Pisah

1.9K 61 4
                                    

Fani mengamati Gara sekilas kemudia menunduk diam. Dalam hatinya, Dia tahu bahwa Gara marah dan akan mempermasalahkan perbuatannya. Di sisi lain Dia juga merasa bingung dengan kontrak yang telah ditanda tanganinya secara sukarela. 

Dulunya hal ini bukanlah masalah sebab cintanya pada Gara tidak setulus yang sekarang. Namun apa daya janji adalah hutang dan hutang harus di bayar. Setidaknya prinsip hidupnya tidak boleh Ia langgar.

"Bukan urusanmu!" Jawab Fani kemudian dengan cueknya. 

"Tentu saja ini urusanku karena aku ini suamimu!" Bentak Gara.

"Ia! Kamu memang suamiku tapi suami kontrak yang sebentar lagi akan bercerai!" Teriak Fani.

Rasanya sakit saat Fani mengucapkan kalimat tersebut namun memang seperti itulah yang seharusnya. Tetap tegar bukan pilihinnya namun ini satu-satunya jalan keluar. Melarikan diri sama sekali tidaklah bijak untuk saat ini.

Gara terdiam, Dia tidak menyangka istrinya mampu berkata yang demikian. Dia mengenal Fani sebagai orang yang penurut dan cenderung cerewet namum sekarang Fani seolah orang lain yang belum pernah dia temui sebelumnya. Kalimat itu tidak pernah dia sangka mencuncur dengan sempurna dari mulut Fani. 

Cukup lama mereka berdiri berhadap-hadapan tanpa intraksi sama sekali. Keduanya hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Angga kamu ada tamu?" Terdengar suara seorang perempuan dari arah gerbang rumah.

Wajah perempuan itu berkarakter, rambutnya hitam bergelombang dengan bibir tipis yang dipoles lipstik nute. Perempuan itu memiliki mata yang samar-samar mengingatkan mereka dengan wanita yang baru kemarin diantaranya ke bandra.

"Dita!" Ujar Gara.

Perempuan itu menghampiri mereka dengan langkah segaris lurus yang teratur. Keduanya masih saja diam hingga perempuan itu tiba di hadapan mereka. Bersamaan dengan itu smartphone Fani berbunyi.

"Assalamualaikum," jawab Fani sambil membelakangi Gara dan Dita sebagai wujud menghormati karena Dia sedang menerima telepon.

"Insyaallah, "

"...."

"Baiklah," Fani mengantongi smartphonenya kemudian berbalik menghadap Gara.

"Ayo masuk," ajak Gara kemudian dengan canggung.

"Tidak perlu. Aku hanya membawa sarapan, lagi pula kamu sedang ada tamu." Ujar Dita kemudian menyerahkan sesusun rantang kepada Gara.

"Terimakasih. " ujar Gara sambil mengangkat rantang yang baru saja diterimanya.

"Sama-sama, Aku pergi." Balas Dita sambil berlalu.

Fani sakit, kecewa itu pasti namun apa hak nya?
Semua sudah tertera jelas dalam kontrak. Dia hanya bisa diam dan berpura-pura tidak tahu.
Keduanya melangkah masuk tanpa saling berucap, masuk ke dalam kamar masing-masing dan saling mengunci diri.

*******

Di tempat lain terjadi perdebatan sengit antara dua orang pria dan seorang wanita paruh baya. Mereka mendebatkan harta yang juga di dalamnya terdapat nama Gara, Fani dan Dita.

"Aku akan kembali ke Indonesia dan menemui Gara dan putri kandungku!" Putus wanita paruh baya itu.

"Pikirkan perasaan mereka, tidak semua hal akan terjadi sesuai khendakmu." Nasehat lelaki paruh baya yang berdiri di sebelahnya.

"Aku tidak perduli dengan masalah kalian, yang pasti 50 persen saham perusahaan harus balik nama atas namaku." Ujar lelaki paruh baya yang berdiri di hadapan mereka.

Strong WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang