar di lantai akibat tubrukan dengan Alfani sesaat sebelumnya.
Alfani buru-buru bangkit dan memegangi jidatnya yang kebentok dada bidang milik Anggara. Ia berani bertaruh salah satu tulang rusuk pria yang telah menjadi suaminya itu patah.
Tak lama kemudian Anggara bangkit dan melotot ke arah Alfani. Sumpah serapah siap ia lontarkan sesaat sebelum ia sadar bahwa wanita di hadapannya yang kini berstatus sebagi istrinya itu benar-benar hampir telanjang.
"Kau..!! Arkh" geram Anggara tertahan.
"Kita selesaikan ini besok!" Ucap Anggara sesaat sebelum mengambil langkah seribu menuju kamarnya.
Anggara bahkan menapaki dua anak tangga sekaligus dan membanting pintu kamarnya kuat-kuat. Entah karena dongkol atau apa. Itu hanya Anggara yang tahu.
Alfani yang semula lapar kini berdiri mematung. Jantungnya hampir berhenti berdetak mengingat kejadian barusan. Ia masih cukup waras untuk menjadi janda di usia pernikahannya yang baru satu minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong Women
Romance"Aku yang beruntung menikah dengannya atau dia yang beruntung menikah denganku?" --------------------Alfani "Wanita itu penghianat! " --------------------Anggara >>>>>>>>>>> Kebanyakan para gadis akan menolak jika di jodohkan. Lain halnya dengan...