Panas

2.2K 66 4
                                    

Alfani POV

"Jangan pergi.." lirihnya.

Ouhh yaa ampun ada apa dengannya? Apa karena demam. Otaknya semakin parah!

Lihat saja dia berkata seolah-olah aku akan pergi jauh. Memangnya aku mau keman?

Aku harus cepat-cepat sampai dapur mengambil perlengkapan untuk mengompres. Kepalanya harus segera di dinginkan sebelum kerusakan dalam otaknya semakin parah.

Ouh cutenya..!!

Melihatnya memelas seperti ini membuatku tidak tega meninggalkannya. Dengan tatapan matanya yang sendu seolah-olah menghapus jejak menyebalkan dalam dirinya.

"Aku segera kembali, " jawabku kemudian.

Kulihat dia tersenyum. Meskipun senyum itu sangat tipis tapi tetap saja itu di sebut sebuah senyuman. Lagi pula siapa yang mengharapkan seorang tuan Anggara Wira Dharmawan yang sedingin balok es itu, tersenyum ramah. Jangan pernah bermimpi!

Setelah mengambil keperluanku di dapur. Sesegera mungkin aku kembali ke kamar Gara. Setelah menutup pintu kamar. Kulihat dia sedang terlentang menggunakan kedua lengannya sebagai bantal dengan kaki kanan yang di tekuk. Dia terlihat sexy haha... lupakan.

Sekilas dia menatapku kemudian kembali menatap langit-langit. Kuabaikan saja dia dan langsung menempel handuk yang suda kubasahi dikeningnya.

"Kalau butuh sesuatu. Aku ada di sofa," ujarku sambil menunjuk sofa putih panjang yang terletak di salah satu sudut kamar Gara yang lebih mirip apartemen mini tanpa dapur.

"Fa.." lirihnya sambil menepuk kasur menggunakan lengan kirinya.

Jika saja aku sudah tuli mungkin aku tidak akan mendengar panggilannya yang lebih mirip hembusan nafas itu.
"Gak ah. Nanti aku ketularan demam. Terus kalau aku demam tulang-tulangku bisa lemas semua." Tolakku.

Anggara POV

Apa demam seburuk itu baginya?
Aku bahkan merasa sangat beruntung karena bisa dekat terus dengannya bahkan dia akan tidur di kamarku.

Demam mungkin membuat seseorang lemas tapi aku justru semangat karena ada Fani di sisiku.

"Ada apa? Kau terlihat gelisah? " tanya Fani.

"Tidak. Ee aku hanya tidak bisa tidur," bohongku.

Sebenarnya aku sedang memikirkan cara agar dia tidur di sampingku.
Karena gelisah ide pun tak kunjung muncul di otak cerdasku ini. Aku tidak mungkin memintanya lagi karena gengsi.

"Apa ya..-" pertanyaanku menggantung akibat jawaban dan tindakan Fani.

"Dulu waktu aku demam. Ayah selalu tidur di sampingku sambil mengelus rambutku seperti ini. Dengan begini aku akan cepat tidur," tuturnya.

Ohh my err aku malah tidak akan bisa tidur jika seperti ini. Aku memang mengharapkannya tidur di sampingku tapi tidak seperti ini!
Ouhh shit... kenapa ruangan ini terasa sangat panas.

Entah sejak kapan Fani naik ke sini?. Jika berbaring saja itu tidak masalah tapi saat ini dia malah tengkurap menghadapku sambil bertopang dagu menggunakan salah satu tangannya dan tangannya yang bebas sibuk mengelus kepalaku.

"Tutup matamu! Dengan begitu kau akan cepat tidur. " titahnya.
Bagaimana aku bisa tidur jika ada sebuah pemandangan indah tersuguh di depan mataku. Ouh mata bekerja samalah. Aku harus segera tidur sebelum hilang kontrol.

Aku harus meng.. eh?

Ada apa ini? Kenapa malah dia yang tertidur.

Yaa ampun Fani bangunlah jangan seperti ini... kau sangat menyiksaku!

Strong WomenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang